Menulis? Bebaskan Diri!

Sejak kecil aku bermimpi menjadi seorang penulis
Ya, aku suka menulis dan ingin menjadi penulis
Apa yang kutulis waktu itu? Nggak lebih dari sekedar curhat di diary
Bahkan penulis buku yang kubaca menjadi seseorang yang sangat luar biasa bagiku
Aku begitu bangga dengan tulisannya dan tak pernah berpikir kini mereka menjadi sahabat-sahabatku
Bermimpi menjadi penulis dan mewujudkannya tidak mudah sama sekali, walau tidak juga bisa dibilang teramat sulit
Aku, berkejaran dengan mimpi, membangunnya menjadi kenyataan
Ku awali mimpi itu dengan menulis di diary
Kupelajari menulis paragraf demi paragraf tulisan yang lain
Beralih menulis tips ringan
Merangkai kata menjadi sebuah cerpen
Hingga akhirnya menyusun episode demi episode menjadi sebuah novel
Puuuih...
Pelajaran yang berharga kudapatkan
"Menulis adalah kebiasaan"
artinya...
Semakin sering menulis semakin terlatih kita memadupadankan kata
artinya...
Buat Anda yang ingin menjadi penulis, jadikanlah kegiatan menulis itu kebiasaan sehari-hari!
dan..
Efek positifnya..?
Anda akan terbebas dari berbagai rasa yang mengendap di hati
Menulis? bebaskan diri!!
Yuk, kita menulis!

Bandung, 24 Mei 2007

Pertolongan Allah, jangan diragukan!

Ribuan kali aku terjatuh
Ribuan kali pertolongan Allah datang tanpa diduga
Setelah..
Beberapa hari ini bingung dan berdoa
"Ya Allah, bantu aku!"
Hari ini..
Ya, hari ini, pertolonganNya datang tak diduga
Ya Allah...aku memang tak pernah meragukanMu
Walau, seringkali mengaduh sakit
Merengek manja meminta keringanan cobaan
Tapi..semoga jauh di lubuk yang paling dalam
dan, semoga di setiap langkahku
PertolonganMu tak pernah kuragukan
Alhamdulillah...Terima kasih...
Semoga ini menjadi petunjuk betapa aku memang harus Kembali!

Bandung, 24 Mei 2007

Kembali...

Aku gelisah...menangis
Aku merenung... Ya Allah, ada apa dengan aku?
Lantas
Aku teringat kembali pada asalku
Ya Allah, Izinkan Aku Kembali pada Fitrahku..
Tuntun aku...
Terangi jalanku..
Ya Allah, bantu aku menyelesaikan semuanya
dan ajaklah akukembali!


Bandung, 24 Mei 2007

Aku ingin pulang...

Aku ingin pulang ...
Ke tempat yang nyaman untuk berteduh
Ke sungai yang mengalir dengan bening
Ke laut yang tenang tanpa gelombang
Ke jalan yang bebas hambatan
Tapi, memang itu tidak menarik untuk ditinggali
Sebab hidup tanpa cobaan tidak membuatku belajar
Hanya saja sekarang aku berada di...
tempat yang tidak menampakkan figur
Sungai yang mengikis sepanjang penjalanan
Laut penuh gelombang
Jalanan macet yang menyesakkan
Dan memang aku belajar untuk menjadi suatu makhluk Allah yang Tegar
Walau harus terseok
Walau harus merintih
Walau harus mengaduh
Aku hanya ingin pulang...
Dan menemukan seseorang tempatku mengadu segalanya
Mendapatkan peran seorang kakak yang menyamankan jiwa
Peran ibu yang melembutkan hati
Tapi, kemana aku akan pulang?

Bandung, 24 Mei 2007

Foto..suka-suka


gambar suka-suka bareng salah satu tim heboh...................
Bandung, 23 Mei 2007

Aku...Aah...

Aku...hari ini gelisah...
Memang banyak yang harus aku pikirkan
Tapi, aku terbiasa untuk mematahkan kegelisahanku dengan tertawa lepas
Kali ini aku tak punya teman yang akan kuajak tertawa lepas
Semuanya terasa menjengkelkan...
Aku...hari ini gelisah...
Ya, mungkin karena aku adalah manusia biasa
Kadang tertawa..
Kadang bersedih...
dan kadang harus menangis

Bandung, 21 Mei 2007

Apapun itu...Aku bersyukur!

”Dengan tulus dan ikhlas neng menerima mas sebagai kakak. Makasih kak untuk semuanya...”

Peristiwa jatuh cinta yang layu sebelum berkembang awalnya menyesakkan dada. Apakah aku salah pilih orang ketika harus berkata jujur?! Ah, kacau deh! Tapi beruntung aku selalu diberikan kekuatan lebih ketika harus menghadapi kenyataan terburuk sekalipun. IKHLAS adalah kata kuncinya! Dengan segenap kekuatan dan setelah SMS itu kukirim padanya, beberapa butir air mata menitik perlahan...hangat menyentuh pipi.
Ya, aku harus menerima ketika dia hanya menganggapku adik, lagipula ini bukan hal baru kalau aku memiliki begitu banyak kakak laki-laki. Tapi, perbedaannya aku jatuh cinta pada kakakku yang ’ini’!
Kejadian ini, jika kurunut adalah kejadian yang juga kini kualami. Di satu sisi aku mencintai ”kakakku” dan dia hanya menganggapku adik, di sisi lain aku menyanyangi seorang kakak yang lain -benar-benar menjadi kakak- tapi dia mencintaiku bahkan sangat mencintaiku. Cinta memang aneh!
Dua cerita yang harus kurekam dalam memori sebagai pengalaman seru yang layak kubagi pada generasiku kelak sebagai pembelajaran mereka tentang cinta.
Tapi, apapun itu Aku bersyukur!

Bandung, 18 Mei 2007

Aku yang TIDAK SEMPURNA

Aku tidak sempurna…
Itu sebabnya setegar apapun aku, aku seringkali merasa sakit
Aku tidak sempurna...
Itus ebabnya secerdas apapun aku menggali ilmu, aku beberapa kali terlihat bodoh
Aku tidak sempurna...
Itu sebabnya seikhlas apapun aku menerima kenyataan, kadang air mata tak terelakkan menetes di pipi
Aku tidak sempurna...
Sebab kesempurnaan memang hanya milik ALLAH
Aku yang tidak sempurna...
...................


Bandung, 18 Mei 2007

Kenapa aku bisa dekat dengan bawahanku?

Kadang-kadang banyak juga yang protes dengan sikapku yang "nggak jaim banget" sama bawahanku. Lho, memangnya siapa bawahanku? Rasa-rasanya di dunia kerja tidak ada atasan atau bawahan, yang ada adalah teman kerja, rekan kerja, dan TIM kerja.

Pernah beberapa menegur, "Masa sih kamu seperti itu dengan mereka?"
Lho, apanya yang salah? mereka adalah temanku untuk mewujudkan target-target perusahaan.

Tapi, apapun yang aku lakukan dengan mereka. Terlepas dari salah benar atau kurang lebih masing-masing dari kami. Alhamdulillah, ini menjadikanku dekat dengan mereka.

Awalnya sih, ke'nggak jaim'anku bikin masalah. Ada yang tersinggung, marah, malah ada yang tiba-tiba memasang wajah cemberut

Tapi, lama-lama mereka tahu...ya, beginilah aku. Justru, aku jadi semakin tahu mereka dan mereka semakin tahu aku.

Akibatnya sih, aku bisa jadi berteman baik dengan tim kerjaku, yah, ada juga yang 'bisik-bisik tetangga' tapi itu bukan masalah buatku, yang kuingin pastikan adalah terciptanya lingkungan kerja yang aman dan nyaman. that's it!

Beberapa tips bersahabat baik dengan patner kerja!

1. Mereka bukan bawahan tapi tim kerja yang akan menolong atau merusak target perusahaan maka perlakukanlah dengan bijaksana sesuai dengan kemampuan
2. Jangan otoriter! Mereka kan manusia yang punya hati
3. Terima kritik mereka, sebab kita pun suka mengkritik!
4. Atasan tidak selalu benar namun bawahan juga bukan ladang kesalahan...So, fair aja lagi!
5. Berikan pujian atas prestasi mereka dan tuntunlah mereka jika melakukan kesalahan
6. Katakan semuanya dengan terus terang!
7. Biarkan mereka memiliki peran penting pada setiap pekerjaan
8. TRUST YOUR PATNER!!

Demikian, tips tak sempurnaku...

Salam kompak,
Bandung, 17 Juni 2007

Kenapa aku bisa begitu dekat dengan atasanku?

Banyak pertanyaan tentang seringnya aku bersohib ria dengan atasan-atasanku dari perusahaan lama tempatku bekerja hingga perusahaan sekarang.

Aku akan membagi tips untuk sahabat semua...

Satu, Aku nggak pernah menganggap atasanku adalah dewa, sehingga dengan begitu aku tidak akan takut untuk menerima kritik dan juga mengkritiknya, tentu saja dengan bahasa yang sopan dan santun

Dua, Aku tidak pernah menganggap atasanku sempurna, sehingga dengan begitu aku selalu mencoba sesuatu tanpa perlu takut aku salah, bukankah kesalahan adalah bagian dari kesempurnaan? Aku malah mencoba terus menggali letak ketidaksempurnaanku kepada atasan dan memberikan masukan yang bermanfaat baginya

Tiga, Aku berusaha untuk mengendalikan diri dari negative thinking atas kritik-kritiknya dan mencoba menjadi tim kerja bukan bawahan yang ABS "Asal Bos Senang" sehingga dengan begitu kami bisa menjadi tim yang kompak

Empat, Aku akan menaati perintahnya sejauh itu baik untuk perkembangan kami semua

Lima, I TRUST MY BOSS!!

Itu deh...demikian tips tidak sempurna dariku...

Salam kompak,
Bandung, 17 Mei 2007

I LOVE U, ALLAH!

Abangku menelpon...
Bukan abang beneran, tapi seorang sahabat yang Allah hadiahkan untukku sebagai seorang abang.
Abangku ini punya kesibukan yang luar biasa. Sebagai seorang yang bukan orang biasa, kesibukannya yang luar biasa menjadi tidak luar biasa.:)
Malam dia menelpon dan kita sharing banyak hal...Ya..ya..ya..dengannya aku memiliki banyak ilmu yang bisa kuadopsi termasuk tentang curhat masalah cinta.
"De, abang masih menunggu undangan kamu."
"Bang, aku nunggu pangeran itu." jawabku
"Jodoh itu sebenarnya nggak susah..."
"Siapa bilang?"
"Ade barangkali yang nggak mikir ke arah sana."
"Siapa bilang?" Lalu kuceritakan tentang jatuh cintaku yang keGRan...hahahaha..meledak juga tawanya...
"Barangkali memang bukan jodoh. Hanya memang harus diniatkan."
"Memangnya siapa yang nggak niat?"
Aaaaah...
"Aku ingin jatuh cinta, bang." kataku polos
"Jatuh cintalah pada Allah.."
Uuuuups..kata-kata abang menyentakku
Ya Allah, pernah kukatakan betapa aku mencintaiMu???
I LOVE U, ALLAH!!!
Semoga Aku selalu jatuh cinta padaMu..
Maafkan aku sebab cerita 'basi' ini selalu berulang...kenapa aku tidak sibuk menunjukkan betapa aku mencintaiMu??

Bandung, 17 Mei 2007

Gubrak!!!!!!!!

Tentang jatuh cinta lagi! Mohon maaf ini sekedar sharing saja..:)
Beberapa tahun yang lalu aku dijodohkan oleh salah satu patner kerja di Semarang dengan keponakan tersayangnya. Kata beliau, kenapa aku dijodohkan dengannya sebab aku dan si keponakan memiliki kesamaan, salah satunya, hobby nulis..:)
Pertemuan yang diatur dengan sangat apik oleh si Om..ternyata tidak membuahkan hasil, aku maupun si keponakan sama-sama tidak merasakan getaran mematikan dari sebuah cinta..kita dingin-dingin aja...perjodohan gagal total!
Dua bulan yang lalu aku pergi ke tempat sang keponakan –calon jodohku yang gagal- ..dan iseng nelpon dia untuk menjemputku di stasiun...AJAIB...pertemuan itu membuahkan sesuatu...
Tiba-tiba saja kami merasa begitu dekat...dan aku jadi sedikit sal-ting deket dia..ada apa ya?
Selama di kotanya..kami begitu dekat, banyak bertemu (Setiap hari!!), banyak ngobrol, banyak jalan, banyak diskusi, hingga banyak kuliner alias makan-makan.
Aku, merasakan sesuatu...GRnya, aku berpikir dia juga begitu!
Akhirnya, aku yang seorang perempuan Ekstrovert mengatakan aku menyanyangi dia...tahukah hasilnya? Keponakan tersayang si om menjawab dia sangat menyanyangiku SEBAGAI SEORANG ADIK! Gubrak!!!!!!!!!!!!

Aku yang sempet ’jatuh cinta’ (dan menghilang!) lalu sibuk kembali dengan pekerjaan

Bandung, 16 Mei 2007

Ya Allah, Aku Jatuh Cinta!

Ini judul buku yang ditulis sahabat baruku, Mas Burhan di Solo. Gara-gara bahasan tentang buku ini, kami terus mengobrol tentang perihal jatuh cinta.
Akibatnya, hari kemarin aku bernar-benar terkena virus –ingin- jatuh cinta!
Rencana hasil perbincangan dengan sang penulis..kami malah jadi kompak ingin menelurkan buku-buku lainnya yang merupakan serial dari buku berjudul ’bagus’ itu..hihihi..isinya malah aku belum lihat...:)

Allah, Aku ingin jatuh cinta! Hehehe...

Bandung, 16 Mei 2007

ini aku..dengan senyumku....


Gigiku mau di behel nggak ya? hahaha
Bandung, 13 Mei 2007

Aku dan yang mencintaiku


Inilah aku dan Yuntit...wanita tua yang sangat mencintaiku dan aku pun sangat mencintainya
Diambil di Yogya, Maret 2007
Bandung, 13 Mei 2007

Aaaah sayangnya...


Lihat...Betapa tatapan itu menyiratkan besarnya kasih sayang yang dia miliki untuk adik kecilnya...
Bandung, 13 Mei 2007

Malaikat Kecilku...


