Cerpen : Oh, cinta!

Entah keberapa kalinya aku menemui lelaki tampan yang kini menjadi kekasihku. Matanya sayu dan begitu teduh. Suara ombak di pantai anyer semakin meramaikan hatiku yang kencang oleh debaran. Gila! Aku jatuh cinta padanya. Matanya, hidungnya, bibirnya, rambutnya, dan semua yang ada padanya memancarkan pesona yang luar biasa menggetarkan. Beberapa pasang manusia berjalan melewati kami, mereka terlihat bahagia, mereka jatuh cinta satu sama lain. Seperti kami!Aah, indahnya!
"Mereka terlihat bahagia." Tanganku menunjuk sepasang kekasih. Sang perempuan merengkuh pinggang sang lelaki dengan erat seolah takkan membiarnya pergi walau hanya sejengkal saja.
"Tentu saja, seperti kita. Aku sangat mencintaimu." ujar lelaki itu sambil melempar senyum manis ke arahku. Aku gugup mendengar itu.
Aku memainkan kunci mobil mercedesku, berusaha menetralisir apa yang kurasakan. Yah, ingin sekali kami saling mencintai satu sama lain.
Lelaki itu menggenggam tanganku erat. Besok, aku akan kembali ke Bandung setelah sekian lama berada di kotanya. Di Jakarta aku hanya menjalankan tugasku di kantor cabang selama satu bulan. Pertemuan dengannya secara tak sengaja telah memunculkan benih yang cinta yang meledak-ledak.
"Jangan lupakan aku ya?" harap lelaki itu
"Tentu saja." Aku tersenyum dingin. Tentu saja aku takkan melupakanmu. Hanya kamulah yang membuat dadaku berdebar setiap kali bertemu, hanya kamu yang memancarkan keteduhan yang selalu kuimpikan, hanya kamu yang membuatku merasa bahagia, hanya kamu yang telah membuatku jatuh cinta.
"Apakah kepulanganmu ke Bandung akan membawa serta hatiku." Tanyanya setengah berbisik. Dikecupnya telingaku dengan mesra. Aku tergugu..menangis seketika itu juga.
"Kamu baik." Ujarku di sela isak. Dia kaget melihatku menangis
"Mengapa menangis?"
"Karena aku harus kembali ke Bandung."
"Bandung dan Jakarta bukan kota yang jauh. Aku akan menyusulmu setelah semua pekerjaanku beres." Ujarnya terlihat sungguh-sungguh. Lelaki itu ingin menyusulku ke Bandung, mungkin juga melamarku. Dia jatuh cinta padaku.
Oh, alangkah beruntungnya aku jika dia benar-benar bisa menjadi milikku. Dia sungguh sempurna!
Oh, alangkah tololnya aku karena telah mengatakan mencintainya sehingga dia kini mencintaiku. Kenapa aku tidak merasa keberuntungan itu menjadi milikku? Bukankah ini yang aku inginkan, berlari bersama lelaki yang aku cintai dan mencintaiku?
" Kamu tidak udah menyusulku." Ujarku sambil terisak
Lelaki itu menyentuh daguku, mengecup bibirku, " Kenapa? Apa karena aku adalah anak buahmu?" ujarnya lembut, tanpa berusaha menyakiti dan merasa tersinggung
Aku menggeleng, "Lalu?" tanyanya
"Aku minta maaf karena telah membuat posisi kita seperti ini."
"Aku malah beruntung bisa mendapatkan cintamu. Aku tidak akan melepaskannya." Ujarnya sambil merengkuhku dalam pelukannya.
"Kita saling jatuh cinta seperti mereka, bukan?" tanyanya sambil menunjuk sepasang kekasih di depan kami.
Ya, kami saling jatuh cinta.
"Aku mencintaimu. Sangat!" ujarku sambil membenamkan kepalaku ke dadanya yang bidang.
