Doktor
Perempuan India Pertama itu bernama Asima Chatterjee
-
-
Google Doodle tanggal
23 September menampilkan sosok Asima Chatterjee memperingati 100 tahun
kelahirannya. Dan juga untuk mengingatkan dunia pada wanita India yang telah
melahirkan pemikiran luar biasa terhadap sains. Dialah perempuan India yang
pertamakali meraih gelar Doctorate of
Science yang fokus mempelajari kimia organik dan tanaman obat-obatan asal
negaranya, India.
Kesuksesan Asima sangat
dipengaruhi oleh motivasi sang ayah. Ayahnya bernama Dr. Indra Narayan
Mukherjee merupakan seorang ahli botani.
Kontribusinya yang
paling terkenal ialah Vinca Alkaloid.
Ini merupakan senyawa yang terbuat dari tanaman bunga Vinca. Dalam penelitiannya, Asima menggunakan tanaman tapak dara
untuk mengekstraksi senyawa alkaloid tersebut. Senyawa ini terbukti sangat ampuh
sebagai obat kemoterapi yang membantu memperlambat atau menghentikan sel kanker
agar tidak bertambah banyak. Penelitian yang dilakukannya menjadi pedoman
penting bagi perkembangan obat-obatan di India, terutama mengobati penyakit
epilepsi dan malaria.
Karena pengabdiannya
yang sangat besar terhadap kimia organik, maka pada tanggal 19 September Google
Doodle menggambarkan sosok Asima Chatterjee melalui karikatur lengkap dengan
kacamata berbingkai besar yang menjadi ciri khasnya. Disertai dengan senyawa kimia
bernuansa hijau yang merepresentasikan kimia organik yang ditekuni oleh Asima
Chatterjee sepanjang hidupnya.
Semoga semakin banyak
perempuan yang mampu berkiprah seperti Asima Chatterjee di Indonesia hendaknya.
Karena memuntut ilmu adalah kewajiban semua umat manusia tanpa memandang
gender.
Angkie
Yudistia Si Gadis Tunarungu yang Sukses Menembus Dunia Internasional
-
-
Awalnya Angkie bukanlah
anak yang menyandang keterbatasan pendeng aran atau tunarungu. Ia mengidap
tunarungu sejak usia 10 tahun. Menurut diagnosa dokter, karena sejak bayi ia
sering sakit-sakitan dan mengonsumsi obat antibiotik. Diduga keras antibiotik yang
sering dikonsumsi itulah yang lama kelamaan membuat pendengaran gadis yang kini
telah tumbuh dewasa ini menjadi menurun. Dan pada usia 10 tahun ia kehilangan
pendengarannya sama sekali.
Pada masa itu, menurut
cerita Angkie ia kerap menjadi korban bullying disekolahnya karena ia berbeda
dari teman-temannya. Tidak hanya itu, Angkie nyaris tidak mempunyai teman
bermain di sekolah.
Hal ini sering membuat
Angkie menangis pulang kerumah setiap pulang sekolah. Namun apa yang dilakukan
sang ibu terhadap Angkie?
Ibunyalah yang selalu
menguatkan semangat gadis kecil itu, bahwa sebagai korban bullying Angkie
dinasehati ibunya untuk selalu mengembangkan potensi positif dari dirinya. Sang
ibu tidak putus-putusnya menyemangati sang anak untuk terus membuktikan kepada
pelaku bullying, bahwa tidak selamanya orang yang memiliki keterbatasn fisik lantas akan jatuh dan
terpuruk. Justru itulah cambuk bagi Angkie untuk terus bersemangat menjalani
kehidupan masa depannya.
Disamping itu, ayahnya
terus berusaha mencari metode pengobatan yang bisa mengembalikan pendengaran
Ankie seperti sediakala. Namun hasilnya nihil. Akhirnya pada usia 16 tahun,
ayahnya mendapatkan alat alat bantu pendengaran untuk Angkie, walaupun bagi
Angkie hanya terdengar samar.
Singkat cerita,
perjuangan Angkie menembus dunia Internasional dengan mengikuti berbagai
even-even yang berskala Internasional yang berkaitan dengan kaum difable. Kini
ia sudah mampu menikmati hasil perjuangannya sebagai korban bullying yang
tumbuh sebagai sosok motivator yang sering diundang ke berbagai instansi dan perguruan tinggi manca
negara, misalnya ke Perancis, Bangkok dan negara lainnya.
Terakhir, Angkie
menyatakan bahwa Allah SWT telah menciptakan manusia dengan penciptaan yang
paling baik. Hanya saja kadang manusia seperti dirinya memiliki sedikit
keterbatasan. Namun itulah motivasinya supaya mampu sejajar dengan manusia yang
normal.
No comments:
Post a Comment