Malaikat kecilku...
Dia malaikat kecilku...
Dia yang sering mengingatkanku pada banyak hal...(maklum kadang Bundanya pelupa ..hehe)
"Bunda, sebelum pergi jangan lupa baca bismillah"
"Bunda, bangun dong...sholat dulu"
"Bunda, susu Radu habis. Nanti pulang kerja beli ya? biar Radu jadi anak pinter."
"Bunda, mana buku Radu yang Bunda pinjem?" :)
"Bunda, makan dulu dong biar cepet sehat..."
"Bunda, kenapa nangis? Maafin Radu ya kalo Radu nakal."
dan banyak hal yang sering dia ingatkan padaku. Walaupun kadang-kadang malaikat kecil yang super aktif itu seringkali membuatku harus mengurut dada karena kesal..hehe..
Malaikat kecilku itu bernama Faisal Radu SaDzikri
dan selalu marah jika dipanggil 'ade' sebab dia merasa sudah besar..:)
Malaikat kecil yang tidak kulahirkan lewat rahimku tapi dititipkan Tuhan melalui rahim kakakku..:)
Bandung, 13 Mei 2007

Malaikat kecilku bertambah satu..


Namanya Rizan Jibril Seikh Muhammad...
lahir di Bandung, 22 Februari 2007
Aku jatuh cinta padanya..Dia malaikat kecilku yang juga dititipkan Tuhan melalui rahim kakakku....:)
Bandung, 13 Mei 2007

Belajar bikin Fiksi ANAK : Cerita 7 : TASI BELAJAR BERPUISI

Hal 1
“Selamat pagi anak-anak” sapa ibu Juwita begitu masuk ruangan kelas
“Pagiiii” semua menjawab dengan serempak
“Ibu bawa kabar bagus nih, ada perlombaan membaca puisi di sekolah ini.”ujarnya dengan mata berbinar

Hal 2

“Puisi?wah, emang siapa yang bisa berpuisi bu?” tanya Tasi dengan heran
“Aku bisa!” kata Adi dengan yakin
“semua bisa berpuisi. Puisi itu indah dan menyenangkan.” Kata bu Juwita
“Aku sih pilih perlombaan berenang.” Kata Cacha yang memang jago renang
“huuuuu” semua serempak
“Nah anak-anak. Perlombaan puisi ini akan mempertandingkan semua kandidat di kelas 1 hingga kelas 6. dan hadiahnya lumayan loh…”
“Apa bu?” tanya Adi
“Hadiahnya sepeda, meja belajar, uang tabungan dan banyak lagi…”
“Wah, seru juga ya..” ujar Mamik
“Seandainya saja aku bisa berpuisi…” ujar Agung sambil membayangkan hadiah-hadiah perlombaan


Hal 3

“Tapi, satu kelas satu kandidat kan bu? Berarti saya yang jadi kandidatnya kan bu?” tanya Adi dengan penuh optimis
“Sebenarnya ibu justru ingin memilih yang mau belajar berpuisi bukan sudah jagoannya.”
“Maksud ibu?” Tanya Adi heran
“Kalau Adi kan sudah juara dimana-mana. Masa Adi tidak mau kasih kesempatan kepada teman yang lain?”
“Jadi?”
“Ibu mau tanya sama semua murid di sini, siapa yang mau mencoba perlombaan ini?” tanya bu Juwita. Tapi, tidak ada satupun yang mengacungkan tangan selain, tentu saja, Adi


Hal 4

“Jadi, tidak ada yang tertarik dengan hadiahnya nih?”goda bu Juwita
Semua saling memandang
“Mereka memang tidak bisa berpuisi bu. Jadi, biar Adi saja yang ikut.” Kata Adi sombong
“Atau…”tiba-tiba mata bu Juwita memandang tajam kearah Tasi
“A..a…”Tasi gugup
“Bagaimana kalau kamu yang ikut, Tasi?”
Wajah Tasi semakin pucat pasi, “A..a..aku bu? A..aku tidak bisa bu..” katanya terbata-bata
“Kamu pasti bisa dong sayang..” bu Juwita mendekat ke arahnya
“Ta..tapi..”
“Udah deh bu, kelas kita bisa kalah kalau Tasi yang ikut. Biar saya saja yang ikut.” Ujar Adi dengan nada meninggi
“Nah, Tasi tunjukan pada Adi kalau kamu bisa berpuisi.” Tasi menunduk
“Saya tidak bisa bu..”
“Pasti bisa…!” bu Juwita menyemangati
“Dia pasti kalah bu!”
“Bagaimana kalau kamu ikut dan…Adi juga ikut.”
“Yeeeeee!!!” Adi berteriak kegirangan, sedangkan Tasi semakin menunduk
Bu Juwita kembali ke depan kelas
“Nah, sudah terpilih kandidat dari kelas kalian. Adi dan Tasi..”
Semua bertepuk tangan


Hal 5

Sepanjang pelajaran berlangsung, Tasi gelisah. Dia membayangkan dimana dia sedang berada dalam pertandingan berpuisi. Keringatnya turun deras dan kakinya gemetar apalagi begitu banyak orang yang memandang ke arah dirinya di atas panggung.

Hal 6
Adi malah sedang melamun membayangkan hadiah yang akan dibawanya pulang. Dia yakin akan mendapatkan juara pertama. Siapa yang tidak kenal dengan Adi, di jago berpuisi, piawai membuat puisi, dan mahir menirukan gerakan dasyat saat membawakan puisi. Adi begitu yakin dengan kemampuannya.

Hal 7
Pulang ke rumah, Tasi langsung masuk kamar. Dia membaringkan badannya di kasur tanpa membuka seragam terlebih dulu dan itu bukan kebiasaannya. Bunda datang ke kamar dan membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang…
“Loh, anak bunda kok melamun.”
”Tasi takut bunda...” Tasi memeluk bundanya
”Takut apa?” kata bunda lembut
”Tasi disuruh bu guru jadi kandidat kelas untuk lomba membaca puisi.”
Mata bunda membulat, ”Oh, bagus itu”

Hal 8
Bunda membawa sebuah cermin besar ke kamar Tasi
”Cermin ini akan menemanimu berpuisi.”
”Haaah...”

Hal 9
Bunda sangat mendukung keikutsertaan Tasi dalam kejuaraan berpuisi itu
”Puisi itu indah, apalagi kalau dibawakan dengan sepenuh hati.” kata bunda
”Dulu, waktu bunda seusia kamu, bunda sering ikut dalam kejuaraan berpuisi.”
”Apakah bunda menang dalam kejuaraan-kejuaraan itu?” tanya Tasi
Bunda tersenyum, ”Perlombaan itu bukan hanya mencari pemenang tapi adalah pengalaman berharga. Kadang bunda menang, kadang juga kalah. Tspi itu bukan masalah, yang penting bunda belajar dari perlombaan itu.”
Tasi menghela nafas, ” Tasi takut banyak yang melihat, grogi bunda..”katanya polos
”Anggap saja kamu berpuisi di depan cermin...” bunda menarik Tasi di depan cermin
”Lihatlah dari cermin ini, kamu berpuisi untukmu sendiri.”

Hal 10
Tasi benar-benar tak percaya bahwa sebentar lagi dia akan bertarung di perlombaan dengan Adi si juara berpuisi. Tasi memang pintar matematika dan juara kelas. Tapi, membayangkan berpuisi sungguh menyeramkan. Dia pasti akan sangat malu jika kalah dari Adi yang memang sudah sangat jago. Dia ingin menang, dia tak mau dikalahkan siapapun. Tapi, bukan dengan berpuisi.
”Kamu pasti kalah.” ledek Adi
”Kamu pasti bisa.” Bundalah yang selalu menyemangatinya
”Aku takut kalah” kata Tasi pada Bunda
”Berusahalah dan jangan pikirkan menang atau kalah coba saja dulu. Jadikan pelajaran pada setiap pengalaman.” nasehat bunda

Hal 11
Tasi berdiri di depan cermin...
Inilah dia, seorang anak perempuan yang mungil berusia sembilan tahun. Berdiri malu-malu di depan cermin.
”Apa yang akan aku lakukan di depan cermin ini?” tanyanya ke arah cermin
Diam-diam bunda mengintipnya di daun pintu sambil tersenyum

Hal 12
Percayalah – ini tidak mungkin
Bunda salah kalau menyakini dia bisa berpuisi.
Hari ini, dia sudah ditanya teman-temannya puisi apa yang akan dibawakannya.
Uuuuuggghhhh, aku tidak mungkin menang, keluh Tasi.
Eiiit, kertas apa yang menempel di cermin. Mata Tasi memandangnya sejenak kemudian dia beranjak dari kasur menuju cermin
Dibacalah kertas itu...

Untuk putri cantikku, Tasi..
Puisi ini Bunda hadiahkan untukmu
Semoga kamu mau membacanya di perlombaan nanti

Aku adalah...

Aku seorang anak kecil
Yang memiliki begitu banyak impian
Walau kadang sedikit ragu dengan kemampuanku
Aku diajarkan untuk mengatakan AKU BISA

Aku adalah putri kecil bundaku
Yang dilahirkan dengan pertaruhan nyawa
Ya, aku tidak sempurna
Tapi Tuhan biarkan aku melakukan apa yang harus kulakukan semampuku

Aku adalah anak yang terlalu mungil dengan keinginan yang besar
Tapi aku bangga dengan diriku
Siapapun aku
Ya, aku pintar matematika
Tapi aku tidak pintar yang lainnya

Biarkan saja, karena memang aku tidak akan sempurna
Aku hanya ingin melakukan yang terbaik
Seperti ketika aku berpuisi saat ini

Terima kasih Tuhan karena aku adalah anak kecil dengan segudang mimpi

Tasi menghapus airmatanya yang menitik
Ah, Bunda indah sekali puisi ini
Hal 13
Tasipun berjanji akan membawakan puisi itu sepenuh hati
”Semua karena bunda dan aku harus belajar melakukan apapun, walaupun kadang aku tidak yakin aku bisa, termasuk berpuisi.” tekadnya bulat

Hal 14
Sepulang sekolah...
Setiap hari...
Tasi membacakan puisi indah bunda di depan cermin
Kadang-kadang dia malu dengan gayanya sendiri
Kadang dia kesal karena gerakannya itu-itu saja
Tapi dia terus berusaha belajar terus
Dan cermin bunda saksinya
hahahaha

Hal 15
Ayah beberapa kali memergoki Tasi ketika dia sedang berlatih
Sebenarnya Tasi malu. Tapi bunda bilang anggap saja tak ada siapa-siapa, anggap saja dia berpuisi dengan dirinya sendiri dan tentu saja dengan cermin :)
Untung ayah suka pura-pura tidak melihat jadi malunya Tasi belum sampai ke ubun-ubun. Paling ayah langsung keluar kamar lagi. Bahkan jika mereka sedang bersama, ayah tak pernah membahasnya.

Hal 16
Bunda sedang sibuk memasak
”Bunda puisinya indah sekali.” puji Tasi
”Lantas?” bunda bertanya tanpa menghentikan kegiatannya memotong wortel
”Aku akan membawakannya di perlombaan.” kata Tasi
Bunda berhenti memotong, ”sudah siap bertanding?”
Tasi mengangguk
”Nanti kapan-kapan bunda melihat Tasi berpuisi ya...” usul Tasi
”Tentu saja cantik.” bunda mengacak-ngacak rambut Tasi
Lalu mereka tertawa bersama

Hal 17
Tasi sedang bersiap belajar berpuisi di depan cermin

Aku adalah...suara Tasi begitu lantang
Aku seorang anak kecil...kelingking Tasi dikedepankan
Yang memiliki begitu banyak impian..tangan Tasi meregang lebar
Walau kadang sedikit ragu dengan kemampuanku..dia bersuara dengan lirih
Aku diajarkan untuk mengatakan AKU BISA..kemudian tangan Tasi mengepal pasti

Uuffff, lumayan...Tasi tersenyum sendiri di depan cermin


Hal 18
Bahkan Tasi tidak sabar untuk segera berlomba
:)

Hal 19
”Selamat pagi anak-anak” sapa bu Juwita
”Pagi buuuuuu” sambut murid-murid di kelas Tasi dengan semangat
”Bagaimana kabarnya?”
”Baiiiiiiiiiiiiik” sahut mereka
”Oh ya, bagaimana kabar kandidat perlombaan puisi kita?” Bu Juwita memandang Adi dan Tasi bergantian
”Adi?”
”Siap!” jawab Adi lantang
”Tasi?”
”Siap juga bu!” jawab Tasi tak kalah lantang
Adi jadi heran....sejak kapan Tasi jadi begitu percaya diri?

Hal 20
Percayalah ini mungkin
Segala sesuatu di dunia ini mungkin terjadi
Segala sesuatu bisa dilakukan
Segala sesuatu bisa dipelajari dengan baik
Bunda yang mengatakan itu semua
Betapa Tasi menyanyangi Bunda
Dan tentu saja juga mencintai ayah

Hal 21
Ayah dan bunda duduk manis di kursi tengah
”Jadi, malam ini putri ayah akan berpuisi nih..” kata ayah sambil tersenyum simpul
”Iya lah ayah, awas jangan becanda terus...” ancam Tasi manja
Lalu Tasi mulai berpuisi depan ayah dan bunda

Hal 22
”Bagaimana ayah? Bagaimana penampilan Tasi bunda?” tanya Tasi bergantian pada ayah dan bundanya
Mereka berdua tersenyum lebar
”Wah, luar biasa.” puji ayah
”Berarti bunda harus memberikan hadiah untuk putri bunda yang cerdas karena berhasil membawakan puisi bunda dengan sangat indah.” lanjut bunda
”Hadiah?”
Bunda mengangguk
”Iya, makan malam di restoran sea food.” kata bunda
Aha..itu adalah restoran tempat disajikannya kepiting kesukaan Tasi
”Asiiiiiik” teriak Tasi girang

Hal 23
Bahkan teman-temannya heran
”Waktu pertama dipilih sebagai kandidat, kamu gugup sekali. Sekarang kamu kelihatan sangat tenang padahal perlombaan sebentar lagi dan saingat terberat kamu adalah Adi.” kata Jasmin saat mereka sedang makan bakso di kantin
”Aku sudah belajar tentang cara berpuisi.”
”Memang bisa belajar berpuisi?” tanya Jasmin
Tasi mengangguk, ”Memangnya apa di dunia ini yang tidak bisa dipelajari? Bundaku mengatakan itu.”
Jasmin mengangguk-angguk setuju

Hal 24
Semakin sering ayah dan bunda memberikan pujian untuk Tasi semakin bersemangatlah Tasi untuk berpuisi. Pujian dia anggap sebagai tantangan untuk membuktikan dia mampu berpuisi.
Semoga.....