Lelaki itu bernama Raiq. Dia adalah anak baru di perusahaan tempatku bekerja. Tentu saja sebagai General manager perusahaan yang cukup besar aku harus meninjau semua kantor cabang perusahaan kami. Terlebih lagi seperti juga Raiq, aku pun adalah atasan barunya. Aku sebulan lebih dulu masuk dibandingkan dia. Lalu, kami bertemu, aku tergoda untuk mendekatinya, gayung bersambut kami saling jatuh cinta!Gila, aku jatuh cinta!
"Jangan pulang besok." Pintanya memelas
"Akan kuajak kamu ke rumah orangtuaku. Kukenalkan sebagai calon istriku." Raiq mengecup keningku berkali-kali.
"Aku tidak bisa. Aku harus pulang besok. Pekerjaan menungguku." Aku berkelit. Mana mungkin!?
"Kalau begitu aku akan segera ke rumahmu."
"Hemmm…" aku hanya mendehem. Bingung!
"Kenapa? Sejak awal hubungan kita kamu seperti menyembunyikan sesuatu. Apa yang kamu sembunyikan?" aku mengunci bibir Raiq dengan bibirku. Aku tak ingin dia melanjutkan ucapannya yang membuat hatiku hancur. Dia berhenti berbicara, melumat bibirku dengan lembut. Aku tak ingin ciuman ini berakhir. Sungguh!
Kerinduanku akan pangeran yang kuinginkan sejak lama seolah lunas oleh kehadiran Raiq, cerita indah ini akan menjadi bagian hidup yang takkan pernah kulupakan.
"Kenapa?" "Tidak, aku tak ingin cinta kita akan menghancurkan segalanya. Cinta kita hanya milik kita. Aku bukan tak ingin untuk melakukan segalanya demi kamu, tapi ada hal yang belum bisa aku ungkapkan sekarang. Aku tak siap melukai hati kita berdua. Aku mencintaimu. " airmataku kembali luruh.
Matanya basah oleh tetesan air mata. Angin semakin membuat hatiku beku, aku kalah oleh perasaan. Ini seharusnya tak boleh terjadi. Aku adalah wanita mandiri yang tidak boleh menangis hanya karena sebuah lempengan cinta. Tapi, ini cinta, cinta yang aku idamkan sejak lama. Haruskah aku berkorban kembali hanya karena ambisi? Cinta ini terlalu hebat untuk dikategorikan sebagai cinta lokasi. Ini tidak mungkin!
"Kalian terlihat sangat cocok, apakah kalian baru menikah? Pengantin baru maksud saya?" ujar seorang lelaki setengah baya yang tiba-tiba mengagetkan kami. Ya Tuhan, jangan-jangan dia sedari tadi mengintai kami. Aku lupa kami berciuman di tempat terbuka. Ah, begitu terbawa suasana.
"Akan segera menikah." Ujar Raiq mantap, aku gugup
Lelaki itu tersenyum ramah pada kami.
"Menikahlah. Cinta sejati itu datang satu kali dalam hidup. Kalian pasangan yang sungguh-sungguh serasi." Ujarnya lagi sambil beranjak meninggalkan kami. Raiq membelai rambutku.
Tapi, rezki, mati dan jodoh adalah rahasia Tuhan. Segalanya begitu sulit ditebak, di luar kemampuan manusia untuk merencanakan ketiganya. Lelaki setengah baya itu mengatakan kami cocok, benarkah kami cocok? Yang pasti aku mencintainya dan kurasa cinta tak perlu memiliki. Aku sudah menemukan cinta yang kucari selama ini dari Raiq, aku puas karenanya, dan aku tak perlu menikah dengannya hanya untuk mengatakan kalau cinta itu ada.
"Apa yang kamu pikirkan?"
"Tidak ada."
"Semoga kita bisa bertemu lagi."
"Ya, kuharap suatu saat nanti."
Lalu kami kembali berciuman mesra.
Sesampai di Bandung, kuharap cintaku pada Raiq akan tersimpan rapi dalam hatiku dan kuharap hanya itu yang bisa aku miliki. Aku tak ingin lebih dari itu, karena ada suami sekaligus pemilik perusahaan ini yang mencintaiku dan seorang anak berusia tiga tahun yang baru saja memanggilku 'mama'. Dan Raiq tak tahu hal ini, setidaknya hari ini!

No comments:

Post a Comment