Aku lelah berdoa....

Wajar dan manusiawi banget ketika kita merasa lelah dengan doa-doa yang sering kita panjatkan, namun belum juga dikabulkan. Awalnya aku pun ngerasa gitu, bahkan aku pernah bertanya pada Allah dengan kesal (maafkan aku ya Allah, atas kesalahan itu), “Apakah Allah memang berlaku nggak adil padaku?” Tapi kemudian, mata hati yang buta ini terbuka perlahan ketika menyadari bahwa nggak terkabulnya doa adalah salahku. Kenapa aku berdoa tanpa melibatkan keyakinan bahwa itu akan terwujud? Kesedihan terkadang membuat kita pesimis dan frustasi hingga akhirnya kita gamang atas doa-doa sendiri. Nah, lantas aku kembali melanjutkan doa-doa itu, tentu aja ditambah dengan keyakinan hati. Hasilnya? Perlahan, cahaya itu mendekat, berpendar, dan menyinari hidupku.

Salah satu kelemahan manusia adalah selalu mengharapkan pertolongan Allah dengan berdoa ketika dirinya sedang tertimpa musibah, akan tetapi setelah diselamatkan Allah, dia melupakan-Nya dan kembali berbuat dosa. Sulit dibayangin kalo kehidupan ini tanpa memeroleh bantuan. Bagaikan hidup tanpa cahaya. Gelap! Gelap bukan aja ngehambat perjalanan, tetapi juga membuat kehidupan terhenti. Dalam pengertian fisik dan material, tanpa cahaya yang memadai manusia kehilangan sejumlah energi. Doa akan menjadi cahaya bagi kita, sekaligus bantuan untuk hidup kita!

Sarana doa nggak boleh ditinggalin karena doa merupakan salah satu fasilitas untuk kita manfaatkan agar bisa menghadapi setiap persoalan dalam hidup. Doa adalah jalan tanpa risiko frustasi. Orang sering frustasi karena mengalami kegagalan. Buat orang yang bisa berdoa, ketika dapet masalah, nggak ada istilah frustasi. Sebab, mereka nggak secara hakiki gagal. Oleh karena itu, janganlah memutus doa ketika apa yang kamu minta belum dikabulin. Teruslah berdoa, dinginkan galaumu dengan doa.

Semoga doa dapat menuntun kita pada kesabaran dan akal sehat. Semoga.
Bandung, 13 Februari 2007

Masalah lagi...hiks

Puih...

masalah lagi..masalah lagi
kalo bukan di rumah, di kantor, di sekolah, di kampus, di kantin, di tetangga, di mana pun yang namanya masalah ada aja. Sampe nggak bisa keitung berapa masalah yang harus diselesekan, sampe sempet GR jangan-jangan kitalah manusia paling merana di dunia ini..hiks..

Begitulah masalah...padahal nggak dicari ekh tetep datang dengan sukarela....

Kalo kamu dapet masalah and masalah lagi apa yang kamu lakukan?

Aku..hiks...hiks..hiks..yang pertama sih nangis dulu, barang dua butir okelah..ketiganya langsung menerjang masalah dengan semangatnya...

seperti kemarin..kemarin..ya, kemarin itu aku dapat masalah yang sama, berulang-ulang..sueeer, ini bukan aku yang ngundang tapi entah kenapa masalah itu datang berulang...kok 'apet' banget seh? :(

Akhirnya ya itu dia, airmataku turun..hiks..hiks...keki, kesel abiz, gondok...

Tapi....

Aku udah males ngomong ah...males marah..males nambahin dosa dengan ngerasa paling bener sendiri. Entah kenapa, aku udah nggak pengen bahas lama-lama tuh masalah...

Aku cuman...

Nangis trus ngomong beberapa patah kata -kuharap itu solusi- dan mengakhirinya dengan doa bersama -semoga ini bisa selesai tanpa perlu banyak keluarin tenaga- trus..

Aku....

sekarang....

Lebih memilih melakukan yang terbaik dibandingkan mencari yang terburuk dari orang lain...

Itu saja...