Hal 25
Tinggal beberapa hari lagi perlombaan diadakan
”Rasanya semua sudah kelihatan siap.” kata bunda
Tasi tersenyum, ”Ya iyalah...” kata Tasi pasti
Bunda memeluknya erat


Hal 26
Begitu banyak yang datang. Berdesak-desakkan. Keringat Tasi mengucur deras. Walaupun dia sudah mempersiapkan semuanya, dia tetap sedikit merasa takut. Diliriknya bunda yang begitu santai duduk di kursi jajaran kedua dari depan. Sesekali bunda melempar senyum padanya seolah-olah mengatakan, ”Jangan khawatir, semua baik-baik saja.”
Ah, aku begitu gugup, desis Tasi

Hal 27
Adi memang pantas jadi juara...
”Dia begitu mahir membawakan puisi.” puji Tasi sambil bertepuk tangan
Ya, Adi memang hebat, banyak yang bertepuk tangan ketika dia selesai membacakan puisinya dengan gerakan yang luar biasa.
”Kamu juga hebat.” kata Ismi, anak kelas empat yang juga menjadi kandidat dari kelasnya sambil tersenyum tulus
”Aku hanya akan melakukan yang terbaik. Seperti pesan bundaku.” sahut Tasi
”sst, kuberitahu kamu ya...aku pun baru belajar berpuisi dan bundaku juga yang mengajari.”
Lalu mereka saling melempar senyum

Hal 28
Adi turun dari panggung dengan dada membusung
”Sebentar lagi giliranmu, Tas.” dia mengatakan itu dengan nada meledek. Adi merasa ini saatnya dia mengalahkan Tasi. Sejak di kelas satu SD, Adi dan Tasi memang bersaing untuk mendapatkan juara pertama. Tapi, Tasi sukar dikalahkan Adi tak bisa merebut juara kelas, dia harus cukup puas di peringkat kedua.
Tasi tersenyum, ”Doakan aku ya...”

Hal 29
Tiba giliran Tasi....
Dengan penuh percaya diri Tasi naik ke atas panggung
Tasi menatap bundanya sejenak

”Puisi ini dibuat oleh bunda dan dibacakan oleh putrinya, Tasi...” Tasi membuka puisi dengan begitu tenang
Lalu, dia membuka map yang dipegangnya dan mulai membaca satu demi satu. Tasi begitu menghayati puisi yang dibaca hingga tanpa terasa airmatanya menitik satu persatu.

Di akhir pembacaan puisi, Tasi berkata, ”Seperti bunda bilang, aku harus terus belajar, termasuk berpuisi. Terima kasih bunda. Terima kasih Tuhan.”


Hal 30
Tasi turun dari panggung dan berhambur ke arah bunda. Mereka berpelukan erat. Semua bertepuk tangan.

Hal 31
Hasil keputusan juri diumumkan dan ternyata…………Tasi memenangkan perlombaan berpuisi itu
“Kemenangan ini untuk Bunda.” Katanya sambil mengacungkan piala
Bunda mengedipkan sebelah matanya
Semua bertepuk tangan
Dan Tasi tersenyum bahagia

Hal 32
Sejak itulah Tasi menyukai puisi
Sejak itu juga Tasi tidak pernah mempersoalkan menang atau kalah. Bagi Tasi, yang penting adalah belajar dari pengalaman.
Terima kasih Bunda

Belajar bikin Fiksi ANAK : Cerita 6 : PAHLAWAN PINCANG

Hal 1
Namanya Abi, usia delapan tahun. Tapi biarpun usianya sudah seharusnya masuk sekolah Dasar. Abi tidak bersekolah, sebab Abi berasal dari keluarga miskin. Pak Badru, ayahnya seorang pemulung barang bekas. Ibunya seorang tukang cuci.

Hal 2
Selain miskin, Abi pun cacat. Kakinya pincang sebab ukuran kaki kiri dan kanan berbeda. Abi pun dipanggil si pincang oleh teman-teman sebayanya. Tapi, walaupun begitu Abi adalah anak yang sangat periang. Dia tidak pernah marah biarpun diolok-olok, dia selalu tersenyum. Abi sangat rajin, untuk membantu keluarganya yang serba kekurangan, Abi yang merupakan anak semata wayang ikut membantu bapaknya menjadi pemulung.

Hal 3
Sebenarnya Abi ingin bersekolah. Tapi, jika keinginan itu diungkapkan ibunya langsung menangis,
“Kami tak sanggup menyekolahkanmu,nak.” Kata ibu Ningsih dengan sedih
Lantas Abi menjadi ikut sedih
Abi tak kehilangan akal untuk tetap bisa belajar.
Diam-diam Abi sering mengintip dan mendengarkan di pinggir kelas-kelas sekolah yang ada di dekat kota ketika dia sedang bekerja.

Hal 4
Abi juga bersyukur, kerapkali ketika dia sedang memulung ada buku-buku yang masih bagus untuk dia bawa.
Dia belajar sendirian. Dia belajar membaca dari ibunya yang lulusan kelas 5 SD. Syukurlah, ibunya sangat telaten mengajari Abi sehingga Abi kecil sangat pandai membaca dan berhitung
”Hanya ini yang bisa ibu ajarkan padamu nak.” kata ibunya dengan lembut
Abi mengangguk
Setelah pandai membaca, Abi jadi sangat suka mengoleksi buku apapun, itulah sebabnya Abi menjadi anak yang cerdas
”Buku telah memberitahukan Abi banyak hal, ibu.” katanya dengan bangga
Ibu mengangguk-angguk senang
”Membacalah terus,nak. Kelak itu akan sangat membantumu mengetahui dunia ini.”

Hal 5
Itulah Abi, seorang anak miskin tapi tak pernah kehilangan semangat hidup.
“Suatu hari aku akan bersekolah seperti mereka. “ tekadnya setiap melihat rombongan anak berseragam merah putih

Hal 6
”Aku akan bersekolah seperti mereka.” kata Abi pada teman-teman sesama pemulung
Mereka semua tertawa, ”Jangan mimpi pincang. Nanti kamu malah mati membawa mimpi.” ledek Agus, anak lelaki bertubuh kurus dengan gigi kuning menyeringai
”Ya, sekolah itu hanya milik orang yang punya duit.” timpal Samson, yang punya nama sebenarnya Didit. Namun karena badannya gemuk maka teman-teman memanggilnya Samson
”Bukankah dalam buku, Tuhan menjanjikan bahwa nasib seseorang itu bisa berubah asal dia mengusahakannya?”
”Hahahaha” mereka tertawa keras
”Itu kan buku yang bilang, nyatanya, kita tetap jadi sekumpulan pemulung tak beruntung, belum lagi kakimu pincang. Hah, sampai tujuh turunanpun nasib kita akan tetap sama.” kata Agus sedikit emosi
”Aku yakin aku bisa sekolah kelak.” Abi tetap yakin dengan keinginannya
”Telan saja mimpi itu.” teriak Samson
Abi tetap tersenyum menghadapi mereka


Hal 7
Hari ini, entah untuk keberapa kalinya Abi kembali mengintip kelas di SD Mutiara
Abi membawa buku dan pulpen yang biasanya dijadikan senjata jika sedang diajari ibu.Buku yang tinggal selembar lagi itu tetap Abi gunakan untuk belajar.
Dengan mimik serius Abi mengikuti apa yang diajarkan oleh guru di dalam kelas

Hal 8
Ibu membawakan tiga potong singkong rebus
”Hanya ini yang kita makan hari ini.” kata Ibu sambil meletakkan piring di depan Abi yang terduduk di tikar rombeng
Abi menyambut singkong itu dengan riang, ”Tak apa ibu, ini sudah cukup untukku.” tangan Abi memasukkan singkong ke mulut
”Hari ini barang pulungan bapak sangat sedikit sehingga kita tidak sanggup membeli beras.”
Abi jadi merasa bersalah, ”Bu, uang hasil kerja Abi hari ini malah Abi belikan beberapa buah buku, sebab buku Abi sudah habis.”
Ibu mengangguk, ”Tak apa-apa. Sabar ya, Bi. Maafkan Ibu tidak bisa memberikan yang terbaik untuk Abi...”
”Ah ibu, kenapa mesti sedih?Abi tetap bersyukur masih memiliki Ibu dan Bapak.”
”Betapa Ibu bersyukur pula memiliki anak sesholeh kamu.”
Abi melahap singkong hingga tuntas
”Bi..”
”Ya bu..”
”Jangan sampai ketahuan ya mengintipnya....” pesan ibu
”Mudah-mudahan bu”

Hal 9
Ibu tidak tahu, beberapa hari yang lalu Abi hampir ketahuan sedang mengintip karena saat itu guru di kelas menengok ke jendela ketika Abi tanpa sengaja menginjak ranting sehingga menimbulkan suara yang berisik padahal saat itu kelas sedang senyap karena murid-murid sedang ujian.
Untung Tuhan masih memberikan kebaikan padanya.
Abi menghela nafas lega

Hal 10
Ibu juga tidak tahu kalau Abi punya teman favorit di SD Mutiara, seorang murid di kelas dua yang kelihatan sangat pintar. Setiap guru semua mata pelajaran memberikan pertanyaan dia selalu mengacungkan tangan.
Abi menjadi sangat termotivasi oleh anak lelaki berkacamata itu. Badannya tidak terlalu tinggi dibandingkan teman sebayanya, bahkan mungkin dengan Abi pun anak itu lebih pendek. Anak itu juga kelihatan lemah, seperti sering sakit, badannya kurus, tapi sorot matanya begitu berbinar dan memiliki semangat yang begitu tinggi.

Hal 11
Namanya anak lelaki itu, Gusta.
Gusta adalah anak bungsu dari keluarga Pak Tirta yang cukup berada. Mungkin karena mereka kayalah membuat keluarga Tirta terkenal sombong. Hanya Gusta saja yang tidak pernah memilih temah bergaul. Gusta sangat rendah hati dan ramah. Semua orang menyukainya

Hal 12
Abi sering membayangkan belajar bersama Gusta. Abi sangat menyukai Gusta. Senyum Gusta yang ramah selalu membingkai wajahnya yang pucat. Pernah suatu kali, Abi melempari Gusta dengan senyum ketika Abi secara tak sengaja bertemu Gusta di jalan saat dia terlambat masuk kelas. Gusta berlari tergesa-gesa sesaat setelah turun dari mobil yang mengantarnya. Ajaibnya, Gusta membalas senyum itu.

Hal 13
”Semoga dia kelak bisa menjadi temanku. Aku ingin belajar bersama dengannya.” kata Abi dalam hati
”Dia kaya tapi tidak sombong.” desisnya lagi

Hal 14
Pada suatu hari Keluarga pak Tirta hendak berangkat ke luar kota. Semua sibuk mempersiapkan diri
”Bik, mana koper saya?” teriak Gina, kakak Gusta yang paling tua.
Seorang wanita tua tergopoh menghampiri, ”Huuuh, lama banget sih kalo di suruh.” omel Gina sinis
”Tadi bibi sedang mengepaki bajuku, kak.” kata Gusta membela
”Udah, anak kecil jangan ikut ngebelain tua bangka ini.” ujar Gina membentak Gusta
Lalu mereka mulai memasukkan barang-barang ke mobil
Seorang Satpam dengan badan tegap membuka pagar
”Sudah siap semua?” kata Pak Tirta
”Yaaa....”

Hal 15
Abi sedang memilih sampah yang kira-kira bisa diambil
”Ekh, pantesan sampah-sampah suka berserakan. Oh, pasti ini penyebabnya. Ada tikus besar rupanya.” Bu Tirta yang tak sengaja keluar pagar duluan marah pada Abi.
Abi menghentikan kegiatan mengaduk sampah
”Awas jangan ke sini lagi! Kalau tidak, saya adukan ke satpam komplek.” ancam bu Tirta
Gusta yang belum naik ke mobil, menghampiri ibunya
”Ekh...” sesaat setelah melihat Abi, dia menunjuk Abi
”Heeemmm..kayaknya aku pernah lihat kamu.” katanya ramah
Abi tersenyum, ”Oh, kamu kan anak yang sekolah di SD Mutiara?”
”Eeeh, Gusta cepet masuk mobil. Jangan berteman dengan anak dekil ini.”
”Bentar ma...halo...” terlambat, Bu Tirta menarik tangan Gusta masuk mobil dan mobil itu langsung melaju
Sayup Abi masih mengingat ancaman Bu Tirta
”Awas jangan ke sini lagi!”
Abi menghela nafas, betapa berbedanya sikap Gusta dengan ibunya.

Hal 16
Abi menceritakan hal itu pada bapak dan ibu saat mereka sedang makan malam
”Ya, begitulah orang kaya. Kadang mereka tak pernah menganggap si miskin juga manusia.” kata Bapak
”Itu karena mereka tidak tahu kalau itu tidak baik, pak.” sela Abi
”Mungkin saja, atau karena mereka memang tak mau bergaul dengan si miskin.”
”Abi, hati-hati ya kalau sedang memulung. Jangan sampai kamu membuat kotak sampah rumah-rumah besar itu berantakan.” pesan ibu
”Ah, tidak kok Bu. Abi selalu membereskannya kembali.” jawab Abi
”Yang penting bapak pesan. Apapun yang kamu lakukan tidak membuat orang lain marah. Kita harus mencari uang dengan jalan halal dan diridhoi. Kalau orang lain sudah marah dan tidak ridho maka uang yang kita dapat jadi tidak halal.”
”Iya bapak.”

Hal 17
Kejadian itu tetap tidak mematahkan semangat Abi
Abi tetap ceria, Abi tetap rajin belajar, Abi tetap menjadi anak yang rajin.


Hal 18
Abi mengintip, dan uuups..Gusta menengok ke jendela tetap saat Abi sedang memandangnya
”Mati deh...” jantung Abi berdebar takut Gusta melaporkannya pada guru
”Dia, laki-laki kecil pemulung dan pincang itu...” kata Gusta dalam hati, dia pura-pura tidak tahu Abi ada hingga pelajaran selesai
Abi menghela nafas lega

Hal 19
Gusta gelisah, sampai sore begini belum ada yang menjemput ke sekolah
”Apa aku akan naik angkutan umum saja?” tanya Gusta dalam hati dengan bingung
Abi melihatnya Gusta sendirian. Tapi dia takut untuk mendekati. Dia khawatir ketahuan jika ada yang melihat. Dan dia bisa kena marah keluarga Gusta. Tapi....Uuups, Gusta kelihatan gelisah. Tengok kiri kanan dan....ciiiit.....


Hal 20
Gusta menyebrang dengan tergesa-gesa tidak mengetahui ada mobil datang dengan kecepatan tinggi..
Abi berlari ke arah tabrakan itu
”Gusta..gusta bangun...” kendaraan yang menabrak Gusta lari....Gusta bersimpah darah.

Hal 21
“Aduuh, bagaimana ini?” Abi melenguh…orang-orang mulai berdatangan.
“Kenapa de?”tanya seorang Bapak
“Tabrak lari pak..” jawab Adi gugup
“Ayo bawa ke rumah sakit..Ade ikut sebagai saksinya..” ajak Bapak itu
Lalu mereka ke rumah sakit…
Gusta masih tak sadarkan diri, darah bercucuran

Hal 22
“Ade mengenalnya?” tanya dokter
Adi mengangguk, “Dimana keluarganya?…anak itu terlalu banyak kehilangan darah. Kita butuh donor darah. “
“saya tidak tahu bagaimana cara menghubungi mereka, tapi saya tahu tempatnya.”
“Tapi kita butuh cepat..saya harus menyelamatkan dia secepatnya.”
“Bagaimana kalau saya yang menjadi donor darah?” usul Abi
“Golongan darahmu?”
Abi menggeleng pelan
Ya, tak ada waktu lagi, Abi langsung diajak dokter untuk periksa darah

Hal 23
“Syukurlah…semua sudah tertangani dengan baik. Terima kasih nak.” Kata dokter
Ternyata, darah Abi cocok dengan Gusta
“Dokter, saya pulang. Anak itu bernama Gusta. Kalau tidak salah keluarganya tinggal di komplek Permata Biru blok.G.”
Abi pulang dengan hati bahagia

Hal 24
Seperti biasa Abi pergi memulung
”Abi, hati-hati di jalan.” kata ibu setelah mengecup keningnya
Abi memeluk Ibu, ”Ibu, betapa Abi sayang sama Ibu.”
”Ah Abi, seperti mau pergi kemana saja kamu ini.”
”Terima kasih ya bu, sudah mengajari Abi membaca. ”
Ibu tersenyum

Hal 25
Gusta sudah sadar
Pak Tirta dan Bu Tirta sudah terlihat lebih lega
”Akhirnya kamu sadar..”
”Maafkan Ibu ya nak. Ibu telah telat menjemput. Ibu sibuk sekali hari itu.”
”Aku dimana bu?”
”Kamu di rumah sakit. Kamu tertabrak dan tak sadarkan diri beberapa hari.”
Mata Gusta melihat sekeliling ruangan, ”Lalu, siapa yang membawa aku ke sini bu?”

Hal 26
Dokter Harun datang menghampiri
”Ada seorang anak laki-laki menemanimu ke sini.”
”Anak laki-laki?”
”Itu yang mau kami tanyakan nak...”kata pak Tirta
”Anak itu telah menyumbangkan darahnya untukmu. Kami ingin berterima kasih.” lanjut bu Tirta
”Aku tidak tahu, bu.” kata Gusta lirih
”Bagaimana ciri-cirinya dokter?” kata Pak Tirta
”Heeem, sepertinya dia seorang pemulung, soalnya penampilannya sangat dekil. Dan satu lagi, kakinya pincang.”
Semua terdiam....
”Anak itu, ibu...”
Mata Gusta membelalak

Hal 27
“Siapa nak?” tanya Bu Tirta penasaran
“Anak pemulung yang tempo hari ibu marahin di depan rumah.”
Bu Tirta terdiam, lalu “Anak yang mengacak-ngacak tempat sampah depan rumah.”
“Sepertinya dia bu, sebab ketika aku sedang belajar aku melihatnya mengintip ke kelasku. Dia ingin ikut belajar…”
Bu Tirta menangis haru, “Tapi dimana kita cari dia?”


Hal 28
Beberapa minggu kemudian…
Gusta sudah masuk sekolah dan dia berharap bisa bertemu si pengintip kelas. Gusta meletakkan sepucuk surat tepat di bawah jendela
Gusta menulis,
“UNTUK ANAK YANG SUKA MENGINTIP”

Abi masih sering mengintip di kelas dan dia begitu senang ketika melihat Gusta sudah masuk sekolah….

Hal 29
Mata Abi melihat surat itu,
“UNTUK ANAK YANG SUKA MENGINTIP”
Apakah ini untukku? Kata Abi bingung, dia lalu menatap Gusta. Gusta mengangguk-angguk seolah mengatakan bahwa surat itu memang untuk Abi dari dia
Abi membuka surat itu perlahan..

Hai….
Terima kasih sudah menolongku. Namaku Gusta. Aku berterima kasih karena kamu memberikan darahmu untukku. Ini artinya sekarang aku adalah bagianmu dan kamu adalah bagianku. Kita sekarang bersaudara. Bagaimana kalau pulang sekolah kita bertemu? Aku tunggu ya….

Saudaramu,
Gusta

Pesan : ssss…jangan sering ngintip nanti ketahuan loh..hehehe

Abi tersenyum

Hal 30
Pak Tirta dan keluarga mendatangi gubug keluarga Abi
“Kami sangat berterima kasih atas kebaikan yang anak bapak berikan pada Gusta.” Kata Pak Tirta menahan tangis
“Tak usah berterima kasih pada kami pak, buat kami ini hanya sekedar kewajiban sebagai sesama makhluk Tuhan. Bukankah kita semua harus saling menolong.” Jawab Pak Badru bijaksana
“Terima kasih Tuhan karena mempertemukan kami pada keluarga bapak yang menyadarkan kami akan banyak hal. Untuk itu, kami ingin mengangkat Abi menjadi bagian keluarga kami. “ Pak Tirta langsung mengungkapkan keinginannya, diikuti anggukan seluruh keluarganya.
“Kami akan menyekolahkan Abi dan membiayainya hingga kuliah. Jika mungkin, kami ingin mengajak Abi tinggal di rumah kami sebagai teman bermain Gusta.” Lanjut pak Tirta
Abi memandang ibu dan bapak bergantian
Gusta melempar senyum padanya

Hal 31
“Terima kasih atas kebaikan keluarga bapak. Tapi….”
“Hanya Abi milik kami satu-satunya…” lanjut ibu sedih
“Walaupun kami tahu kami takkan sanggup menyekolahkannya.”
Semua terdiam
“Abi ingin sekolah…”kata Abi lirih
Semua kembali terdiam
Bu Tirta angkat bicara, “kalau begitu keluarga bapak bisa tinggal di rumah kami. Bapak bisa menjadi tukang kebun, ibu bisa membantu saya masak, dan Abi tetap sekolah seperti anak-anak lain. Bagaimana?”
“Saya serius bu..” bu Tirta menyakinkan
“Sudah kewajiban manusia untuk saling menolong.” Lanjutnya bijaksana
Semua bernafas lega


Hal 32
Abi hari ini mulai sekolah dan dengan bangganya dia mengenakan seragam merah putih
“Aku sekolah bu..” katanya berkaca-kaca
Ibu dan Bapak menangis bahagia
“Terima kasih Tuhan..”

Belajar bikin Fiksi ANAK : Cerita 5 : MENJADI SASTRAWAN

Hal 1
Pangeran kecil itu masih beraksi di atas panggung dengan penghayatan yang luar biasa
“Aku ingin menjadi seseorang yang berharga untukmu. Maukah kau menerimaku sebagai pangeranmu.” katanya dengan tangan menjulur dan kaki menekuk pada seorang putri kecil di hadapannya
”Ya, aku bersedia...”
Lalu tepuh tangan riuh terdengar
Yup, pangeran dan putri kecil itu adalah si kembar Andra dan Andara yang sedang bermain operet untuk sebuah pagelaran kemanusiaan yang total penjualan tiketnya untuk korban banjir Lapindo.

Hal 2
Sepulang dari pagelaran itu, papa dan mama mengajak mereka ke toko buku
”Pa, kalau aku sudah besar nanti, aku ingin membuat pagelaran yang lebih bagus dari yang tadi.” Kata Andra
”Wah, bagus itu..” puji papa menyemangati
”Tapi, memangnya kamu tahu caranya?” timpal Andara
”Tentu saja tahu. Kata bu Guru sebelum opera itu dibuat, harus ada tulisan-tulisan dulu yang akan dijadikan panduan.”
”hihihi..maksudnya script kan?” ledek Andara
”ooooh begitu...” papa dan mama mengangguk-angguk

Hal 3
Rupanya keinginan Andra bukan main-main. Sejak itu Andra mulai banyak mencari tahu mengenai kegiatan menulis.

Hal 4
”Nah, mungkin tepatnya menjadi seorang sastrawan.” kata Papa ketika Andra kembali bertanya seputar keinginan itu
”Apa itu sastrawan?” tanyanya
”Sastrawan adalah istilah bagi orang-orang yang menghasilkan karya sastra seperti novel, puisi, sajak, naskah sandiwara dan lain-lain.” lanjut papa
”Jadi sastrawan itu susah tidak?”
”Kalau kamu mau dan yakin bisa, ya pasti bisa.” Papa memotivasi
”Siapa saja yang bisa dikatakan sastrawan, Pa?” tanya Andara
Mama menyahut, ” penyair, penulis, pujangga serta profesi-profesi sejenis itu.”

Hal 5
“Waaaaah hebat ya mereka bisa jadi sastrawan.” kata Andra sambil membayangkan dirinya telah menjadi seorang sastrawan

Hal 6
Diam-diam mama dan papa bangga dengan keinginan Andra untuk menjadi sastrawan.
Bahkan suatu hari papa membelikan Andra banyak sekali buku
”Ih papa buku yang dibeli banyak sekali, mending beli sepeda baru.” katanya
”Loh, katanya mau jadi sastrawan”
”Apa hubungannya dengan buku.”
”Hemm, Andra menjadi sastrawan itu salah satu modalnya adalah banyak membaca.”
”Kok baca?”
”Darimana para sastrawan itu memiliki banyak kosakata untuk merangkai kata selain melalui kegiatan membaca.”
”Wah pa, kalau harus baca segini banyak sih. Andra nyerah deh..” katanya sambil manyun
”Ya, baca saja yang kamu sukai terlebih dahulu.” pesan papa
Dan Andra pun mulai membaca

Hal 7
Pagi itu Andra masih sibuk dengan bacaannya
“Bagaimana kalau sarapan dulu.” kata mama
“Aku sudah banyak membaca buku-buku yang bagus tapi aku belum bisa membayangkan bagaimana menulis seperti sastrawan yang menulis buku itu.” sungutnya
“Andra, menjadi sastrawan itu kan butuh proses. Nanti juga kamu bisa, maka…”
“Ya?”
“mulailah dari sekarang untuk belajar menulis.”

Hal 8
Andara punya usul “Bagaimana kalau tulisan yang kakak buat Andara baca.”
Andra tertawa terbahak, “Dasar konyol! Memangnya kamu bisa menilai tulisan kakak?”
Andara mengangguk, “kenapa tidak? kan papa sering beli buku jadi Andara juga tahu mana buku yang enak dibaca atau tidak.” katanya tanpa kehilangan semangat
Andra berhenti tertawa, “ bener juga ya? heem, adik kakak pinter deh. Tapi…”
“Kenapa?”
“Apa kakak bisa jadi sastrawan?”
Andara menatapnya, “Kakak, sebenarnya apa enaknya jadi sastrawan?” tanya Andara polos

Hal 9
Andra sedang membayangkan dirinya menjadi sastrawan terkenal. banyak yang mengerubuti dirinya untuk meminta tanda tangan di buku yang baru saja diterbitkan. Puiiih, matanya menerawang jauh ke langit ke tujuh.

Hal 10
”Kakak..” Andara menepuk pipinya
”Apa enaknya jadi sastrawan?” tanya Andara sekali lagi pertanyaan itu dilontarkan
”Jadi terkenal.” kata Andra tegas
Hi hi hi hi..mereka tertawa berdua

Hal 11
Menjadi sastrawan itu asyik, bisa terkenal dan dimintain tanda oleh banyak orang
“Tapi, lebih terkenal jadi artis sinetron dong.” kata Rio saat Andra mengatakan cita-citanya
“Bisa muncul di TV tiap hari lagi.” sambul Alen dengan hidung kembang kempis
“Iya sih..tapi aku tetep milih jadi satrawan. Lagipula dengan menulis, kata papa, kita bisa sambil curhat.” jawab Andra
“Oooh…”
“Dan curhat itu bikin awet muda.”
“Memangnya kamu sudah tua?” kata Alen dan Rio heran
Ha ha ha ha…mereka tertawa ngakak


Hal 12
Andra tersenyum puas, di tangannya ada beberapa lembar kertas
“Akhirnya aku bisa menulis juga.” katanya sambil tersenyum
Andara yang sedari tadi memperhatikan kakaknya langsung usil, “kakak kenapa tertawa sendiri? pasti lagi ngekhayal dikejar-kejar fans ya..?” ledek Andara
“Bukan lagi….”
“Lalu?”
“Akhirnya kakak sudah membuat sebuah tulisan menarik.”
“Oh ya? boleh Andara baca?”
“Boleh..”
“Karya kakak ini dinamakan cerpen alias cerita pendek karena jumlah halamannya cuman 7 halaman dan ceritanya langsung selesai.”
“Lho memangnya ada yang lain selain cerpen?’”
“Karya sastra itu ada cerpen, cerbung, novel, novelet dan banyak lagi.”
“iiih, kakak dah pinter sekarang.” puji Andara
Andra tersenyum senang mendengar pujian adiknya itu

Hal 13
Pujian dari Andara semakin menguatkan Andra untuk bercita-cita menjadi sastrawan
“Semua orang bisa menjadi apapun yang mereka mau, asal mereka yakin mereka bisa mencapainya.” nasehat mama itu tidak pernah Andra lupakan sampai kapanpun

Hal 14
Selain menjadi hobby membaca, Andra menjadi kian rajin menulis. Bahkan dia tidak pernah sungkan untuk meminta komentar dari teman-teman sekolahnya mengenai tulisan yang dia buat.
“Andra, apakah kamu bisa membuat puisi. Bundaku besok ulang tahun dan aku ingin memberinya puisi yang baguuuuus sekali.” kata Rima, teman sekelasnya
“Lalu?”
“Ya tentu saja aku akan memintanya pada sastrawan yang handal seperti kamu. mau ya, membuatkan aku puisi?” pinta Rima
“Tentu saja.” jawab Andra semangat
Andra senang membantu teman-teman yang lain dengan hobby menulisnya

