Antara berkeluarga dan berkarier!

Rasa-rasanya hampir semua orang kebingungan dengan pilihan dilematis antara berkarier dan berkeluarga. Banyak waktu tersita untuk bekerja, lantas bagaimana dengan keluarga. Kemudian ada pula yang memilih untuk konsentrasi di rumah tangga, lantas melupakan keinginan berkarier. Kalau boleh saya memilih, saya memilih keduanya, berkeluarga dan berkarier.
Banyak orang mempertanyakan sejauhmana keinginan saya berkeluarga jika hingga saat ini saya masih sibuk dengan sejumlah pekerjaan yang mungkin tak ada habisnya.
Sebagai perempuan yang mencoba untuk mandiri. Bekerja bukanlah sebuah kewajiban tapi merupakan kebutuhan –baik materil maupun immateril- dan berkeluarga merupakan kewajiban bagi saya.
Dan keduanya bukanlah pilihan yang tepat jika salah satunya terpilih, satunya lagi diabaikan. Saya memilih berkeluarga sekaligus berkarier.
Bagi saya yang paling penting bukan seberapa banyak waktu saya untuk bekerja dan –nanti- berkeluarga. Semoga saya bisa memperkental Quality time dari keduanya.
Keluarga tetap akan mendapatkan porsi kualitas yang tak kalah penting (bahkan jauh lebih penting!) dengan porsi bekerja. Mengambil tuturan Josh Mc Dowell, “Hal terbesar yang dapat diperbuat seorang ayah bagi anak-anaknya adalah mengasihi ibu mereka. Dan hal terbesar yang dapat diperbuat seorang ibu bagi anak-anaknya adalah dengan mengasihi ayah mereka.”
Pola cinta kasih dalam keluarga efektif dapat membuat keluarga tetap harmonis, bagaimana pun kondisi yang terjadi. Cinta kasih suami istri, membuat segalanya mungkin terjadi. Tidak perlu takut untuk tetap berkarier jika suami maupun istri saling memahami. Namun, memang kesulitan yang akan dihadapi adalah menemukan pasangan yang bisa mencintai, mengasihi, dan mengerti bahwa setiap perempuan memiliki peluang untuk berkarier di samping berkeluarga.

No comments:

Post a Comment