Jadi
inget judul novel, keponakan tersayang Muthia Fadhila (peluuuk untuk
seorang ibu hebat yang mampu membesarkan putri yang hebat, Shinta Handini Full). Tapi, bunglon disini lebih kepada manajemen hati, bukan persoalan warna kulit dan kemasan .
Saya sering mendengar sebuah perubahan sikap seseorang kepada seseorang
lainnya hanya karena sahabat atau temannya memang tidak menyukai
si A atau si B, lalu sedikit 'kata-kata mutiara' ampuh membuatnya
berubah dari suka menjadi tidak suka walau mungkin saja dia sendiri
belum merasakan dampak seperti yang dikatakan oleh temannya itu.
Ini
yang dinamakan 'pengaruh' lingkungan sangat berperan pada karakteristik
seseorang, maka tidak salah kalau orang bijak mengatakan:
"Mau
optimis, berkumpullah dengan dengan mereka yang optimis. Mau kreatif,
berbaurlah dengan mereka yang kreatif. Mau positif, hiruplah udara di
lingkungan yang positif."
Sebab, jadi manusia bunglon itu nggak
enak. Kita harus punya pendapat dan pendirian sendiri bukan karena
ikut-ikutan atau sekadar kawan senang. Jadi, sah saja jika Anda tetap
menyukai orang yang tidak disukai oleh sahabat Anda sendiri, sebab Anda
bukan manusia bunglon yang bisa merubah kata hati hanya karena
"katanya".
Selamat siang menuju sore,
Indari Mastuti
MANUSIA BUNGLON

Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment