Menggabungkan Gairah Menulis dengan Bisnis

Menemukan tulisan ini, mengunyah pelan-pelan dan mencoba mengambil intisarinya

"Persoalan selalu menyisakan kebaikan"

Indari Mastuti Gabungkan Gairah Menulis dengan Bisnis

Bikin Agensi Naskah, Bisa Berkantor di Rumah
Bagi sebagian orang, menulis dan berbisnis bukanlah perkara gampang. Namun, Indari Mastuti justru menggabungkan keduanya menjadi usaha yang menguntungkan. Berawal dari passion menulis, Indari sekarang termasuk ibu rumah tangga yang sukses berbisnis.
SEKARING RATRI A., Bandung
Keinginan seorang Indari Mastuti tidak muluk-muluk. Dia hanya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga yang bisa punya bisnis di rumah. Indari menyebutnya mompreneur. Namun, perempuan berjilbab tersebut awalnya bingung untuk menentukan bisnis apa yang akan dijalaninya. Sampai akhirnya dia tersadar bahwa ada satu modal berharga yang dimilikinya.
“Passion saya adalah menulis. Sejak kecil, saya memang suka banget menulis. Tapi, mulai serius menulis waktu SMA. Waktu itu saya mulai berani mengirimkan naskah ke sejumlah media massa. Saya masih ingat sekali ketika kali pertama tulisan saya dimuat di majalah Gadis,” kenang Indari saat ditemui di kediamannya di kawasan Mohammad Toha, Bandung, Kamis lalu (27/12).
Dari situ, Indari pun berpikir untuk memiliki bisnis yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis. Jadi penulis sudah pasti. Bahkan, pada 2004 novel karya Indari yang berjudul Izinkan Aku Mencinta telah diterbitkan. Namun, dia ingin lebih dari itu. Dia juga ingin merangkul banyak orang yang satu minat dengannya. Dia lantas memutuskan untuk membangun bisnis yang justru belum populer di Indonesia. Yakni, bisnis agensi naskah.
Meskipun tidak begitu populer, bisnis agensi naskah tetap menjanjikan. Apalagi, cara menerbitkan buku kian mudah dan mulai banyak penulis baru yang bermunculan. Dia menangkap peluang tersebut dengan baik.

Pada 2007, setelah menikah, Indari memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Padahal, kala itu dia sudah menapaki jenjang karir yang lumayan, menjadi manajer di perusahaan telekomunikasi. Meski banyak yang menyayangkan, perempuan 32 tahun itu sama sekali tidak menyesali keputusannya menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. “Dari awal saya memang ingin jadi ibu rumah tangga yang berbisnis dari rumah,” ujarnya.

Tiga bulan setelah menikah, Indari mulai menjajaki bisnis barunya. Karena kerap menulis, dia punya beberapa kenalan baik di bidang penerbitan. Perempuan asli Bandung itu pun mengirimkan sejumlah naskah sekaligus mengabarkan kepada para penerbit kenalannya bahwa dirinya mendirikan agensi naskah. Benar saja, seperti perkiraannya, banyak sambutan positif untuk bisnis itu. Apalagi, jumlah agensi naskah di Indonesia saat itu masih bisa dihitung dengan jari. “Mungkin baru dua atau tiga sama punya saya,” papar dia.
Menurut Indari, agensi naskah memang masih jarang di Indonesia. Agensi naskah sendiri mirip dengan agensi artis atau model. Agensi naskah menjadi perantara antara penerbit dan penulis. Secara mudahnya, agensi naskah harus mampu mempertemukan keinginan penerbit dan penulis sehingga selaras. Karena itu, agensi naskah mencari tahu apa saja tema buku yang diinginkan penerbit, kemudian disampaikan kepada penulis. Begitu pula sebaliknya, agensi naskah menawarkan ide-ide penulis kepada penerbit. Karena menerima naskah penulis, pihak agensi naskah menyediakan editor, proofreader, layouter, bahkan animator. Hal itu dilakukan agar naskah penulis layak dibawa ke suatu penerbit.

