(1) Mengajar ke Padangsidimpuan


Saat mengantar ke bandara pagi ini, si kecil mengatakan, "seharusnya bunda tidak perlu ke bandara, kalau bunda tidak ada, rumah menjadi sepi. Hanya ada ayah, teteh, dan dede di rumah." Ujarnya.
Rasanya ingin tumpah air mata saat itu juga. Si kecil mulai kritis bahkan kekritisannya mulai menyerupai kakaknya, Nanit. Sewaktu depan pagar kantor ditempeli backdrop ‪#‎guegilabelajar‬ kedua anak saya langsung protes jangan ada kata gila, "kalau gila, nanti bunda belajar terus dan mengajar terus." Ujar mereka kompak.

Nyatanya, kesibukan saya mengajar memang semakin menggila. Bukan hanya mengajar online, terlebih mengajar tatap wajah seperti Private Writing Coaching, Private Business Coaching, hingga Workshop dengan ragam audiens.


"Bunda tidak selalu pergi kan, de? Pulang dari Padang Sidimpuan kita jalan-jalan." Jawab saya sambil memeluk lalu membisikkan banyak doa di telinganya sebelum kami berpisah. Tangan saya digenggam erat oleh Ammar sebelum akhirnya dia digendong ayahnya pulang. Teteh Nanit sendiri tidak mengantar saya ke bandara karena belanja bahan ke pasar untuk mempersiapkan 200an cup puding yang akan dijadikan sponsor untuk acara HIPMI minggu ini.


Mengajar memang seperti rutinitas harian saya dan sungguh saya merasa hidup karenanya. Setiap hari mengajar sama dengan setiap hari saya belajar.
Bahkan dengan si sulung dan si bungsu di rumah pun kami selalu saling belajar satu sama lain.
Menuju Padangsidimpuan mengajar 100 orang praktisi pendidikan semakin membuat saya memenuhi hati di pagi ini dengan rasa SYUKUR. Alhamdulillah, mendapatkan kesempatan mengajar dan belajar....

No comments:

Post a Comment