Mengakui Adanya GURU

Hingga saya ada di tangga sekarang banyak guru yang terlibat. Guru pertama saya adalah almarhum bapak. Beliaulah yang begitu percaya saya memiliki talenta di dunia penulisan dan memberikan teladan pentingnya membaca.

Guru kedua adalah guru-guru SMA 24 yang membuka peluang dan support untuk saya tetap menulis. Saya diberikan kesempatan menulis di sebuah rubrik majalah sekolah dan mengikutsertakan saya dalam berbagai lomba penulisan.

Guru ketiga saya adalah bos saya di sebuah media cetak, dimana saya baru saja belajar jadi jurnalis di tahun 1998 - 1999 tapi tak pernah menghalangi saya berekspresi dalam menulis di medianya, saya bisa menulis banyak rubrik dalam satu waktu. Beliau bernama pak Edi.

Guru karir saya adalah bos saya ketika saya mulai berkarir di dunia telekomunikasi, beliau masih muda, energik, dan tidak pernah menumpulkan semangat meski di awal karir saya banyak melakukan kesalahan. Beliau percaya dengan talenta yang saya miliki dan terus membimbing saya tanpa henti. Beliau pak Ridwan.

Guru karir kedua adalah bos saya yang super galak, nyebelin, dan hampir terus menerus kami berbeda pendapat, tapi kami tetap bersama dengan segala kelebihan dan kekurangan kami. Saya belajar berdebat elegan karenanya, beliau adalah Frans Warmanto M.

Guru menulis pertama saya adalah seorang pemimpin redaksi sebuah majalah remaja yang terus menerus memberikan support terbaiknya, hingga dari seorang korespondensi majalah, saya menjadi seorang penulis buku. Beliau bernama Daniel Mahendra,. Saya tak menyangka bisa jadi penulis buku di tahun 2004, sungguh tidak tidak pernah dibayangkan sama sekali dan beliau RELA kalau naskah buku pertama saya sangaat melelahkannya saat MENGEDIT, karena keikhlasan beliau saya bertumbuh.

Guru besar saya saat membangun karir di dunia penulisan adalah pak Bambang Trim, berawal dari perkenalan secara email, lalu saya menulis buku sebanyak 3 jilid di penerbitan yang beliau ampu, lalu saya bekerjasama di sebuah penerbitan, banyak ilmu saya dapatkan dari beliau sebagai guru saya. Sampai sekarang, beliau sangat berjasa pada pertumbuhan karir saya di dunia penulisan.

Guru bisnis saya dari tahun 2011 adalah pak Asep Mulyana, beliaulah yang mensupport saya dari Indscript dalam keadaan berdarah-darah hingga saat ini, beliau juga yang memberikan banyak arahan bagaimana setiap gerakan bisnis atau sosial saya dilakukan. Bahkan beliau tak pernah berhenti memberikan support hingga saat ini. Sejak mengenal pak Asep, keinginan saya belajar semakin besar, dari situ juga saya mengikuti banyak mentoring, coaching, training, dan mengenal banyak guru lainnya yang luar biasa.

Guru bisnis saya sejak tahun 2013 bertambah dengan hadirnya Coach Hendra Hilman seorang Coach sekaligus sahabat yang terus memahami bagaimana Indscript bertumbuh. Bertahun-tahun bersama guru bisnis ini bahkan sampai detik ini saya masih bersama Coach Hendra untuk terus bertumbuh dan mengejar target perusahaan dengan cara yang tepat.

Guru saya yang mengajarkan saya mengenai branding adalah Artha Julie Nava Full, sahabat dari tahun 2010 hingga saat ini tetaplah menjadi guru terbaik dalam hal branding. Banyak pengubahan dalam diri termasuk perusahaan terkait branding yang diarahkan oleh beliau.

Guru perempuan yang mengajarkan saya berkomunitas dan berkeluarga adalah teh Dina Sudjana dan ibu Siti Muntamah. Saya belajar kesabaran, ketabahan, dan pengelolaan dengan lebih positif sebagai founder komunitas, ibu rumah tangga, dan perempuan berkarir. 

Guru saya yang mengajarkan saya untuk KEHIDUPAN adalah suami saya, Ayah Deky Tasdikin. Saya bisa mengubah kebiasaan buruk menjadi lebih baik bukan dengan petunjuk tangannya tapi dengan kebiasaan beliau yang malu kalau tidak saya teladani. Beliau adalah guru, imam, sahabat, dan partner bisnis yang insyaAllah tahu saya kurang lebihnya, baik buruknya, dan negatif positifnya lalu mengubah saya dengan proses yang sangat menyamankan jiwa.

Ada banyak guru lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dalam hidup saya yang secara langsung MENGUBAH DIRI dan LANGKAH SAYA LEBIH BAIK. Saya tidak pernah melupakan jasa mereka, mendoakan mereka agar selalu sehat, berkah ilmunya, dan terus menebar manfaat.

Guru adalah orang-orang yang tahu KEKURANGAN kita tapi tidak pernah MENCERCA melainkan terus MENDUKUNG PERUBAHAN ke arah lebih baik.

Terimakasih para guruku...

Krisis adalah ALAT BELAJAR!



Mengetahui bahwa perusahaan-perusahaan raksasa BANGKRUT sangat tidak pernah dibayangkan. Ini terjadi pada NOKIA, FUJI FILM, dan beberapa brand lain yang awalnya adalah penguasa pasar.

Kalau mereka bisa bangkrut apalagi kita yang belum membangun sistem bisnis dengan kuat, atau bisa dibilang semua masih tergantung pada satu atau dua orang, atau punya banyak karyawan namun mereka masih dalam standar "rata-rata"

Mereka yang sudah membangun sistem saja bisa hancur, apalagi kita.

TAPI....
Kehancuran perusahaan raksasa menjadi salah satu sarana baru untuk introspeksi, "apa yang harus diperbaharui dari perusahaan saya agar tidak hancur?"

TAPI...
Jangan jauh-jauh ke perusahaan besar, mari kita lihat ke dalam perusahaan sendiri. Pernahkah perusahaan merasakan sebuah krisis atau malah banyak krisis? Ingat, krisis tidak selalu kehabisan uang masuk, krisis bisa juga terjadi karena meningkatnya penjualan lalu Anda mendapatkan perusahaan dengan KRISIS KOMPLAIN, atau bahkan krisis ada di dalam diri sendiri, seperti KRISIS PEDE.

Sudahkah melihat krisis Anda atau krisis perusahaan Anda di sebelah mana? Pastikan kita tidak menyerah dari sebuah krisis dan mengakibatkan kebangkrutan diri hingga perusahaan.

Krisis artinya BELAJAR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN LEBIH POSITIF agar Anda tidak tergelincir pada kehancuran.  Perubahan? Ya, karena tahukah Anda, bahwa krisis merupakan perubahan yang tertunda?

Banyak orang bilang, tidak ada yang abadi selain perubahan,” apa yang ditulis dalam kalimat ini bagi saya sangat benar adanya, terutama dalam hidup saya sendiri yang terus menggelinding dengan beragam perubahan.

Saya percaya bahwa untuk mengubah keadaan harus mau dan mampu mengubah kebiasaan.  Kebiasaan yang berubah dan mengarah pada tujuan, tentu saja.

Ya, tidak ada yang abadi selain perubahan.  Manusia dituntut berubah seiring waktu, mengubah diri lebih baik dari waktu ke waktu.

Nah, dalam krisis, perubahan radikal yang Anda butuhkan dan Anda lakukan!
Jangan takut tidak bisa.  Masa-masa sulit seharusnya dapat menyisakan pengalaman berharga.
Nah, sudahkah Anda mencari krisis ada di sebelah mana?
Sudahkah berpikir perubahan yang akan dilakukan?
Selamat BELAJAR dari sebuah KRISIS.

Utang Itu BEBAN!



Saya paling nggak bisa denger ada yang terbelit utang.  Apapun bentuk utang dan pada siapa berutang, baik utang RIBA atau utang personal.  Itulah bedanya emak-emak kalau ngajar, selalu ada kaitan EMOSIONAL sehingga berujung pengen terus mendampingi padahal kelasnya sudah beres.  Saat mengajar di kelas emak-emak yang TERBEBANI UTANG dada saya sering bergemuruh dan pipi menghangat.

Keinginan terbesar saya adalah semua orang merasakan sensasinya tidak berutang.  Betapa pahamnya saya mengenai apa yang mereka rasakan karena saya juga pernah mengalaminya.

Karena kami paham betapa tidak enaknya memiliki utang hingga akhirnya kami berjuang ZERO UTANG sejak tahun kemarin baik kepada personal hingga bank.

Saya dan suami merasa berEMPATI pada mereka yang memiliki piutang pada kami hingga akhirnya kami MEMUTIHKAN segala jenis utang orang lain pada kami.

Jika yang berutang tak pernah mengontak kami, saya langsung kirim pesan singkat:
"Melalui pesan singkat ini, secara ikhlas saya dan suami saya melunaskan utang Anda mulai detik ini. Semoga bermanfaat, berkah langkahnya, dan ringan bebannya."

Setelah mengirimkan pesan singkat itu, biasanya mereka akan membalas dengan sejumlah do'a. Bukan, bukan do'a yang kami minta untuk balasan hal ini. Kami hanya sekadar mencoba meringankan beban siapapun yang terbebani dengan utang, berapapun jumlahnya.

Sejak paham tidak enaknya punya utang. Saya dan suami memutuskan tidak meminjamkan uang berapapun jumlahnya pada siapapun. Jika ada yang mau berutang, kami memilih memberi semampu kami bukan utang. Biasanya kami akan mengatakan pada yang mau berutang:
"Jangan berutang, kami tahu, rasanya tidak enak akan jadi beban kita. Saya hanya ingin membantu tapi tidak sebanyak kebutuhannya, nggak apa? ini bukan utang, hanya karena mencoba membantu semampu kami."

Ada seorang perempuan curhat kepada saya,”Sekarang saya lagi bingung Teteh.  Sepuluh tahun lalu saya minjemin surat tanah untuk jadi jaminan di koperasi teman suami, karena modal percaya taka da hitam di atas putih.  Sebulan yang lalu orangnya meninggal.  Parahnya istrinya nggak tahu.  Sebagai pelajaran sekecil apapun hutang harus dicatat karena menyangkut hak orang lain.”

Ya, benar sekali, utang itu beban...

LEBIH BAIK, jangan BERUTANG dan jangan MENGUTANGKAN...
Tanpa utang, langkah menjadi lebih ringan.
Tanpa utang, kita bisa berpikir lebih jernih.