“Seperti agensi model atau artis. Kami jembatani bagaimana penulis dapat job atau job datang ke mereka. Jadi, misalnya mereka pengin dapat job menulis, ya kami carikan. Kami tawarkan naskahnya ke penerbit. Begitu juga kalau penerbit membutuhkan tema penulisan tertentu, ya kami informasikan kepada para penulis kami,” jelas alumnus Universitas Pasundan itu.
Karena tidak ingin menjadi sekadar agensi biasa, dia lantas membuat terobosan. Pakemnya, sebelum menawarkan naskah kepada penerbit, penulis harus menyelesaikan terlebih dahulu keseluruhan naskah. Setelah itu, printout naskah tersebut diberikan kepada penerbit untuk dibaca dan dipertimbangkan kelayakannya. Menurut Indari, cara tersebut terlalu konvensional dan memakan waktu lama.

Ibu dua anak itu pun memotong jalur pengiriman naskah konvensional tersebut. Dia memilih mengirimkan ratusan judul kepada penerbit dengan disertai sinopsis singkat dan outline untuk tiap-tiap judul. Karena tidak menyertakan berlembar-lembar naskah, Indari bisa segera menanyakan kepastian kepada penerbit soal judul naskah mana saja yang disetujui. “Cara itu lebih efektif dan nggak buang-buang waktu. Awalnya, para penerbit masih ragu. Alasannya, mereka belum baca seluruh naskah, bahkan terjadi pro-kontra, tapi akhirnya bisa diterima dan malah bikin penasaran,” urainya sembari tersenyum.

Lalu, siapa yang membayar jasa agensi naskah? Indari menyatakan, agensi mendapat fee dari harga yang telah disepakati dengan penulis. Misalnya penerbit menurunkan royalti 10 persen, penulis mendapat bagian 7 persen. Sisanya adalah fee bagi agensi. Ternyata terobosan Indari itu benar-benar membuat banyak penerbit penasaran. Hanya dalam waktu setahun bisnis agensi naskah yang awalnya diberi nama Indari itu sudah bisa mencapai masa keemasan. Banyak penerbit dan penulis yang berbondong-bondong datang kepadanya. Hanya dalam waktu setahun pula dia meraih kesuksesan luar biasa.

Pada 2008 nama agensi naskah tersebut berganti menjadi Indscript. Pesanan naskah kian membeludak. Dalam sebulan mereka bisa menerima pesanan hingga 60 naskah. Indari yang awalnya bekerja sendiri itu mulai kewalahan. Dia meng-hire sejumlah karyawan. Karena pesanan naskah mengalir deras, sang suami yang awalnya tidak terlibat akhirnya memutuskan keluar dari pekerjaannya dan bergabung dengan sang istri.
Namun, masa keemasan tersebut tidak berlangsung lama. Karena lebih mementingkan kuantitas ketimbang kualitas, pada 2009 Indscript mulai sekarat. Banyak klien yang kecewa dengan buku-buku hasil perusahaan itu. “Kualitasnya biasa-biasa saja, jadi ya mengecewakan. Deadline penulis juga sering molor,” ujarnya. Akhirnya, pada 2010 Indscript berada di ambang kepailitan. Omzet menyusut serta utang menumpuk. Indari dan sang suami memutuskan untuk merampingkan jumlah karyawan. “Sampai mobil saya keluar masuk pegadaian. Tapi, masih kurang juga, akhirnya mobil terpaksa saya jual. Pokoknya benar-benar habis-habisan. Kehilangan klien dan harta benda,” urainya.
Yang menarik, Indari menceritakan hal tersebut tanpa merasa sedih. Bahkan sebaliknya, dia justru mampu menertawakan kebodohannya di awal berdirinya Indscript. Indari menuturkan bahwa dirinya tidak datang dari kalangan berada. Sejak SMA, dia terbiasa bekerja keras. Begitu pula waktu memasuki bangku kuliah, dia membiayai kuliahnya sendiri sampai lulus. “Bapak saya itu pekerja keras, mungkin itu yang menular pada saya. Jadi, sekalipun sudah bangkrut, saya nggak patah semangat.”
Dia lantas memutar otak, mencari cara untuk menyelamatkan bisnisnya. Perempuan yang memiliki nama lengkap Indari Mastuti Rezki Resmiyati Soleh Addy itu mencoba melakukan dua hal, yakni quantum branding dan inovasi. Caranya, Indari rajin mengikuti berbagai kompetisi kewirausahaan. Tujuannya, selain memperkenalkan bisnisnya, dia mencari tambahan dana untuk menutup utang perusahaan.