Hal 15
“Rupanya semakin sering kita membaca dan menulis tentang apa saja. semakin terlatih kita mengeluarkan ide di kepala.” kata Andra pada Andara
“Mungkin saja kak, asal kakak tidak membuatkan pr mengarang teman-teman. kan membuatkan pr orang membuat mereka tidak belajar.” sahut Andara
“Siyap kapten!” ujar Andra sambil menjawil pipi Andara
“Kecuali prku loh kak hahahaha…”
Idiiiih…….hahahaha


Hal 16
Andara bilang kepada mama dan papa kalau Andra sudah bisa membuat tulisan-tulisan yang bagus, teman-temanpun pada ikut minta dibuatkan tulisan. Mama dan papa sangat senang mendengarnya

Hal 17
"ooh, jadi ini sastrawan kecil kita.” Goda papa
"Papa, ngeledek terus.” kata Andra
Mama dan papa duduk di kursi Sofa
”Jadi kapan acaranya dimulai?”
”Loh, acara apa, Pa?”
”Kata Andara, Andra mau membacakan cerpen bagus yang baru dibuat.”
Andra pun tersipu

Hal 18
Jika papa mendukung dan memberikan pandangan positif untuk karya Andra tapi tidak semua setuju dengan itu,
”Kok tulisan seperti ini dibilang bagus?” komentar Rasya sinis ketika membaca salah satu tulisan Andra di mading sekolah
Andra yang kebetulan lewat langsung saja telinganya memerah

Hal 19
Andra tidak bisa menerima kritik yang didengarnya. Dia begitu sedih

Hal 20
”Ma..” Andra berniat menceritakan kesedihannya pada mama
Mama yang sedang sibuk memotong wortel, meletakkan pisau dan berbalik menghadap Andra, ”Ada apa sayang?”
”Apakah tulisan Andra jelek?”
Mama menatapnya, ”loh kok bertanya seperti itu?”
”Ada yang mengatakannya ketika dia melihat tulisan Andra di mading.”
”Oooh, jadi itu yang membuat kamu sedih beberapa hari ini?”
Andra terdiam tak menyahut

Hal 21
”Andra, kamu harus bangga dengan cita-itamu menjadi seorang sastrawan. Karena keingnan itu tidak banyak dimiliki oleh anak seusia kamu.” kata mama sambil mengajak Andra duduk di ruang tengah
“Memang sih, menjadi seorang sastrawan itu tidak mudah. sebab setiap orang punya pendapat yang berbeda pada sebuah karya sastra.”
”Tidak jarang semangat si satrawan bisa langsung runtuh ketika karyanya dikritik. Tapi yang paling bagus sih, sastrawan yang pantang menyerah dengan kritik, malah menggunakan kritik sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas tulisan. ”
”Jadi?” tanya Andra mendengar pemaparan mamanya
”Jadi, terus semangat dong!” kata mama sambil mengepalkan tangan
”Ya, seperti semangat ketika kita mendapatkan ice cream dari papa.” celetuk Andara yang datang tiba-tiba ke ruangan
Hal 22
Begitulah, Andra mulai menyiapkan mental untuk menghadapi kritik maupun pujian yang datang. semua karena dia harus terus memperbaiki karyanya
Hal 23
Andra malah semakin sering menunjukkan karya-karyanya kepada teman-teman
”Wah, cerita yang ini seru Ndra” puji Ratmi
”Kalau puisi ini kayaknya kurang deh.” komentar Nanat
”Aku sedih banget baca cerpenmu, iikh, kenapa sih harus berakhir sedih gitu?” tanya Aril
Dan komentar-komentar yang diberikan oleh mereka selalu Andra terima dengan lapang dada
Hal 24
KADANG-kadang Andra mengalami juga kesulitan membuat tulisan
“Darimana sebenarnya ide itu muncul, ma?” mama mengelus kepala Andra dan menatap anaknya dengan penuh sayang
“Darimana saja. Bahkan kamu menuliskan pengalamanmu ketika tidak memiliki ide untuk menulis.” kata mama
Hal 25
Lantas Andra menulis apa saja yang dia inginkan. Beragam pengalaman sehari-harinya menjadi bahan tulisan.
”Aku benar-benar menyukai kegiatan ini.” katanya pada Andara
”Tapi kakak curang, kakak tidak pernah mengajariku menulis.” sungut Andara sebel
”Modal kakak kan membaca dan terus belajar menulis. Kamu pun bisa melakukannya.”
”Tapi aku tidak berbakat.”
”Semua orang bisa kok. Yuk belajar menulis.”
dan mereka pun belajar bersama
Hal 26
Kemahiran Andra menulis diketahui oleh Bu Juwita
”Andra, ada lomba menulis di kotamadya. Andra mau ibu daftarkan?” tawaran bu Juwita menarik juga
”Boleh bu, Saya ingin coba bersaing dengan teman-teman yang lain.”
Bu Juwita mengangguk-angguk bangga

Hal 27
Sebetulnya Andra ketika mengikuti perlombaan menulis belum pernah menang tapi semangat Andra tidak pernah padam
”Yang penting kamu belajar.” kata mama
”Kelak Andra juga bisa menang.” kata Andra Optimis

Hal 28
Kata mama dan papa sebetulnya Andra sudah menjadi pemenang di setiap perlombaan karena Andra tidak pernah merasa sedih jika dia kalah justru dia semakin bersemangat untuk terus menulis dan mewujudkan mimpinya

Hal 29
”Mimpi pertama yang ingin Andra wujudkan adalah membuat operet di perpisahan sekolah. karena Andra memiliki keinginan menjadi sastrawan ketika Andra bermain di operet itu.” kata Andra
”Wujudkanlah!” kata mama dan papa

Hal 30
Perpisahan sekolah tiba...
Andra dan Andara akan melepas sekolahnya di SD. Pagelaran operet digelar. Kali ini yang menjadi pemain bukan Andra, sebab Andara adalah penulis dari Operet yang berjudul ”Mencari Kelinci Berwarna Hijau”

Hal 31
Operet yang ditampilkan mendapat sambutan yang luar biasa dan Andra memang benar-benar merasa menjadi sastrawan

Hal 32
Ternyata menjadi sastrawan itu asyik banget karena dengan menulis kita bisa meluapkan perasaan tentang apa saja bahkan menulis tentang apa saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Lho, memangnya ada kelinci berwarna hijau? hahahahaha

Belajar bikin Fiksi ANAK : Cerita 4: RARA SI PEMURAH

Hal 1
Rara, anak perempuan manis berusia sepuluh tahun. Rara sekolah di sebuah SD tempat para anak orang kaya bersekolah. Rara memang anak keluarga kaya. Papanya pejabat di sebuah perusahaan hebat. Ibunya seorang dokter terkenal. Rara adalah anak tunggal yang sangat disayang.

Hal 2
Tapi, di sekolah Rara terkenal sangat pelit. Rara yang pintar paling pelit untuk mencontekkan kertas ujiannya pada teman-teman. Rara yang memiliki uang saku besar, paling jarang mentraktir teman-temannya. Rara dipanggil si pelit oleh teman-temannya.
“Aku bukannya pelit. Tapi, aku tidak melihat teman-teman membutuhkan bantuanku.” Alasannya pada Tary, seorang teman yang menanyakan padanya kenapa dia begitu pelit.
Tary hanya tersenyum sinis dan berkata, “Sekali pelit ya tetap pelit.”
Rara hanya tersenyum

Hal 3
Rara diajarkan oleh orangtuanya untuk membantu orang yang kesusahan. Walaupun mereka kaya, tapi mereka memang tidak sombong. Malah orangtua Rara memiliki kebiasaan bersedekah setiap hari.
”Jika mau membantu, kamu harus memilih pada yang benar-benar membutuhkannya dan juga bantuan yang bernilai positif.” pesan mama pada Rara

Hal 4
Bagi Rara memberikan contekan bukanlah bantuan yang bernilai positif.
”Aku akan mengajak kalian belajar bersama jika mau..” kata Rara
”Huuuu” tapi mereka mencemooh
Sebenarnya Rara sedih melihat hal itu tapi Rara memang tidak ingin memberikan sesuatu yang tidak bernilai positif.

Hal 5
Akibat dari sikapnya itu kadang-kadang Rara dikucilkan oleh teman-temannya. Kalau sudah sebel, mereka bahkan membiarkan Rara duduk sendiri. Sebetulnya Rara bingung harus bagaimana tapi bukankan mencontek memang bukan perbuatan yang baik?
”Dengan memberikan contekan berarti kamu membuat teman-temanmu menjadi bodoh dan malas.” kata mama ketika Rara mengatakan kegundahannya

Hal 6
Di balik kesedihannya, Rara terus berusaha untuk mendekati teman-temannya dengan jalan yang dirasa lebih positif.
Kadang-kadang dia juga ragu akan dirinya sendiri, apakah memang dia pelit seperti yang dikatakan teman-temannya?
Hampir setiap malam Rara memikirkan cara yang terbaik agar dia dan teman-temannya bisa tetap bersahabat baik.
”Tapi aku harus bagaimana?” katanya berulang dalam hati

Hal 7
Di sekolah Rara memang terkenal si pelit, tapi mereka semua tidak tahu kalau sebagian uang saku Rara itu sering mampir di pengemis-pengemis sepanjang jalan yang dilalui mobil yang membawa Rara ke sekolah.
”Non, ntar pengemisnya malah keenakan loh.” kata pak Agus, supirnya
”Ini lebih baik pak, dibandingkan untuk jajan. Rara sudah kenyang tapi mereka kelaparan. Nanti kalau mereka sudah dapat pekerjaan, mereka tidak akan mengemis lagi kok.” kata Rara dengan yakin
Pak Agus hanya mengangguk, ”Tapi, siapa yang mau mempekerjakan mereka? ” diam-diam pak Agus bertanya pada dirinya sendiri

Hal 8
Kebiasaan itu terus Rara lakukan. Betapa berbedanya Rara di sekolah dan di luar sekolah. Rara tetap menjadi dirinya sendiri.

Hal 9

Suatu pagi yang mendung, Rara melihat di pinggir jalan seorang anak kecil dekil menangis di depan laki-laki brewokan berbadan tegap.
“Tolong bang, jangan ambil uang ini. Ibu saya sakit keras. Kalau ibu tidak dibelikan obat sekarang maka sakit ibu bisa bertambah parah.” Ujar anak itu sambil menangis. Sayup suaranya yang lirih jelas di telinga Rara. Rara membuka jendela dan menatapnya.
Terlambat lampu merah berganti lampu hijau. Mobil yang membawanya ke sekolah segera melaju kencang.
Hal 10
Sudah empat hari berlalu tapi Rara belum juga bisa menghilangkan bayangan suara anak dan wajahnya yang memelas. Entahlah, Rara begitu tersentuh untuk mencari tahu tentang anak lelaki sebayanya itu. Tapi, kemana? Sejak kejadian itu dia tak pernah lagi melihat dia di stopan lampu merah yang selalu dia lewati.

Hal 11
Hari ini ulangan, seperti biasa ruangan kelas menjadi sunyi. Semua sibuk dengan kertas ulangannya tapi Rara sibuk dengan pikirannya.
”Apa yang terjadi dengan anak lelaki kecil itu dan apa yang terjadi dengan ibunya?” katanya berulang-ulang dalam hati
”Pssstttt...pssstt..” terdengan suara samar memanggilnya
Rara menoleh ke arah suara. Ratmi komat kamit
Rara tahu Ratmi meminta jawabannya. Rara menggeleng.
Ratmi mencibir

Hal 12
Ah, semoga Ratmi tidak marah,dengus Rara dalam hati.
Tapi, sebenarnya Ratmi memang marah. Hati Ratmi begitu panas saat Rara mengeleng-gelengkan kepalanya.
”lihat aja nanti.” Ancam Ratmi

Hal 13
Namun, kemarahan teman-temannya tidak terlalu Rara pikirkan. Saat ini yang ada di pikirannya adalah anak yang menangis itu. Anak laki-laki dekil yang ibunya sedang sakit. Dimana dia?

Hal 14
”Pak Agus...” Rara memanggil supirnya
”Ya non...” pak Agus melihat Rara dari kaca spion
”Pak Agus masih ingat tidak anak yang beberapa hari yang lalu menangis karena uangnya mau diambil laki-laki brewokan?” tanya Rara
Dahi pak Agus mengeryit lalu menggeleng
”Di stopan ini kok pak..” Rara memberikan penjelasan
”Pak Agus tidak ingat, bahkan tidak tahu.”
”Yaaaaah, pak Agus payah. Masa nyetir nggak nengok kiri kanan.”
Pak Agus tersenyum, ”Memangnya kenapa non?”
”Rara ingin bertemu dengan anak itu.” katanya
Pak Agus menancap gas karena lampu hijau menyala
”Nanti kita cari ya non?” katanya santai
Rara manggut-manggut

Hal 15
Ternyata Pak Agus tidak bohong. Pulang sekolah Pak Agus mengajak Rara ke daerah stopan itu.
”Kenapa non ingin ketemu anak itu?”
”Rara kasihan pak...”
”Memangnya kalau kasihan mau digimanakan? Kan banyak orang yang dikasihani, contohnya pak Agus.” Pak Agus menyeringai
Rara tersenyum, ”Pak Agus kan sudah besar, dia anak kecil.”
Pak Agus memarkir mobilnya di tempat parkir sebuah bank dekat stopan itu.
”Non harus hati-hati sama orang-orang itu.” tunjuk pak Agus pada sekumpulan anak-anak dekil di pinggir jalan
”Yuk, gandeng pak Agus. Nanti kalau ada apa-apa biar pak Agus yang melawan.”
Rara tersenyum, ”Iiih pak Agus kayak superman.”
Lalu mereka menyebrang jalan

Hal 16
Rara menatap satu persatu anak yang berkumpul
”Anak itu tidak ada.” katanya dalam hati
”Adik-adik, saya mau bertanya, boleh?” tanya pak Ujang dengan hati-hati
”Tanya apa pak?” tanya satu anak bertubuh gempal
”Ayo non, non yang tanya.” pak Ujang menyuruh Rara yang bertanya
”Oh yang mau nanya anak ini.” kata anak lain yang berkulit gelap sambil menunjuk Rara
”Heeem....aku mau tanya, kalau di sini ada anak sebayaku yang kulitnya agak gelap, rambutnya botak, dan kurus?”
Semua saling memandang
”Yang kurus banyak ...” kata mereka sambil tertawa
”Aku serius...” Kata Rara meyakinkan
”Siapa yang nggak serius?”
”Terus kenapa cari si kulit gelap, botak ,dan kurus itu?”
”Karena aku pernah melihatnya menangis ketika seorang laki-laki mengambil uangnya.”
”lalu, apa hubungannya denganmu anak SD yang manis?” ledek mereka
”Aku kasihan saja, kudengar ibunya sedang sakit parah.”
”Lalu?”
”Heeemmm...”
”ooooh aku tahu siapa, itu si Ujang. Ibunya baru meninggal seminggu yang lalu.”
Rara merasa sedih mendengarnya.
”Ibunya meninggal?”
”Ya, kena TBC...”
”Dimana rumahnya?” tanya pak Agus
”Heeem....cepek dulu dong...”
Rara mengeluarkan uang sepuluh ribu
”Buat kalian semua. Bagi-bagi ya...tolong tunjukkan rumahnya.”

