Antara buruh, Supervisor, Manager, General Manager, dan BIGBOS!

Sesungguhnya memberi tidak selalu dalam bentuk uang dan barang. Memberi secara luas dapat diartikan pemberian segala sesuatu kepada orang lain. Segala sesuatu! Camkan! Anda bisa saja memberi bantuan, senyuman, kekuatan, motivasi, pelukan hangat, sapaan, keramahan. Segala yang Anda berikan lantas memberikan efek positif bagi orang lain adalah pemberian Anda yang lebih berharga dibandingkan sejumlah uang dan barang.
Namun memberi hal-hal itu tidaklah mudah. Banyak tantangan yang akan menjadi pertimbangan untuk dilakukan. Biasanya, semakin tinggi jabatan orang, semakin sulit baginya untuk merendahkan diri guna memberi penghargaan pada orang lain. Padahal derajat seseorang akan semakin ditinggikan pada saat dia mau merendahkan diri untuk melayani (dalam hal ini lebih menghargai) orang lain.
Jenjang atau pengkotakkan terjadi di banyak perusahaan. Buruh berhubungan dengan supervisor, supervisor berhubungan dengan manager, manager berhubungan dengan General manager, General Manager barulah akan berhubungan dengan pemimpin perusahaan. Alangkah rumitnya birokrasi yang terjadi. Lantas satu sama lain tidak saling mengenal karena terikat dengan birokrasi. Banyak BIGBOS yang tidak tahu menahu mengenai karyawannya. Informasi yang didapat bahkan seringkali salah mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya, karena lini-lini di puncak manajerial menganut sistem ABS alias Asal Bapak Senang.
Terjadinya kesenjangan yang menjulang antara karyawan satu dengan yang lain semakin memuncak tatkala para pemimpin perusahaan merasa sudah begitu OKE dengan hanya memberikan sejumlah gaji dan bonus. Padahal membangun perusahaan bukan hanya sekedar pemberian hal itu. Banyak karyawan yang memilih pindah kerja hanya karena rasa nyaman yang dirasakan sangat kurang, pemberian hukuman yang berlebihan tanpa menganalisa obyektifitas yang ada, pemecatan tanpa alasan hanya karena informasi sepihak, kenaikan jabatan yang tidak proporsional, pemberian fasilitas yang pilih kasih. Semua itu dapat terjadi karena kurangnya komunikasi antara semua lini dalam perusahaan. Manager merasa cukup mendengarkan informasi dari supervisor saja, General Manager merasa cukup dengan hanya mendengarkan para manager saja, BIGBOS hanya cukup dengan mendengarkan General Manager saja. Lantas darimana obyektifitas bisa didapatkan? Bagaimana pemimpin bisa menilai bahwa informasi itu benar atau salah jika si pemberi informasi cukup satu orang yang dianggap bisa dipercaya? Bagaimana pemimpin bisa mengetahui kondisi perusahaan, kondisi karyawan sebenarnya jika penilaian yang diberikan hanya berdasarkan mulut orang yang mungkin lebih banyak menggunakan unsur subyektif dibandingkan mencoba berpikir obyektif? Well, ….entahlah. Mari kita kembalikan semuanya pada pribadi kita masing-masing. Sejauh mana kita bisa kritis terhadap setiap perubahan yang terjadi dan menganalisis dengan cerdas mengapa perubahan terjadi.

No comments:

Post a Comment