Perempuan yang memiliki nama pena Bunda Nanit itu pun berhasil menjuarai sejumlah kompetisi bisnis. Antara lain, pada 2011 menjadi finalis Kusala Swadaya, sebuah penghargaan bagi para socialpreneur. Pada awal Januari 2012 Indari berhasil menjadi pemenang II Wirausaha Muda Mandiri 2011. Pada tahun yang sama dia terpilih menjadi Perempuan Indonesia Terinspiratif Majalah Kartini. Lalu, dia meraih Kartini Award dari Surabaya Plaza Hotel dan menjadi finalis Wanita Wirausaha Femina. Yang terbaru, dia menjadi pemenang utama Sekar Womenpreneur yang diadakan majalah Sekar.

Di tengah upaya mengikuti sejumlah kompetisi, Indari masih sempat membikin komunitas penulis. Pada Mei 2010 dia membentuk komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Memanfaatkan popularitas situs jejaring sosial Facebook (FB), dia mengajak para ibu rumah tangga seperti dirinya di seluruh Indonesia untuk memaksimalkan potensi diri lewat menulis. Lewat akun grup IIDN di FB, Indari rajin membagikan tip dan trik menulis. Dia juga menggelar diskusi online serta pelatihan yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis dan kerumahtanggaan.

Tidak dinyana, respons untuk upaya itu sangat luar biasa. Banyak ibu dari sejumlah wilayah di Indonesia, bahkan luar negeri, yang bergabung dalam IIDN. Baru sebulan dibuat, anggotanya sudah mencapai 1.000 orang. Sampai saat ini, tercatat hampir 5.500 ibu rumah tangga yang tergabung dalam IIDN. Karena anggota IIDN tersebar di seluruh Indonesia dan beberapa negara di mancanegara, tiap wilayah memiliki seorang koordinator wilayah.
Indari sama sekali tidak menyangka bahwa IIDN bisa menjadi besar seperti sekarang. Karena itu, dia pun makin bersemangat. Bahkan, IIDN punya kurikulum pelatihan mulai Senin hingga Sabtu lengkap dengan waktu dan lama pelatihan. Lantas, bagaimana caranya memberikan pelatihan secara online melalui FB? Indari mengungkapkan bahwa para anggota IIDN yang ingin mengikuti pelatihan tinggal membuka akun grup IIDN sesuai dengan jadwal yang diinginkan. Nanti salah satu ibu yang menjadi penanggung jawab memberikan pelatihan dalam folder document. “Mereka bisa saling sharing dan bertanya di rubrik comment,” jelasnya.

Dari situ, Indari berhasil membangun kepercayaan diri para anggota IIDN. Alhasil, tidak sedikit anggota IIDN yang telah berhasil menerbitkan buku dan memublikasikan artikel di media cetak seperti surat kabar, tabloid, dan majalah. Hampir setiap hari ada karya mereka yang dimuat di media. Yang mereka tulis cukup beragam. Mulai cerpen, resep masakan, cara mengoperasikan Windows terbaru, hingga opini tentang permasalahan sosial. Melalui IIDN, Indari bisa mendapatkan penulis-penulis baru yang berbakat dan bisa dirangkul dalam Indscript. Sejumlah buku karya ibu-ibu IIDN itu diterbitkan beberapa penerbit ternama. Bahkan, sebagian berhasil menjadi best seller.
Selain IIDN, Indari yang memang selalu penuh ide itu membentuk komunitas Ibu-Ibu Doyan Bisnis (IIDB). Secara garis besar, komunitas itu hampir serupa dengan IIDN. Indari menggunakan FB untuk menjaring anggota. Namun, komunitas tersebut belum sebesar IIDN. Saat ini IIBD beranggota lebih dari 500 ibu yang doyan berbisnis. “Di sini saya juga berbagi inspirasi bisnis, bagaimana cara membuat bisnis dari rumah,” ujarnya.

Berkat inovasi dan quantum branding oleh Indari, bisnis itu berhasil diselamatkannya. Kini bisa dibilang Indari sudah berhasil melalui masa sulit. Indscript masih sanggup berdiri tegak. Bahkan, para penerbit yang dulu meninggalkan Indscript mulai kembali lagi. Saat ini sudah ada 30 penerbit yang menjadi klien Indscript dengan ribuan judul buku yang telah diterbitkan. (*/oki)
*)Jawa Pos, 30 Desember 2012

http://radiobuku.com/2012/12/indari-mastuti-gabungkan-gairah-menulis-dengan-bisnis/

No comments:

Post a Comment