Hal 17
Ujang baru selesai mengamen, dia kaget ketika mendapati Rara ada di rumah petaknya.
”Siapa kamu?” tanyanya ketus, sambil memperhatikan Rara dari ujung rambut hingga ke ujung kaki
Rara menyerahkan sebuah bungkusan, ”Aku teman barumu, Rara.” katanya
Ujang tidak mengulurkan tangan, ”Aku tidak punya teman orang kaya. Dan apa kamu bawa bom di dalam bungkusan itu?” tanyanya acuh
”Tidak, aku bawa makanan untukmu.”
”Aku sudah makan.”
”Kamu tidak suka berteman denganku? namamu Ujang kan?” tanya Rara
Ujang duduk di lantai tanah, menghitung uang receh
”Kamu yang tidak akan suka berteman dengan pengamen seperti aku.”
Cring...cring...cring...terdengar suara receh yang sedang dihitung
”Besok aku ke sini lagi. Makanlah apa yang kubawakan ini. enak kok..” Rara meletakkan bungkusan nasi di depan Ujang dan berlari kecil menuju pak Agus

Hal 18
”Ujang, tiga hari yang lalu ada anak perempuan yang mencarimu. ”kata Tata ketika mereka sedang berkumpul
”Oh iya, siapa ya dia? dia kemarin datang ke tempatku?” kata Ujang bingung
”Namanya Rara, katanya dia tahu kamu waktu tidak sengaja melihat kamu menangis ketika si Bos ngambil duit kamu.”
”oooh..” Ujang membulatkan mulutnya
”Tapi...” dia melanjutkan
”Untuk apa dia mencariku?” tanya Ujang pada teman-temannya
Mereka semua menggeleng tanda tak mengerti

Hal 19
Hampir setiap hari Rara menunggu Ujang di rumahnya tapi tak pernah bertemu. Rara tidak tahu kalau Ujang mengintainya dari jauh
”Aku tidak mengerti kenapa dia terus mencariku?” Ujang bertanya dengan bingung pada dirinya sendiri

Hal 20
”Heiii...” sapa Rara ramah pada teman-teman pengamen
”Hallo gadis kecil..” sapa mereka tak kalah ramah
”Sudah ketemu Ujang?” tanya Tata
Rara Menggeleng
”Ujang tidak akan bertemu denganmu, kecuali kamu memberitahukan kami alasanmu terus mencari-carinya.”
Rara terdiam, lalu, ”Memangnya aku tidak boleh berteman dengan kalian?”
Semua kaget mendengar jawaban Rara

Hal 21
Rara sebenarnya punya maksud tidak sekedar berteman. Dia berpikir untuk belajar bersama mereka, mengajarkan mereka membaca, memberikan sedikit ilmu yang dia miliki untuk Ujang dan teman-temannya. Kelihatannya ini akan menjadi pengalaman yang menarik untuknya

Hal 22
“Gimana, Jang? Bisa tidak?” Tanya Rara tak sabar mendengar reaksi dari Ujang.
Ujang menggeleng pelan, “Itu sulit, Ra.” Katanya sambil menghena nafas berat
“Oalah Jang, masa sih belajar bareng aku saja susah.”
“Masalahnya saya harus bekerja.” Ujar Ujang lirih
“Sebentar saja….paling 15 menit saja. Aku ingin mengajakmu membaca tentang dunia.”
“Memangnya dunia bisa dibaca?”
Rara mengangguk, “kamu akan lihat nanti jika kamu sudah bisa membaca.”
Mata Ujang tak berkedip menatap Rara.
“Non, cepat pulang. Sudah sore.” Pak Agus melambai ke arah mereka
“Oke, aku pulang ya Jang? Sampai ketemu besok.” Rara berlari kecil kearah mobil
Mobil itu melaju. Ujang terus menatap hingga mobil hilang di tengah keramaian.

Hal 23
“Mama salah, aku belajar bukan dengan teman-teman sekolah.”
Mama menduga-duga dengan siapa Rara belajar bersama
“Lalu, dengan siapa? Hingga kadang sore menjelang kamu baru pulang. Betah sekali kelihatannya.” Goda mama
“aku berteman baik dengan Ujang.” Rara jujur
“Siapa? Ujang? Siapa itu Ujang. Seperti mama baru dengar nama itu.” mata mama membulat
“hihihi…Ujang itu pengamen di stopan dekat sekolah ma..”
“Apa?” mama kaget
“Kok mama kaget begitu? Bukannya mama bilang Rara diperbolehkan membantu teman yang memang membutuhkan dan memberi manfaat positif?”
Mama mengangguk-angguk
“Aku mengajari Ujang membaca ma…” lapor Rara bangga
“Lantas? Apakah ada yang menganggumu di sana?” rupanya mama agak khawatir juga dengan Rara
“Enggak..malah semua anak disana baik. Mereka semua mau belajar membaca.
Mama tersenyum, “Jadi, kamu jadi guru kecil ya?..” goda mama
“Ya iya laaaah..kan mama yang ngajarin.” Rara tertawa lepas
“Pak Agus?”
“Pak Agus kadang-kadang ikut belajar juga loh…hahahaha.”
Mama bangga sekali mendengar celotehan putri kecilnya itu.

Hal 24
Rara sibuk membagikan buku cerita yang kemarinnya dibeli di pasar buku murah bersama mama
“Hari ini, kita semua akan kebagian membaca cerita yang kalian pegang”
Ujang, Tata, Akin, Imu, Asih, dan semua anak yang tergabung dalam kelompok belajar Rara mengangguk
“Buku cerita ini harganya tidak mahal logh, tapi isi di dalamnya baguuuus sekali.” Rara berpromosi
Hihihi…mereka tersenyum melihat mimik wajah Rara yang lucu
Satu persatu membaca buku cerita dengan terbata-bata
Maklum mereka kan baru dua bulan belajar membaca
“ka..ka…ka…”Tata membaca terbata
“katak…”teriak teman-temannya sambil tertawa
Tata ikut tertawa
Hahaha…mereka sungguh bahagia dan ceria walau belajar di tempat yang sangat terbatas

Hal 25
Tary rencananya akan pergi ke mall dengan mama di suatu sore..
Ketika lampu di perempatan berwarna merah, Tari iseng membuka jendela karena melihat sekumpulan anak sedang berkumpul sambil membawa buku dan mereka saling berceloteh riang
“Ada apaan sih di sana?”Tunjuk Tary pada mama
Mama Tary ikut melihat
“Looh…” tiba-tiba mata Tary melihat seseorang yang sangat familiar dengannya
“Itu kan…”
Mobil kembali melaju
Tary bingung, “Itu kan Rara…” katanya pelan

Hal 26
Besok paginya kabar itu menyebar
“Masa sih si Rara bermain dengan anak-anak dekil di jalan.” Kata Intan tidak percaya
“Bukan sekedar bermain saja, kelihatannya Rara sedang belajar bersama mereka.”
Dahi mereka berkerut
“Belajar bersama?”

Hal 27
Tary memberanikan bertanya pada Rara
”Ra, beberapa hari yang lalu aku melihat kamu ada di deket lampu merah di perempatan jalan. Bener nggak itu kamu?”
Rara terdiam lalu tersenyum, ”iya...” katanya jujur
”Ih, ngapain Ra ada disana?Kamu nggak takut sama mereka?mereka kan anak-anak jalanan yang bandel”
”Siapa bilang,Tar? Mereka anak-anak yang baik dan semangat mereka luar biasa.”
”Semangat? Semangat apa?”
”Semangat belajar.”
”Ya, aku melihatmu belajar bersama mereka.”
”Mereka anak-anak kurang beruntung, tidak sekolah, tapi mereka tidak pernah kehilangan untuk belajar. Kita harus merasa bersyukur jika dibandingkan mereka. Kita bisa sekolah dan punya keluarga yang menyanyangi kita. saatnya kita menggunakan itu semua untuk kebaikan.”
Tary berkaca-kaca


Hal 28
Tary menyampaikan apa dikatakan Rara pada teman-teman semua
“Ternyata Rara sangat baik ya?” komentar mereka
“Seharusnya kita merasa malu pada Rara.” timpat Ratmi
Mereka semua menghela nafas

Hal 29
Tahu nggak sobat? saking penasarannya dengan gaya Rara mengajar, teman-teman di kelas Rara mengintip Rara di suatu sore sepulang sekolah

Hal 30
Akhirnya, mereka akhirnya mau belajar bersama Rara
“Lebih baik kita belajar bersama ya Ra, dibandingkan mencontek.”
Rara mengangguk
“Kalian mau belajar bareng dengan teman-teman yang lain?” Maksud Rara adalah belajar bersama dengan Ujang dan kawan-kawan
“Aku mau…” kata Fatih
“Aku juga mau..” Ratmi menyahut
“Kita semua mau Ra…” teriak mereka berbarengan
Lalu mereka tertawa bersama

Hal 31
Sejak itu Rara dan teman-teman sekolah mulai belajar bersama. Bahkan satu demi satu semakin bertambah komunitas belajar mereka. Dan tempat belajar mereka digeser di taman bermain tengah kota.
“Karena di sini halamannya luas dan kita bisa belajar sambil bermain.” Alasan Rara ketika sebuah koran sekolah mewawancarainya.

Hal 32
Nah, teman-teman Rara yang baik. Mulai sekarang, mulailah bahu membahu dan membantu teman-teman di jalan yang baik dan bernilai positif. Jadilah anak yang pemurah dan bermanfaat bagi sesama, seperti Rara dan pastinya seperti kamu sekarang ini :)

Belajar bikin Fiksi ANAK : Cerita 3 : MEREKA YANG KURANG BERUNTUNG!

Hal 1
Sudah lama Sharin ingin membeli boneka barbie. Padahal sebenernya di rumah Sharin punya banyak sekali boneka barbie. Sharin sudah memiliki koleksi Barbara dan kendra serta perlengkapan yang lengkap. Harganya sama...mahal. Makanya tidak semudah itu mama dan papa membelikannya yang baru lagi. Padahal dia sudah merengek-rengek seminggu ini. Sharin melihat di TV ada Barbie keluaran baru, Barbienya sungguh cantik.
”Uang itu tidak didapat dengan mudah Sharin. Mama harus melihat dulu kebutuhan sebelum membelikan Barbie yang baru. ” kata mama sewaktu Sharin merengek
Sharin jadi merasa mama tidak adil, padahal adiknya Sherina malah baru saja dibelikan sepatu baru yang harganya juga mahal.
”Sebab sepatu Sherina sudah sempit semua.” begitu alasan papa
Benar-benar perlakuan yang tidak adil, dengus Sharin dalam hati
Hal 2
Hari ini Sharin, Sherina, mama, dan papa pergi ke departemen store.
”Jadi, Ma kapan Sharin beli Barbie.” tanya Sharin sambil memegang Barbie di toko mainan. Mama sedang membeli hadiah untuk kelahiran putri pertama tante Hesti,
”Tidak sekarang Sharin sayang. Ayo kembalikan.” sedih deh Sharin.
Sherina menatapnya dengan kasihan
”Apa kamu?” bentak Sharin kesal
Sherina pun berkaca-kaca
Sharin tak peduli, terus dipegangnya Barbie itu. Beberapa saat kemudia diletakkan kembali ke rak

Hal 3
Sampai di rumah, Sharin mengambil celengannya yang berbentuk kodok. Sudah lama celengan itu tidak dia isi

Hal 4
Sherina menghampiri sambil membawa celengan berbentuk babi miliknya
"Kakak, bagaimana kalau kita gabungkan saja tabungan kita? " katanya polos
”untuk apa?” tanyaku
”Ya untuk membeli barbie "?
Sharin memandang adiknya
Sherina mengulurkan tangan
"Emang bisa kebeli kalau tabungan kita ini digabung. Barbie itu kan mahal Sher.” kata Sharin
”Kayaknya bisa ka, tapi sebelum dipecahkan kita tabung aja lagi uang jajan kita di sini.” ujarnya sambil menunjuk kedua celengan
Sharin dan Sherina saling melempar senyum
"Bagaimana kalau kita mulai menabung hari ini Kak” ajak Sherina, lalu dikeluarkannya dua ribuan dari saku celana dan dimasukkan ke celengan
Sharin langsung sibuk mencari-cari uang recehan di laci-laci kamar, sudut ruangan, di dompet, dan di semua tempat tidak terkecuali di mobil papa.

Hal 5
Sejak hari itulah Sharin dan Sherina selalu menyisihkan uang jajan bahkan memasukkan seluruh uang jajannya ke celengan.

Hal 6
Mama dan papa juga jadi heran, sekarang setiap pagi Sharin dan Sherina selalu meminta mama menyiapkan bekal ke sekolah
”Kok tumben ya...” ledek mama
”Iya lah ma, pokoknya kita berdua mau hidup hemat.”
”Wah, luar biasa putri-putri cantik papa ini.”
Mereka berdua tertawa bahagia

Hal 7
Beberapa hari kemudian,
”Kak, pegang nih celengannya udah berat belum?”
”Lumayan nih. Tapi kayaknya masih di daerah lutut kodok ya?”
”Kalau penuh kan berarti sampe ke kepala kodok dan babi. Dan pasti berat sekali. Tapi butuh berapa lama lagi ya?”
”Wah, nggak usah dihitung deh, pokoknya terus semangat menabung lah yaw...” teriak Sharin happy
”OKE KAK!!”

