Melupakan sakit hati, mampukah?

Di jalan Malioboro, yogyakarta ada sebuah papan iklan besar yang terdapat kata-kata yang cukup membuat saya terangguk-angguk setuju, “luka batin sulit diobati” begitu bunyinya. Seorang gadis model dengan pose wajah cukup membuat iba lebih melengkapi sempurnanya iklan tersebut.
Saya yakin kita semua pernah merasakan pelbagai cobaan hidup, interaksi sebagai mahluk social kadang membuat kita terluka. Tapi, sanggupkah kita melupakan sakit hati itu? Semua orang pasti punya jawaban masing-masing.
Pengalaman dalam hidup telah pula menghantarkan saya pada pelbagai irama rasa dalam hati. Salah satu yang paling terekam jelas dalam kesakithatian adalah setahun yang lalu. Setahun lalu tepatnya 1 Agustus 2004 saya membenahi segala sesuatu yang berkaitan dengan karier dengan satu tekad, “membuktikan bahwa saya bisa tanpa mereka”
Sakit hati karena awal yang baik tidak menghasilkan akhir yang baik. Bahkan saya sempat heran kenapa hasil akhir menjadi buruk padahal setiap apa yang saya lakukan selama bersamanya diusahakan sesempurna yang saya bisa? Apa sebabnya? Apa yang salah?
Berbekal pengalaman, skill yang minim, mungkin lebih banyak improvisasi diri, akhirnya saya berjuang mewujudkan impian satu persatu. Nyatanya saya bisa, saya mampu! Tapi lupakah saya dengan sakit hati ini? Tenyata belum! Rasanya begitu sulit untuk menjejakkan langkah tanpa unsur ‘pembuktian diri’. Lalu salahkah saya? Entahlah! Yang jelas sakit hati itu telah saya kompensasikan dalam bentuk prestasi. Semoga!

No comments:

Post a Comment