Saya Meutya Hafid. Sejak awal, saya memilih jalan hidup yang tak lazim bagi banyak perempuan. Dunia jurnalistik membawa saya ke garis depan konflik—bukan hanya menyampaikan berita, tapi menyaksikan langsung duka dan perjuangan.
Saya pernah diculik dan disandera di Irak, pengalaman yang nyaris merenggut nyawa, namun justru mengukuhkan tekad saya: perempuan bisa, perempuan harus berani.
Ketika banyak yang menyangka saya akan mundur, saya justru melangkah lebih jauh. Saya masuk politik, arena yang tak kalah keras.
Di Senayan, saya memperjuangkan suara rakyat, terutama perempuan dan anak-anak. Saya menghadapi banyak tantangan—diremehkan, disepelekan, bahkan dianggap hanya “pelengkap”. Tapi saya terus berdiri. Saya percaya, keberanian bukan soal volume suara, tapi keteguhan sikap.
Menjadi perempuan berani bukan berarti tak takut. Tapi saya belajar untuk tetap maju meski hati gemetar.
Saat harus bicara di tengah forum laki-laki, saya bicara.
Saat keputusan besar harus diambil, saya pilih berpihak pada nurani.
Saya ingin perempuan tahu: keberanian bukan hanya milik yang keras, tapi juga milik yang lembut tapi tegas.
Saya juga belajar untuk terus tangguh dalam beragam kondisi—di medan konflik, ruang sidang parlemen, bahkan dalam tekanan media dan publik. Saya belajar mengolah rasa takut menjadi kekuatan. Dan yang paling penting, saya tak berjalan sendiri. Saya membawa harapan banyak perempuan lain yang ingin tampil, bersuara, dan didengar.
Ini bukan sekadar kisah saya. Ini kisah tentang bagaimana perempuan bisa berani berdiri di tengah dunia yang keras—dengan kepala tegak, hati kuat, dan langkah yang pasti.
No comments:
Post a Comment