Geliat Perempuan Surabaya

 Perjalanan saya keliling Indonesia diawali dengan kunjungan ke Surabaya. Ya, pada tahun 2014 ini saya memang mengalokasikan waktu antara 4 - 6 hari untuk berkunjung ke kota-kota di Indonesia untuk melakukan kopdar komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis (IIDN)  dan Ibu-ibu Doyan Bisnis (IIDB) serta Sekolah Perempuan (SP).

Kunjungan ini awalnya hanya untuk mempererat shilaturahmi antara anggota komunitas yang kini memiliki total 24ribu orang. Kunjungan shilaturahmi akan dilakukan di 19 titik Indonesia dan 9 titik di dunia, jika memang Allah memberi saya kesempatan melakukannya secara penuh perjalanan ini.

Namun, setelah saya review kembali perjalanan keliling Indonesia ini saya terpikir satu hal. “Kenapa tidak sekalian saja merajut shilaturahmi kepada teman-teman sesama pengusaha di seluruh Indonesia?” terlepas dari tulisan saya di kompasiana.com yang menjadi headline http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2014/01/11/perempuan-kita-mulai-bisnis-rumahan-dari-hobi-625702.html semangat saya untuk menulis di bidang bisnis dan perempuan semakin meningkat pesat. Saya berpendapat bahwa perempuan harus mampu menginspirasi perempuan lainnya agar semakin tumbuh perempuan hebat di Indonesia.



Dan, Surabaya menjadi pertemuan pertama saya dalam rangka menulis 365 perempuan Indonesia yang berkarya dan menginspirasi. Jujur saja, saya “shock” melihat Surabaya saat itu. Shock positif maksudnya hehe. Saya melihat Surabaya tidak seperti yang saya kunjungi  beberapa tahun lalu.  Surabaya mengubah wajahnya.
Surabaya nampak lebih dingin, jauh lebih bersih, sangat teratur, dan sangat nyaman tanpa nyamuk J. Konon, pengubahan wajah Surabaya dimulai sejak zaman wali kotanya yang sangat luar biasa dan beliau seorang perempuan. Meski saya bukan warga Surabaya, namun saya memiliki rasa bangga yang berdenyut dalam dada saya, “Surabaya berubah lebih hebat!”

Adalah Tri Rismaharini yang merupakan Wali Kota Surabaya saat ini. Beliau merupakan wanita pertama yang menduduki kursi Wali Kota di Surabaya. Beliau mengemban jabatan ini untuk periode 2010-2015. Di bawah kepemimpinannya  wajah dan tubuh Surabaya menjadi lebih bersih dan asri, meski saya sendiri melihat masih ada titik kumuh, namun ini hanya sebagian kecil saja. Seperti ketika saya mendatangi salah satu kerabat di sebuah gang sempit. Titik kumuhnya amat terasa. Terlepas dari titik kumuh itu, Surabaya di tangan beliau berhasil merebut  Piala Adipura pada tahun 2011.

Beberapa narasumber yang saya ajak bicara tentang Wali Kota inipun mengacungi jempolnya. “Ibu Risma, bukan hanya memerintah tapi beliau menjadi teladan bagi kami semua untuk berubah. Beliau blusukan kemana-mana, mengerjakan banyak hal, bahkan tidak pernah mengenal waktu demi Surabaya,” katanya.
Bukan hanya Wali Kota Surabaya yang hebat, ketika saya bertemu dengan perempuan-perempuan lain di Surabaya yang terjun di dunia bisnis, pendidikan,  hingga sosialpun saya melihat geliat kehebatannya amat terasa. Pertemuan pertama saya dengan Ria Fariana, beliau merupakan seorang guru di salah satu Yayasan Pendidikan khusus untuk anak-anak Yatim. Sayapun diajak beliau berkeliling sekolah. Saya ditunjukkan bagaimana proses belajar mengajar hingga kelas-kelas yang dihuni oleh anak-anak paling nakal di sekolah, “mendidik mereka membutuhkan hati yang lebih luas, teh. Cobaannya luar biasa.” Ujar Ria. Keikhlasan beliau untuk mendedikasikan diri dalam pendidikan anak-anak yatim ini patut diacungi jempol. Beliau mendidik tanpa pamrih dan tanpa mengeluh.

No comments:

Post a Comment