“Kita tidak bisa mengubah dunia sekaligus, tapi kita bisa memulainya dari rumah—dengan niat yang lillah.”
Beberapa waktu terakhir, saya banyak merenungkan tentang bagaimana kehidupan yang saya jalani ini bisa menjadi lebih baik, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk bumi yang Allah titipkan. Dari renungan itu lahirlah tekad untuk menjalani tiga hal: Zero Waste, swasembada pangan, dan hidup minimalis.
Saya membaca berbagai berita tentang potensi krisis pangan yang mungkin melanda dunia, dan saya tak ingin hanya menjadi penonton. Setahun terakhir, saya mulai belajar untuk swasembada pangan di rumah. Masya Allah, hasilnya sungguh luar biasa.
Pagi ini, misalnya, saya melakukan pruning pada pohon cabai di atap rumah. Daun-daun cabai yang rimbun saya olah menjadi tumis sederhana. Rasanya nikmat, bukan karena bumbunya, tapi karena dari sana saya belajar: tidak semua yang kita konsumsi harus dibeli.
Langkah berikutnya adalah menjalani hidup dengan prinsip Zero Waste. Di rumah, kami mulai memilah sampah. Sampah basah saya ubah menjadi kompos untuk tanaman, sementara sampah kering kami setorkan ke Bank Sampah Bersinar. Bahkan limbah dari percetakan INDSCRIPT pun kini tidak lagi berakhir di tempat pembuangan, tetapi ditabung dan dikelola dengan lebih bertanggung jawab. Masya Allah, ini terasa ringan di hati—karena setiap langkah kecil menjaga lingkungan sejatinya adalah ibadah yang disukai Allah.
Satu hal lagi yang terus saya pelajari adalah hidup minimalis.
Saya mulai menata ulang gaya hidup: mengurangi pengeluaran, menggunakan apa yang benar-benar dibutuhkan, dan menjaga keseimbangan. Di rumah, listrik kini dimatikan lebih awal. Udara di lantai atas pun kini mengalir lebih bebas, sehingga tak perlu lagi memakai AC. Hasilnya nyata: tagihan listrik turun dari empat ratus ribu menjadi dua ratus ribu. Tapi yang paling penting, hati terasa lebih ringan, lebih tenang.
Bagi saya, minimalisme bukan tentang membatasi diri, melainkan membebaskan diri dari hal-hal yang tidak perlu, agar energi dan rezeki bisa digunakan untuk hal yang lebih bermakna.
Saya ingin semangat ini juga menular.
Karena saya hidup di tengah komunitas penulis, saya merasa tanggung jawab itu harus dimulai dari sini.
Maka saya ingin mengajak:
Ayo, para penulis!
Kita tidak hanya menulis untuk menginspirasi, tapi juga untuk meneladani. Mari kita mulai dari diri kita sendiri—menerapkan tiga hal ini: Zero Waste, swasembada pangan, dan hidup minimalis.
Jika para penulis memulainya, maka gelombang kebaikan ini akan menyebar melalui setiap tulisan yang lahir dari tangan-tangan yang mencintai bumi dan Tuhannya.
“Ketika hidup kita makin sederhana, maka syukur dan keberkahan pun makin melimpah.”
No comments:
Post a Comment