Berhari-hari tidur berdua
bersama Nanit karena kami sakit bareng, membuat saya dan Nanit banyak
mengobrol.
Kami mengobrol tentang apa saja,
termasuk ketika tetiba saya dilanda sedih dan akhirnya dia melihat saya
menangis
Sebelumnya
saya bertanya pada Nanit, "Bolehkah Bunda menangis, Nak. Bunda sedang
sedih"
Nanit
menatap saya, "Tentu boleh"
Lalu
Nanit menempelkan tangannya ke punggung saya sambil tidak berhenti menatap
Saya
sendiri terus menatapnya, semakin menatapnya semakin muncul rasa bersalah dalam
diri saya. Saya merasa bukan ibu yang sempurna.
"Bunda
tidak bisa memanjakan Nanit saat Nanit sakit" ujar saya
"Kan
Bunda juga sakit, kita sembuh bareng saja dulu, Bun" ujarnya
TAPI,
ada satu hal yang membuat saya berusaha mengeringkan air mata di depan Nanit
"Bunda
orangnya terlalu sensitif, beberapa hal seharusnya tidak perlu membuat Bunda
menangis.
Misalnya
saat menonton film India, kisah yang sedih mampu membuat airmata Bunda banjir.
Kucing
yang sakit membuat Bunda sedih, anak-anak yang terkucilkan bikin Bunda sedih,
dan banyak hal lainnya. Mungkin sedih boleh, tapi tak perlu menangis."
ujar Nanit
BUNDA
TERLALU SENSITIF begitu kata Nanit
"Benarkah
Bunda terlalu sensitif?" tanya saya memastikan
"Iya,
hati Bunda yang besar terlalu mudah iba dan terharu pada hal apapun." Sahutnya
"Apa maksudnya hati besar?" tanya saya lagi
"Hmmm,
apa ya? aku sulit menjabarkannya" jawabnya
"Nah,
film India yang mana yang Bunda tonton tadi sehingga membuat Bunda
menangis?" tanyanya lagi
Airmata
saya mengering perlahan
Anak-anak
punya pandangan sendiri saat Bundanya menangis
"Baiklah
Bunda nggak menangis lagi" saya menghapus air mata
Mungkin
benar Bu, tak masalah anak-anak melihat Bundanya menangis, barangkali mereka
akan memberikan satu kesimpulan tersendiri yang membuat kita berhenti menangis.
SAYA
TERLALU SENSITIF kata Nanit, aaah, mungkin saja...
No comments:
Post a Comment