Anak-anak
ya anak-anak, anak-anak belum baligh itu kadang bikin pusing, nggak mau diatur,
bikin rempong
Heeem, ada yang ngerasa demikian?
STOP ngerasa anak-anak itu bikin rempong
Ada yang anaknya tidur terlalu larut...
Ada yang anaknya berantakin rumah terus...
Ada anaknya yang ganggu ibunya kerja...
Ada yang ngerasa anaknya susah diatur...
STOP!
Jangan salahkan anak!
Jangan-jangan orangtuanya yang belum memberikan
VISI dan MISI keluarga pada anak
Jangan-jangan orangtuanya yang belum ngajarin
pentingnya konsisten dan disiplin sejak dini
Jangan-jangan itu salah kita!
Saya sering posting di FB mengenai aktivitas saya,
suami, dan anak-anak
Anak-anak yang bangun subuh dan tidur awal...
Anak-anak yang no gadget...
Anak-anak yang jadi teman diskusi...
Anak-anak yang kemudian bikin ibu-ibu pada kepo,
"Gimana bikin anak-anak bisa seperti itu?"
Allah yang izinkan, itu yang pertama
Kedua, perjuangan tanpa henti
Tak berhenti memberikan pemahaman...
Tak berhenti memberikan nasihat
Tak berhenti jadi sahabat
Memang
mengubah kebiasaan anak bukan persoalan mudah!
Anak
saya pernah kok pengen main gadget terus TAPI kami tak pernah menyerah
membuatnya kembali beraktivitas sehat tanpa gadget
Candu gadget bisa jadi kesalahan kami orangtuanya, maka kami juga harus membuat
anak kembali menggunakan gadget dengan sehat
Kami terus berpikir kreatif untuk melepaskan gadgetnya yang kerapkali rebutan
gadget bikin mereka berantem hebat
Kami mulai menentukan jam pakai gadget, memberi
reward jika tak main gadget, hingga bersama-sama mengikuti kelas parenting
online dan diskusi
Pelan-pelan aktivitas fisik juga diperbanyak...
Kini, anak-anak sudah mulai merasa gadget bukan
lagi yang penting buat mereka, kini kami lebih banyak bersama dibandingkan
bersama gadget.
Aktivitas pagi, pulang sekolah, hingga jam
18.00-20.00 menjadi sangat menyenangkan
Jam maghrib ke Isya kami memiliki aktivitas
bersama, mulai cerita, ngaji, ngegambar, baca, ampe duduk manis di pangkuan
xixixi dan kami akan tidur dengan bahagia dan bangun tidur dengan ceria
Ketika orang tua dapat menjadi sahabat anak, maka anak tak perlu
mencari sosok lain untuk mencari jawaban atas pertanyan-pertanyaannya.
Dan anak pun tak akan pernah merasa sungkan untuk mengungkapkan
perasaannya.
Seperti yang kerap dilakukan Ammar dan Nanit.
“Sabtu Minggu itu hari yang paling bikin aku bahagia,” kata
Ammar.
“Kenapa? Bukannya setiap hari katanya Ammar itu
bahagia?” tanya saya.
“Maksudku lebih bahagia, karena FAMILY TIMEnya
seruuuuuuu,” ujarnya ditengah-tengah kebersamaan kami menghabiskan waktu akhir
pekan Bersama.
Olaaaaaa, dan saya pun jadi tahu, anak-anak
pengennya ya begini, kemana-mana barengan.
“Aku
tahu kenapa Bunda melakukannya, Bunda mau menebus kesalahan.” Ucapan itu keluar
dari mulut Nanit suatu malam saat saya mengajaknya tidur bersama saya dan
Aisyah, padahal biasanya saya selalu meminta Nanit tidur sendiri.
“Menebus kesalahan?” tanya saya dan Ayahnya.
Lalu dia mengatakan bahwa saya membentaknya tadi sore karena berantem dengan
Ammar dan saya menebus kesalahan dengan mengajaknya tidur bersama.Kkarena tidur
bersama saya adalah kebahagiaan buatnya.
Saya dan suami tertawa terbahak-bahak.
Dan hari ini saya mendapatkan hadiah yang sangat indah dari bersahabat dengan anak-anak.
"Nanti kalau Bunda udah tua, tinggal
sama Ammar aja, ya? kata Ayah anak lelaki itu anak Bundanya sampai kapan pun," kata Ammar.
"Aku nggak mau kuliah di luar negeri, Bun. Aku nggak mau jauh
dari Bunda," kata Nanit.
Dan ada banyak statement yang bikin saya dan suami terharu. Merekalah sahabat baik kami, saat ini, dan di masa tua kami
kelak.
Begitulah komunikasi antara kami, keluarga kecil
yang dibangun dengan transparansi komunikasi dan berani berbicara.