Bandung, 13 Februari 2007

Membudayakan BUKU sebagai HADIAH



Ketika kita menjual buku kepada seseorang, kita tidak hanya menjual sekilo kertas serta tinta dan lem. Kita menjual sesuatu kehidupan yang sama sekali baru.
Christopher Morley

Sebetulnya semua sudah paham kalau Buku adalah jendela dunia, dan dunia bisa kita ketahui dengan membaca buku. Tapi sayang, pemahaman itu tidak secara nyata terealisasikan dengan praktek baca buku apalagi beli buku. Entah mengapa beli buku seharga Rp. 30.000,- terasa begitu mahal, padahal untuk harga satu kaos santai harga itu dinilai terlalu murah.

Well, ini hanya sekedar sharing ide saja. Mengingat pentingnya membaca buku itulah saya senantiasa menghadiahkan buku jika ada yang merayakan sesuatu, misalnya, ulang tahun, pernikahan, atau sekedar hadiah biasa. Terlepas dari apakah mereka suka baca atau tidak saya tetap kekeuh untuk tetap memberikan hadiah buku.

Lambat laun, itu menjadi budaya yang saya anut dan akhirnya terpikirlah, jika semua orang lebih memilih buku untuk hadiah pasti kita semua nggak dipaksa untuk terus baca, baca, dan baca. Akirnya buku menjadi konsumsi harian yang benar-benar terasa vital.

Well, ini memang benar-benar sekedar sharing ide saja, kalau saja kita semua membudaya memberi hadiah berupa buku, maka pertumbuhan minat baca bangsa kita akan meningkat lebih cepat. Orangtua nggak akan sibuk ngegebukin anaknya supaya ngerjain PR toh mereka sudah nggak kesulitan mencari solusi menyelesaikan PR mereka. Itu semua karena banyak hal positif dan ilmu dari buku yang dibacanya bahkan perusahaan nggak perlu mahal-mahal training pegawainya , karena mereka udah pada kreatif bikin solusi pada setiap banyak persoalan.Kita semua bakalan happy karena banyak orang yang bisa diajak ngomong seru. Well, pasti banyak hal yang menyenangkan di dunia ini ketika semua orang suka baca. Heem, tapi itu kan pendapat saya. Entah, pendapat sahabat. well, kalau gitu, yuk mulai budayakan memberi hadiah berupa buku,,. Ya,ya,ya,

“Jika punya uang, saya akan membeli buku, jika masih ada sisa, saya akan membeli makanan dan baju” (Erasmus)
Bandung, 13 Januari 2007

Semua bisa jadi yang TERBAIK!!

Seringkali aku mendapatkan penilaian yang subyektif dengan apa yang aku dapatkan sekarang. Mereka mengatakan bahwa betapa enaknya menjadi perempuan yang beruntung seperti yang sekarang aku dapatkan, seolah-olah bahwa apa yang sekarang aku dapatkan memang sebuah 'keberuntungan."
Tapi benarkah segala yang didapatkan manusia itu adalah masalah beruntung dan tidak beruntung???
Aku jadi miris jika segala yang didapatkan manusia itu itu adalah modal keberuntungan. Ya, memang keberuntungan ada didalamnya tapi menurutku hanya 1% saja keberuntungan itu, 90% adalah semangat berusaha dan 9% adalah intelektual. Setujukah kamu?
Kenapa aku agak tersinggung jika keberhasilanku membuat buku adalah karena beruntung dan posisi karierku yang lumayan karena faktor keberuntungan adalah dikarenakan semua orang pun bisa berada di posisiku bahkan jauh di atasku, bukankah sudah banyak contoh orang sukses itu?
So, aku tidak pernah menganggap bahwa si sukses bermodalkan keberuntungan atau aku sendiri -yang bahkan tidak sesukses mereka- bermodalkan keberuntungan karena kita semua punya peluang melakukan yang TERBAIK dalam hidup kita. Semua orang tidak terkecuali siapa pun....tidak hanya mereka, tidak hanya aku, tidak hanya kamu, tapi semua...
Mari berlomba melakukan yang terbaik, melakukan yang terbaik dan jadilah yang terbaik dan terus lebih baik...

Bandung, 12 Februari 2007