Hal 8
Pada waktu makan malam papa cerita
”Alhamdulillah, ma. Hari ini papa dapet proyek besar.”
”Wah Alhamdulillah.” mama menyambut cerita papa dengan bahagia
”Bener nih pa, berarti aku dibelikan Barbie baru dong..” kata Sharin menyela
”Iya. Insya Allah kalau sudah selesai semua urusannya. Papa belikan Sharin barbie baru.”
”Horeeeee” Sharin berteriak kegirangan
”Makanya Sharin dan Sherina terus berdoa ya..semoga semua urusannya lancar.”
”Amin...”
”Tapi....”Sherina memotong
”Kenapa...?” Sharin memandang Sherina
“Kalau papa mau beliin Barbie, berarti kita tidak meneruskan menabung dong Ka?” tanya Sherina
Papa dan mama saling memandang…
”Heeem...”Sharin tidak menyahut
”Memangnya papa kapan beliin Barbienya?” tanya Sharin
Papa melihat ke mama
”Mungkin tahun depan...” jawab mama kalem
”Yaaa...payah...” Sharin beranjak dari kursi makan pergi ke kamar


Hal 9
Sharin sedih, air matanya mengalir deras
Mama mendekati dan membelai rambutnya
”Maaf ya, papa membelikanmu Barbie dalam waktu dekat ini. Jadi, mungkin menabung adalah salah satu cara terbaik.”
”Dan ini berarti Sharin dan Sherina menambah waktu untuk hemat jajan.” kata Sharin ketus
”Loh, suatu keinginan itu bisa dicapai dengan pengorbanan.”
”Huhuhu..mama dan papa payah...”
Sharin terus menangis

Hal 10
Malam harinya sebelum tidur. Sharin dan Sherina mengobrol
”Kita terus menabung saja Kak.” ajak Sherina
”Aku sebel sama mama dan papa. Kelihatannya mereka memang tak mau membelikanku Barbie walaupun punya uang.” keluh Sharin
”Biarkan saja Kak., kan kita juga bisa membelinya asal kita me..”
”NABUNG!” teriak keduanya
Lalu mereka tertidur dengan senyum yang mengembang

Hal 11
Keesokan harinya, Sharin dan Sherina terlihat begitu ceria. Mereka bercanda berdua. Papa dan mama senang dengan keadaan itu.
”Pasti celengannya udah penuh ya...” goda papa
”Pokoknya lihat aja nanti...” kata Sherina
”Cieee...adik kakak kompak nih.” ledek mama
”Iya dong.”
Lalu mereka berangkat ke sekolah dengan melompat-lompat kecil

Hal 12
Di pikiran Sharin dan Sherina hanya delapan huruf
Yaitu...
M E N A B U N G
Yes!!!

Hal 13
Kemarin mama bertanya kepada Sharin,
“Sharin, give the animal name you hate most?”
“I hate pig!”
“Sherina, give the animal name you hate most?” lalu mama bertanya pada Sherina
“Frog mommy..i hate frog..” kata Sherina lantang
Terus mama mengatakan
“Tapi kedua binatang itu selalu ada di samping kalian sepanjang waktu?”
Sharin dan Sherina saling berpandangan
Oh iya..ya..bukankah celengan babinya Sherina adalah binatang yang dibenci Sharin dan celengan kodoknya Sharin adalah binatang yang dibenci Sherina. Tapi, mereka selalu dekat dengan kedua mahluk itu…
“Hahahaha…” tawa mereka meledak
“It because money for buy Barbie mommy…” kata mereka serentak
Mama tersenyum geli


Hal 14
Penghematan uang jajan judulnya. Siang ini Sharin dan Sherina berada di kantin sekolah. Usia Sharin dan Sherina yang terpaut satu tahun memang membuat mereka lebih cocok dikatakan kembar, makanya tak heran setiap istirahat mereka yang keluar dari kelas masing-masing langsung berbarengan kembali. Ya, seperti siang ini..mereka sedang mengobrol tentang celengan dan Barbie
”Sher, kakak sebenernya pengen jajan seperti biasanya.” kata Sharin sambil matanya melihat macam-macam makanan yang disajikan di kantin
”Kak, sebentar lagi juga penghematan kita selesai. Sesudah barbie itu kita beli. Kita akan jajan lagi seperti semula.”
Air liur Sharin seperti ingin turun ketika menyaksikan Marbel melahap Ice Cream coklat dengan lahap. Sherina menepuk pundaknya
”Kak, awal nanti ngiler beneran. Udah kita makan saja makanan yang kita bawa dari rumah ini.”
Sherina mengeluarkan misting dari tasnya dan melahap roti coklat yang dibawanya dengan rakus. Sedang Sharin masih melamunkan berbagai camilan asyik di ibu Kantin.

Hal 15
Beberapa tips menabung dari Sharin dan Sherina :
Begitu dikasih uang jajan sama mama, langsung masukan celengan
Untuk menghindari kelaparan di sekolah bawa makanan dari rumah
Kalau mama nyuruh belanja di toko, mending pergi aja dengan perjanjian kembaliaannya langsung dimasukan celengan
Untuk menghindari ngiler lihat orang jajan bayangkan saja barang yang akan kita beli dari celengan
J

Hal 16
Baru saja mau memejamkan mata, Sherina ditimpuk bantal oleh Sharin. Kejadian di sekolah tadi kepikiran sama Sharin. Besok dia mau jajan atau nabung ya...?
”Aku besok tidak nabung ah..aku pengen jajan.” kata Sharin
”Yaa kakak gimana sih. Kok begitu?”
”Abis aku dah lama tidak jajan di kantin”
”Terus?”
”Ah seandainya saja papa membelikan barbie tentu kita tidak mungkin ngerasa payah seperti ini.”
”Sebentar lagi kok Kak...bentar lagi kita bisa jajan lagi.”
”Bukannya kakak yang benar-benar ingin beli Barbie, bukan aku?” lanjut Sherina lagi
Sharin diam, gelisah..ya, memang dia yang sangat menginginkan Barbie itu, bukan Sherina.
Hal 17
Uuuuugggggggggggggghhhhhhh....kapan ya celenganku bisa dibuka?
Sharin merasa tidak sabar!
(ilustrasi : wajah Bad Mood)

Hal 18
Sherina berteriak
”Kakak...” panggilnya pada Sharin
Sharin yang lagi serius menghitung matematika langsung pecah konsentrasi
”Kakak...” sekali lagi Sherina berteriak
Sharin beranjak dari meja belajar dan mendekati adiknya
”Kelihatannya tabungan kita sudah ke perut kodok dan babi...” katanya berbinar-binar
”O ya...” Sharin pun mengangkat celengan kodoknya..uuufff, berat sekali
”Iya, kelihatannya.”
”Give me five..”
Lalu mereka menepukkan kedua telapak tangannya

Hal 19
Hari sudah malam, tapi papa belum pulang juga...
”Ma, kok papa jam segini belum pulang sih?” tanya Sharin
”Papa kerjaannya banyak banget ya ma?” tanya Sherina
Mama cuman tertawa lebar
”Begitulah kalau mencari uang untuk keluarga. Mencari uang itu susah sayang, papa harus bekerja hingga malam, membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan kita semua. Makanya uang itu harus kita hemat dan tidak kita hamburkan untuk hal-hal yang tidak perlu.”
”Iya, lagian papa kan sibuuuuuk, kerjaannya buanyaaaak. Segini..." tangan Sherina membentang lebar.
”Atau mungkin papa kena macet.” Duga Sharin
Terus mama bilang begini, “Mungkin papa sedang cari uang banyak biar bisa beli Barbie.”
Lalu mereka bertiga menghela nafas. Sharin dan Sherina jadi merasa bersalah

Hal 20
Pagi-pagi sekali kedua gadis mungil itu membangunkan papa dengan setengah berbisik mereka mengatakan
”Pa, jangan kerja terlalu malam. Sharin mau beli Barbie sendiri kok, udah nabung loh...”
”Iyaaaaa” tambah Sherina persis di telinga papa.
Mama yang sayup mendengar pura-pura tertidur tapi sesungging senyum menghias di bibirnya

Hal 21
Pas lagi sarapan pagi, papa ngomong ”Kayaknya tadi ada dua malaikat kecil datang ke kamar.”
Sharin dan Sharina saling berpandangan
”Kok malaikat kecil?” tanya Sherina
”Itu kami papa” kata Sharin
Papa tersenyum
”Iya, malaikat kecil yang cantik. Malaikat yang baru berusia delapan dan tujuh tahun di dunia ini. Malaikat yang masih sekolah di SD.”
Sharin dan Sherina tergelak-gelak
”Tadi ngomong apa sih? Kok kayak angin lewat gitu?”
”Nggak kok pa...”
”Bener nggak ada yang disampaikan?”
”Kami dan mama cuman nggak mau papa pulang terlalu malam.”
”Loh, kan papa harus cari uang untuk beli Barbie?”
”Papa enggak usah mikirin Barbie lagi. Kami sudah menabung. Bener pa, asli loh...” dua telunjuk Sherina membentuk angka V.
”Aaah, nanti papa kecewakan kalian.”
”Enggak pa...”
”Asli?”
Mereka mengangguk
”Serius?”
Mereka mengangguk
”Dua rius?”
Mereka bengong
”I Love You my lovely Doughter.”
“I LOVE YOU MAM AND DAD!”
Mereka berhamburan memeluk papa dan mamanya

Hal 22
Seperti biasa hari ini selepas mandi sore Sharin dan Sherina main di teras rumah
“Sekarang celengannya sudah hampir kepala celengan loh Kak” kata Sherina
“Serius?”
“Ih kakak jarang pegang ya?”
”Abis suka keseeeel, kok penuhnya lamaaaa...”
Hihihihi

Dan, mereka semakin tidak sabar deeeeh...

Hal 23
Sharin kan memang belajar sempoa. itu cara menghitung cepat
”Tadi aku belajar sempoa sama bu Jeni”
”Sempoa itu gampang nggak kak?” tanya Sherina
”Gampang banget!” jawabnya dengan cepat
“Kalau gitu nanti Sharin ajarin mama ya..” kata mama
”Beres ma..”
”Tapi...”
”Kenapa?”
”Kayaknya yang paling gampang itu ngitung uang beneran ya ma?” tanya Sharin
Mama menggeleng-gelengkan kepala. Dia sudah mengerti maksud si sulung.
“iya..sebentar lagi kita kan menghitung uang celengan kita kak..” teriak Sherina
Hahaha!
Hal 24
Akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba...
Sharin dan Sherina sudah memegang celengan masing-masing
“Jadi, malam ini kita buka saja celengannya kak?” tanya Sherina
Sharin mengangguk
“Tentu saja. Jadi kita sepakat ya, Barbie itu kita bagi dua waktu. Seminggu untuk kakak dan seminggu untuk kamu. Selang seling.” Kata Sharin memastikan
Sherina mengangguk
“Siap…satu…dua...tiga...”
Preeeeeekkkkkk!
”Ssssttttt!”telunjuk Sharin langsung berada di depan bibir


Hal 25
Dua pasang mata gadis kecil itu melongo...
“Waaaw... Soooo many." Kata Sherina
“Iya...” sambung Sharin
Begitu banyak logam di depan mereka, ribuan, lima ribuan, sepuluh ribuan, bertebaran di depan mereka
“Lihat Kak..so many money...” Sherina yang senang mengucapkan bahasa Inggris merasa begitu terkejut
Sharin senyum-senyum. Senang sekali menyaksikan uang itu..

Hal 26
dan mereka mulai menghitung
(Ilustrasi : mereka sibuk menghitung uang)

Hal 27
”Uuuups hampir satu juta kak..” teriak Sherina girang
”Wow..luar biasa!’ Sharin tak kalah berbinar
”Ini berarti kita jadi beli barbie. Yes!!!” Sherina memeluk Sharin
“Give me five!” kata Sharin
Prak..kedua tangan mereka beradu..

Hal 28
Lalu mereka berdua menuju kamar mama dan papa
“Pa, hari minggu antar kami beli Barbie.”
”Papa kan belum bilang mau beliin barbie?” kata papa sambil melepaskan matanya dari buku yang sedang dibaca
”Kami tidak minta uang papa kok. Tabungan kami sudah cukup untuk membeli barbie.”
”Horeee...”giliran mama dan papa yang berteriak
”Oke, hari minggu kami antar ya...”
”Yeeeee....”
Mereka tertawa bersamaan


Hal 29
Hari Minggunya Sharin dan Sharina sudah sama sekali tak sabar untuk pergi ke mall. Sedikit-sediki tanya mama kapan berangkat? Padahal hari baru menunjukkan jam 8 pagi, tentu saja jam segini mall belum buka.
Akhirnya mereka pergi....
Sepanjang jalan mereka bernyanyi riang...
“Lho pa mau kemana kita?” tanya mama ketika menyadari papa melaju pada jalan yang bukan ke mall
”Papa mau ke tempat proyek sebentar.”
Sharin dan Sherina saling memandang
”Proyek apa?”tanya mama lagi
”Lihat saja nanti.”

Hal 30
Papa menghentikan mobil di sebuah perkampungan kumuh
”Ini tempat proyek baru papa. Rencananya papa akan membangun komplek elite di sini.”
Tiba-tiba mata Sharin bertubrukan dengan seorang gadis kecil kumal yang membawa sebuah boneka rombengan
”Pa..siapa dia?”
Satu persatu banyak orang memperhatikan mereka, banyak diantaranya seusia Sharin dan Sherina
”Mereka adalah penduduk di sini.”
”Mereka tinggal di sini?”
Papa mengangguk
“Lalu mereka tinggal dimana?”
“Papa membayar ganti rugi untuk mereka dan mereka akan pindah dari sini.”
”Mereka akan tinggal dimana pa?”
”Biasanya mereka tinggal di perkampungan kumuh lagi, paling mungkin mereka tinggal di kolong jembatan.”

Hal 31
Dada Sharin begitu sesak
”Papa...”
Air mata Sharin luruh
”Papa, mama kasihan sekali mereka.”
Sherina yang melihat kakaknya menangis ikut menangis
”Pa, kalau papa mau uang untuk beli Barbie ini Sharin kasih ke papa asal papa enggak ambil rumah mereka.” kata Sharin terisak sambil menyerahkan uangnya
”Kasihan pa, masa mereka tinggal di kolong jembatan.” sambung Sherina
Papa dan mama saling berpandangan dan melempar senyum


Hal 32
Dan di hari minggu yang cerah itu, Sharin dan Sherina menikmati kegembiraan bersama anak-anak di perkampungan kumuh dengan acara makan-makan.
”Ternyata, masih banyak yang kekurangan di dunia ini, Sher. Barbie tidak penting lagi buat kita.” bisik Sharin pada Sherina

Belajar bikin Fiksi ANAK : Cerita 2 : HII TAKUT!

