Mengutip dari kalimat Gede Prama bahwa sulit dihindari oleh siapapun, saat orang membuat Stigma mengenai dirinya. Entah Stigma itu berkaitan dengan perusahaan yang kita wakili, kata-kata yang sering kita ucap di publik, tulisan yang sering kita tulis, atau peran yang dimainkan di televisi. Begitu orang melihat kita keluar dari Stigma tadi, maka kritik dan makianlah menghujam ke diri.
Sebagai seorang penulis, Stigma itu melekat kental dalam diri saya oleh sebab dan akibat dari tulisan-tulisan yang keluar sebagai rangkuman ide yang mengalir begitu saja.
Email, surat, dan pujian menjadi hujan yang menyejukkan tapi sesungguhnya itu merupakan beban tersendiri. Bagaimana tidak? Jika semua orang menganggap bahwa saya sesempurna apa yang saya tulis, barangkali mereka lupa bahwa saya juga adalah manusia biasa.
Jika Gede Prama pernah di sebut resi naik mercy, saya pernah disebut penulis dan executive yang naik angkot, bahkan beberapa sahabat membujuk saya untuk menyegerakan membeli kendaraan pribadi demi melengkapi citra sukses diri. Hahaha…saya ternyata lebih memilih tetap berangkot, berbis, atau bertaxi ria, toh saya tak mungkin menjadi sesempurna yang orang lain harapkan. Bagi saya nikmatilah segalanya penuh rasa syukur. Jika masih banyak kendaraan yang bisa saya gunakan, entah itu umum atau fasilitas kantor, kenapa saya harus memaksakan diri melakukan sesuatu hanya untuk membuat orang lain merasa yakin bahwa stigmanya benar? Sebetulnya Stigma kesuksesan dan kesempurnaan yang terlanjur melekat dalam diri adalah ibarat sebuah jurang yang begitu curam karena ketika seseorang melihat kita ‘tidak seperti apa yang dibayangkan’ maka serta merta pujian menjadi cacian.
Salah satu artikel saya bertemakan kekuatan diri menghalau segala cobaan. Lantas, berkaitan dengan manusia biasa, saya pernah menangis karena dihadapkan satu masalah. Kemudian sahabat saya bertanya keheranan, “Kok masalah kayak gini saja kamu menangis. Masa kamu bisa nangis? Tunjukin dong kehebatan tulisan kamu itu.” Weleh..weleh..weleh..lagi-lagi sahabat lupa bahwa saya adalah manusia biasa.
Tapi, terlepas dari Stigma-stigma yang berkembang di masyarakat. Kita memang harus seringkali berjuang bahwa setiap langkah lebih baik dilakukan sesempurna yang ingin kita raih, bukan sesempurna apa yang ingin orang lain lihat.
STIGMA Masyarakat…
Nama saya, Indari Mastuti Rezky Resmiyati Soleh Addy, TAPI nama sepanjang ini sukar banget diingat, jadi nama pena yang saya gunakan dalam berbagai buku yang saya tulis adalah Indari Mastuti. Beberapa buku diantaranya menggunakan nama pena Bunda Nanit.
Hobi MENULIS sudah saya lakukan sejak SD, kelas 4 SD saya bercita-cita jadi PENULIS BUKU. Barangkali semangat inilah yang membuat saya akhirnya berjuang untuk mewujudkan mimpi ini.
Tahun 1996 mulai mempublikasikan tulisan di berbagai media cetak baik lokal maupun nasional. Tahun 2004 mulai menulis buku pertama dan akhirnya pada tahun 2007 saya merintis usaha agensi naskah dengan nama Indscript Creative ini, alhamdulillah, perusahaan itu mampu bertahan hingga kini. Bahkan sekarang berkembang menjadi dua lini inti, yaitu jasa copywriting dan training center. Nama Indscript sendiri telah bermetamorfosa menjadi Indscript corp.
Saat ini saya sudah menulis 61 judul buku serta 10 biografi tokoh di Indonesia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment