JEJAK ILMU SEORANG AYAH


Saya baru saja bertemu dengan seorang perempuan luar biasa—anak dari seorang profesor, satu-satunya profesor di sebuah desa kecil di Bogor.

Beliau adalah satu dari tujuh bersaudara. Ketika bercerita tentang ayahnya, sorot matanya menyala. Ada semangat, kebanggaan, dan cinta yang begitu kuat.

Ayahnya adalah tokoh utama dalam kisah ini. Seorang pemuda desa yang merantau ke Bandung demi mengejar pendidikan.

Perjalanan panjangnya, dari kampung sederhana hingga akhirnya menjadi seorang profesor, adalah kisah perjuangan yang tak biasa. Lebih dari sekadar pencapaian akademik, beliau menanamkan nilai kerja keras, semangat belajar tanpa henti, dan keramahan yang menjadi ciri khasnya. 

Ia dikenal sebagai pribadi yang senang menyapa, akrab dengan siapa pun, tanpa melihat latar belakang. Temannya beragam, dari rakyat jelata hingga kalangan elite.

Dan nilai-nilai itu tidak berhenti di dirinya. Ia wariskan kepada ketujuh anaknya—semua berhasil menempuh pendidikan hingga jenjang tinggi, bahkan S3. Perempuan yang saya temui ini adalah salah satunya. 

Saat berbincang dengannya, saya bisa merasakan bahwa darah pembelajar itu benar-benar mengalir kuat dalam dirinya.

Semangat belajarnya menyala, dan ketekunannya begitu terasa. Ia bukan hanya mewarisi kecerdasan sang ayah, tapi juga semangat juangnya.

Saat kami membahas rencana penulisan biografi sang ayah, ia sempat bertanya: “Lebih baik saya tulis sendiri atau dituliskan orang lain?” Saya jawab dengan yakin: lebih baik Anda menulis sendiri.

Kenapa saya menjawab demikian? Karena dengan ilmu dan pengalaman yang dimilikinya, tulisan-tulisan itu kelak bisa menjadi banyak buku. Bukan hanya tentang ayahnya, tapi juga tentang dirinya, ilmunya, dan jejak hidupnya yang bisa menginspirasi banyak orang.


Kisah ini bukan hanya tentang seorang profesor dari desa. Tapi tentang bagaimana satu jiwa besar menyalakan obor ilmu, dan anak-anaknya kini membawa nyala itu ke dunia yang lebih luas.

No comments:

Post a Comment