Hal 1
Hari ini libur…horeeeeeee!
Pagi-pagi Azka sudah bangun seperti biasanya. Tapi begitu menyadari kalau hari ini tidak masuk sekolah, Azka langsung tarik selimut dan membenamkan kembali tubuhnya yang mungil di bawah selimut bahkan merapatkan diri ke tubuh Bunda supaya merasa lebih hangat.

Hal 2
Bunda ngegelitik pinggang Azka
”Ayo mandi Azka..”
Azka cekikikan sebentar lalu merengut
”Sekarang kan libur bunda..”
Bunda tersenyum sambil menarik selimut sedikit demi sedikit
”Iya libur, tapi bukan berarti putri cantik bunda sepanjang hari tidur, malas, dan bauuuu...uuu.,.uuu” ujar bunda, tangannya menutup hidung
”Ah bunda, Azka tidak malas dan tidak bau.”
”Kalau begitu bangun dong sayang...”
Azka merapatkan kembali matanya
“iiih, putri bunda joroooook, bauuuuu, malaaas...” ledek Bunda berteriak-teriak kecil
Azka langsung bangun dari tidur
”Bunda....” teriaknya
Bunda lari keluar kamar dikejar Azka

Hal 3
Sesudah mandi, Azka sarapan bubur hangat dengan taburan ayam buatan bunda yang super lezat. Sambil nonton Tom And Jerry, Azka menemani bunda yang sedang sibuk beres-beres rumah. Terus sehabis bubur itu dilahap ludes, Azka mulai bosan dengan tayangan film dan juga bosan nemenin bunda. Diam-diam Azka keluar rumah.

Hal 4
Mumpung bunda lagi serius beres-beres. Azka mau main di halaman rumah saja. Main bercocok tanam seperti yang diajarkan bu guru seminggu yang lalu. Bunda punya banyak sekali tanaman yang bagus, bunga yang indah. Sepertinya Azka tertantang untuk membuat tanaman itu menjadi jauh lebih indah seperti yang bu guru ajarkan.

Hal 5
Siiiep!
Sekarang di tangan Azka sudah ada gunting untuk mulai merapikan dan membentuk bunga-bunga bunda menjadi bentuk-bentuk yang lucu
”It will be great!” ujar Azka dengan bahasa Inggris seperti yang diucapkan bu Meisy
Bunda mengintip dari daun pintu, ”Wah gawat..” pikir bunda
”Azka....lagi apa?”
Azka menoleh, ”Sedang melihat-lihat bunga bunda.” Azka kaget dan reflek menyembunyikan guntingnya
”Bunga-bunga bunda jangan diapa-apain ya sayang...” pesan bunda sambil kembali masuk rumah
”Yes, Moooom..."jawab Azka dengan lega

Hal 6
Good!! Bunda tidak curiga!
Azka berjalan mondar-mandir di taman
Kiri kanan, depan belakang, berputar lurus.
Bunga-bunga bunda semuanya indah
Tapi ada yang kurang bagus nih...krek...Azka menggunting sebuah mawar dari tangkainya
Uuups.....

Hal 7
Hihihi...ternyata kegiatan gunting menggunting itu mengasyikan, bahkan Azka sudah tidak lagi membentuk dengan cermat malah sengaja menggunting dengan iseng
Ketika berjalan ke kiri...kreeeek..jatuhlah mawar berwarna putih
Ketika berjalan ke kanan..kreeek...gugurlah sebuah anggrek
Ketika mundur ke belakang...sreeek..beberapa daun disambatnya
Ketika maju ke depan...dreek...dipatahkannya tangkai ros
Ya ampun Azka iseng sekali ya...

Hal 8
”Azka...” bunda berteriak dari dalam
”Ya....” Azka menyahut setengah berteriak
”Masuk ke dalam sayang..”
Azka masuk ke rumah dan menyembunyikan guntingnya di bawah kursi di teras depan


Hal 8
Bunda masak chicken pie setelah beres-beres. Wah ini makanan kesukaan Azka, maka baru saja makanan itu terhidangkan, Azka langsung melahapnya. Spontan Bunda ngakak ketika baru masuk ke ruang makan.
”Panas nggak?”
Azka menggeleng
”Enaaak bunda”
Hahahaha...lalu Azka dan bunda makan bersama-sama


Hal 9
Setelah makan, mata Azka kembali mengantuk
”Bunda, Azka mengantuk...” lapornya
Bunda mengangguk-anggukkan kepala, ”Iya, bunda juga, yuk tidur...”
Bunda mengangkat tubuh Azka ke kamar

Hal 10
Sekitar jam dua siang....
”Ya ampun....” teriak bunda dari arah luar
Azka setengah sadar mendengar teriakan bunda, turun dari tempat tidur dan pergi mencari bundanya...


Hal 11
Bunda sedang berjongkok di hadapan taman dengan wajah sedih, taman berantakan. Azka menjadi takut
”Siapa yang melakukan ini ya?”
Azka terdiam, jantungnya berdebar-debar
”Bunda sedih sekali...”
Ya, bunda memang kelihatan sangat sedih tapi Azka takut jika mengaku
”Bunda, barangkali ulat-ulat yang melakukannya.” kata Azka
”Ya tidak mungkin dong sayang...”
”Mungkin saja Bunda, bu Guru bilang ulat suka merusak tanaman apa saja.”
Bunda cuman diam saja mendengar ucapan Azka
Kemudian kata bunda, ”Ya mungkin ulat yang melakukannya.”
Azka bernafas lega

Hal 12
Besoknya
Asyiiiiiik hari ini masih libur....
Azka masih juga malas di tempat tidur, padahal bunda sudah sibuk menyapu taman. Guntingan-guntingan yang Azka lakukan memang membuat taman menjadi berantakan.
"Mudah-mudahan bunda tidak curiga" ujar Azka dalam hati
Azka kok tega ya sama bunda?

Hal 13
Bunda membawa setangkup roti dan segelas roti hangat ke kamar
”Azka sayang, sudah siang nih, ayo cepet bangun...”
Azka pura-pura menggeliat
”Kan libur bunda...” ujarnya manja
”Iya, tapi habiskan dulu roti dan susu ini. Bunda keburu-buru mau ke pasar.”
Iiih, tumben bunda nggak nyuruh mandi, malah nyuruh habisin makanan
”Oke mom...” Azka bangun dari tidur dan langsung meminum susu

Hal 14
Di rumah yang asri itu memang hanya Azka dan bunda yang tinggal. Ayah Azka meninggal tiga tahun yang lalu ketika Azka berusia dua tahun. Sekarang Azka kecil berusia lima tahun. Azka memang sangat mencintai bundanya namun kadang Azka juga kesepian. Tapi, bunda telah mengajarkan Azka banyak hal baik sehingga Azka tumbuh menjadi anak yang mandiri di usia sekarang. Azka sudah bisa melakukan banyak kegiatan sendiri termasuk menjaga rumah jika bunda ke pasar. Tapi, kebetulan memang pasarnya dari rumah cukup dekat, bunda hanya memerlukan waktu 30 menit untuk kembali ke rumah.

Hal 15
Jika tidak libur, biasanya Azka akan diantar bunda ke TK dan bunda akan berbelanja kebutuhan untuk menjahit. Oh iya, bunda Azka kan seorang penjahit baju. Banyak sekali baju Azka yang dibuatkan oleh bunda. Semuanya indah, berwarna-warni seperti bunga-bunga yang bunda rawat. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan bunda menerima banyak jahitan dari luar. Banyak tetangga yang menjadi langganan bunda. Jahitan bunda memang bagus, bahkan tak jarang tetangga mengenalkan teman-temannya yang juga ingin dijahitkan baju. Alhamdulillah, jahitan bunda selalu ramai.


Hal 16
Nah, sepulang sekolah, bunda kembali menjemput Azka dan Azka akan bermain di rumah bersama bunda atau jika ada les, bunda mengantarkan Azka ke tempat les. Azka ikut beberapa les. Les kumon yaitu les tentang teknik berhitung, Azka juga ikut les tari karena Azka suka sekali menari lincah, dan tidak lupa Azka sedang belajar mengaji. Wah Azka sibuk ya...?

Hal 17
Karena sekarang libur, Azka memang jadi tidak punya kegiatan apa-apa.
”Azka kesepian bunda” kata Azka suatu kali
Bunda hanya menatapnya lembut, ”Loh, memangnya bunda tidak ada artinya buat Azka?”
Azka jadi susah ngomong kalau bunda sudah bilang seperti itu
”Kita kan bisa bermain apa saja, yang menarik tentu saja..”kata bunda
Dan buat Azka yang menarik adalah pekerjaan bunda, menjahit dan menanam tanaman tapi bunda tidak pernah memberinya izin membantu
”Nanti kalau kamu sudah besar, baru boleh bantu bunda”
Tuh kan....

Hal 18
Padahal...Azka suka sekali dengan hasil pekerjaan bunda, baik baju-baju yang bunda jahit ataupun tanaman yang indah di taman. Dan bunda pasti bangga kalau kelak bunga-bunga di taman menjadi lebih indah di tangannya...kalau yang kemarin kan baru setengah jadi, so masih berantakan gitu loh...

Hal 19
Kreeeek...
Pintu kamar dibuka....wajah cantik bunda muncul
”Aduuuh gadis mungil bunda masih di kasur gini...” bunda mendekatiku sambil memutar-mutar telunjuknya, ini artinya bunda akan menggelitikku
”Aa..bunda ampun..” belum juga telunjuk bunda sampai ke badan, Azka sudah berteriak histeris
Terlambat, bunda sudah masuk ke kasur dan menggelitik seluruh tubuh Aska
”bundaaaaaaaaaaaaaaa” teriak Azka
”Ampun bunda...”teriaknya lagi
”Ayo banguuuun...Azka...krhhhhkkk” bunda terus menggoda
”Iya bunda, Azka bangun...” bunda langsung berhenti dan berdiri
”oke, good girl.”
”Bunda....” teriak Azka lirih
”Yaaaaaaaa....”
”Gendong”
Bruuuuk...bunda kembali ke kasur dan menggelitik Azka

Hal 20
Jam sepuluh pagi....
Bunda sudah sibuk dengan jahitannya. Kata bunda sekitar lima stel kebaya sudah ditunggu oleh pemesan karena mereka akan mengadakan resepsi pernikahan kerabatnya. Tuh kan, kalau bunda sudah sibuk kerja, bunda suka lupa kalau ada Azka di rumah. Azka yang sudah rapi dan wangi jadi bingung mau ngapain di rumah. Nonton TV tidak ada yang seru, maka? Udah kenyang, main boneka? Kalau tidak ditemani bunda ya jadi tidak asyik. Jadi, mau ngapain ya...

Hal 21
Oooh nooo....Seharusnya ada cinderella di sini dan perinya yang sakti hingga aku bisa menyulap barbieku menjadi teman bernyawa seusiaku...tapi itu kan hanya di film saja. Uuuuggggh....


Hal 22
Aiiikkkh...aku hampir lupa, bukankah aku ingin membuat kejutan untuk bunda sebuah taman yang indah, gumam Azka dalam hati.
Pelan-pelan Azka kembali meninggalkan mainan-mainannya dan bergerak keluar ruangan..

Hal 23
Azka memandang seluruh taman dari ujung ke ujung..
Bunda punya banyak sekali bunga dan semuanya indah
Warnanya banyak
Merah kuning putih hijau pink semuanya melengkapi keindahan taman
Jenis bunga-bunga yang bunda miliki juga bukan hanya mawar, anggrek, dan melati saja. Bunda pernah cerita beberapa jenis bunga lainnya tulip,matahari, Tanjung, Lily, dan buanyak lagi. Weleh..weleh..aku saja bingung menghafalnya
Dan semuanya indah dan cantik seperti bunda

Hal 24
Azka menoleh ke belakang, ke bawah kursi
Eit, kemana guntingnya ya?


Hal 25
Ya ampun kemana ya guntingnya? Desis Azka bingung
Azka mendekati kursi di teras..
Eikh, kok si gunting malah ditaruh di meja sih...apa bunda yang menaruhnya? Atau malah aku lupa nyimpen, Azka semakin bingung
Azka mengintip ke ruang tengah dari jendela, bunda masih sibuk menjahit
Azka bernafas lega
Ini berarti pekerjaan yang tertunda kemarin bisa dilanjutkan

Hal 26
Azka mengambil gunting dan mulai melangkah memutar, sistematis, mencari daun, bunga, dan tangkai yang akan dikorbankan dei keindahan..

Hal 27
Kali ini bunda akan senang dengan kejutan ini, ujar Azka yakin

Hal 28
Kreeek.... satu tangga jatuh
Kreeek.... satu daun gugur
Dreeeek... satu tangkai jadi korban

Hal 29
Bunda keluar pelan-pelan, dan ngumpet di balik pintu sambil merhatiin Azka. Bunda berdiri, memandang keisengan Azka yang terus menggunting bunga-bunga indah itu. Sebenarnya bunda ingin marah tapi bunda biarkan saja Azka melakukan sesukanya, Bunda punya trik lebih jitu untuk menghentikan kebiasaan baru Azka. Bunda cuman geleng-geleng kepala.


Hal 30
Azka keenakan menggunting-gunting tanaman sehingga tidak menyadari kalau bunda terus memperhatikannya. Tanaman dan bunga-bunga bunda berantakan.

Hal 31
Tiba-tiba...
”iiiihhhhh...ulat-ulatnya banyak banget...iiih takuuut! Huhuhuhu..bunda..” Azka berteriak-teriak ketakutan ketika dua ekor ulat hinggap di jacketnya
”Bunda...” Azka terus berteriak histeris
Bunda tergopoh-gopoh datang menghampiri
”Kenapa Azka? Ya ampun...” Bunda memandang Azka
”Huhuhu..bunda, ini ada ulat.” Azka menunjuk Jacketnya. Bunda membuang ulat itu dan membuka jacket
”Kok tamannya berantakan begini ya?” tanya Bunda
Azka terdiam, lalu tangannya mengulurkan gunting
Bunda tersenyum
”Nah, masih tidak mau ngaku juga kalau yang membuat taman bunda berantakan itu Azka bukan ulat?”
Azka diam
”Maafkan Azka Bunda.” Kata Azka sambil menangis

Hal 32
Azka berjanji tidak akan berbohong lagi sebab apapun kebohongan yang dilakukan pasti akan ketahuan, lagipula Tuhan benci anak yang suka bohong.