Yogya menghadirkan sekelumit kisah dan yang paling menarik adalah sebuah persoalan antara saya dan mantan ibu kost. Setelah mencoba untuk bersabar atas tindakan tidak masuk akalnya. Akhirnya saya mulai melakukan sesuatu.
Hari ini…saya kembali mengunjunginya. Pada awalnya saya hanya ingin meng-clear-kan masalah, mengapa nama saya beliau cemarkan pada semua orang. Saya bukan orang bersih dari noda tentu saja. Tapi beberapa kekecewaan berawal dari dikait-kaitkannya pekerjaan saya dengan persepsi “benar” di pikirannya.
Pertama, jadwal keluar kota saya yang menggunung beliau persepsikan sebagai tindakan tidak tahu aturan.
Kedua, rutinitas jam kerja dari jam 7 pagi hingga 7 malam beliau menganggap pekerjaan yang memalukan.
Ketiga, sikap melindungi diri saya dengan hanya diam, dianggap saya salah. Oho, what the hell!?
Dan banyak lagi kericuhan dari persepsinya. Sialnya, persepsi itu dia tularkan pada orang lain. Terbukti salah seorang diantaranya teracuni (Alhamdulillah hanya satu orang saja)..tapi ini vital karena yang teracuni adalah ibunda dari sahabat saya, Nisa (Masih ingat anak smu yang lugu di tempat kost itu kan?)
Ya, Nisa. Seorang anak remaja introvert, pemalu, dan penuh rasa takut. Hanya butuh 15 hari untuk menyimpulkan bahwa secara psikologis “dia butuh bantuan”
Tanpa bermaksud menjadi pahlawan kesiangan, saya bertekad akan membawa Nisa keluar dari lingkungan kost yang kian membuatnya tertekan secara psikologis. Jujur, bentakan dari ibu kost seringkali dia gemetar ketakutan dan saya selalu melihat hal tersebut. Tuhan, betapa tega seorang perempuan berusia baya bertindak amat tidak bijaksana. Walau ini merupakan tabiat TAPI akhirnya saya tidak bisa mentolerir.
Beberapa hari yang lalu ibundanya Nisa, melancong dari Riau untuk menjenguk anak lugu itu. Malam hari setelah berkunjung, Nisa ke tempat kost saya dengan wajah penuh menahan amarah.
“Mbak, mama otaknya sudah diracuni si ibu. Si Ibu njelek-jelekkin Mbak melulu. Akhirnya mama tidak mengijinkan Nisa pindah dari kost. Gimana mbak, Nisa takut!?” raut ketakutan, marah melintas di wajahnya. Aku mengusap gerai rambut yang jatuh lurus di wajahnya. Nisa terlihat tidak punya airmata untuk menangis dan aku merasa kondisi psikologisnya semakin parah. “Pertemukan saya dengan ibumu.” Pinta saya. Nisa mengangguk, “Tolong saya ya, mbak?” aku mengangguk. Pasti adikku, aku akan mengajakmu keluar dari lingkungan buruk ini. Lihatlah dunia tidak sekedar tempat tidur dan meja belajarmu saja! Tapi sayang, keinginan saya untuk bertemu ibunya pupus karena pada hari yang sama saya harus berdinas ke Solo. Maafkan, mbak, sayang.
Hari ini…saya kembali ke kost itu. Bertemu dengan sang ibu kost, menanyakan Nisa (Tidak jadi meng-clear-kan masalah. Ah, biarlah). Awalnya dia menyembunyikan Nisa dengan alasan Nisa tidur. Ladalah…Nisa keluar kamar sambil berlari ke arah saya. Wajahnya kian kusut. “Kamu jadi pindah?” Tanya saya setelah kami berada di pojokan rumah itu. “Iya Mbak, tanggal 5. Tapi saya enggak akan pamit ibu. Saya mau tunggu dia pergi ke Jakarta. Katanya sih dia mau ngunjungin anaknya.” Ujarnya.”Kenapa harus tunggu dia pergi?” pertanyaan saya sebenarnya basa basi, saya tahu dia takut. “Saya tidak mau pamit dan takut, Mbak.Takut sama mama juga karena mama tetap nganggap mbak jelek.” Aku tersenyum, “Nggak pa-pa Nis, boleh saya minta nomor telpon kakakmu?” ya, Nisa punya dua orang kakak di Yogya yang sama sekali tidak pernah memperhatikannya. “Mbak mau telpon kakakku?” matanya berbinar. Aku mengangguk, “Biar aku jelaskan semuanya.”
Dan hari ini..aku menelpon kakaknya, menjelaskan semuanya dengan porposional, meminta mereka untuk lebih memperhatikan Nisa.Akhirnya, mengucurlah cerita dari kakaknya itu. Perkenalan yang baik dan saling trust satu sama lain.
Nisa, ternyata bukan hanya tertekan di tempat kost itu, tapi banyak factor keluarga yang membuat dia tidak sehat secara psikologis pada masa perkembangannya.
Well, Nisa…mbak sayang kamu. Dan mulai hari ini jika tidak ada seorangpun yang peduli padamu, kamu bisa berlari pada mbak. Mbak akan memelukmu dan mulai hari ini Mbak tetapkan bahwa kamu adalah adik perempuan yang sangat Mbak cintai.
Lagi-lagi cerita Yogya…
Nama saya, Indari Mastuti Rezky Resmiyati Soleh Addy, TAPI nama sepanjang ini sukar banget diingat, jadi nama pena yang saya gunakan dalam berbagai buku yang saya tulis adalah Indari Mastuti. Beberapa buku diantaranya menggunakan nama pena Bunda Nanit.
Hobi MENULIS sudah saya lakukan sejak SD, kelas 4 SD saya bercita-cita jadi PENULIS BUKU. Barangkali semangat inilah yang membuat saya akhirnya berjuang untuk mewujudkan mimpi ini.
Tahun 1996 mulai mempublikasikan tulisan di berbagai media cetak baik lokal maupun nasional. Tahun 2004 mulai menulis buku pertama dan akhirnya pada tahun 2007 saya merintis usaha agensi naskah dengan nama Indscript Creative ini, alhamdulillah, perusahaan itu mampu bertahan hingga kini. Bahkan sekarang berkembang menjadi dua lini inti, yaitu jasa copywriting dan training center. Nama Indscript sendiri telah bermetamorfosa menjadi Indscript corp.
Saat ini saya sudah menulis 61 judul buku serta 10 biografi tokoh di Indonesia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment