Menjelang Pensiun, Saya Menyusun Babak Baru Hidup yang Tetap Produktif


Usia saya kini menjelang 45 tahun. Jika banyak orang pensiun di usia 56, artinya saya punya waktu 11 tahun lagi. 

Tapi bagi saya, pensiun bukan berarti berhenti. Justru ini masa untuk menyiapkan babak baru yang tetap penuh makna.

Sejak 4 Oktober 2024, saya mulai membangun rumah kebun—sebuah langkah awal menyambut masa pensiun yang tetap produktif. 

Lahan kami mulai ditanami, hati mulai ditumbuhkan. Kebun bukan sekadar aktivitas, tapi sumber energi dan ketenangan.

Saya juga terus menulis, karena tulisan adalah warisan. Dan saya akan tetap bernetworking, karena dari komunitas yang nanti jumlahnya bisa mencapai 1 juta anggota merupakan jalur silaturahim dan kebermanfaatan akan terus mengalir, bahkan setelah saya pensiun.

Pensiun bukan akhir. Pensiun adalah awal dari produktivitas yang lebih bebas, lebih bermakna, dan lebih berdampak.

INDSCRIPT Creative adalah perusahaan yang tumbuh dan bertahan dengan napas komunitas.

Dari awal berdiri, kami memang memiliki value utama: community-based movement.

Dari sinilah lahir banyak komunitas—komunitas menulis, komunitas bisnis, hingga komunitas keluarga Indonesia. Semua kami bangun dengan semangat yang sama: memberdayakan dan menumbuhkan. Silakan follow dan pelajari komunitas kami di 

https://www.instagram.com/indscript_community?igsh=cHpzYjJ5d3hsMjgy





Saya pribadi percaya, komunitas tidak cukup hanya online. Maka kami pun mendorong kegiatan-kegiatan offline—yang alhamdulillah, kini mulai bergulir dengan kontribusi luar biasa dari para sukarelawan.

Allah menghadirkan begitu banyak orang baik untuk berkontribusi. 



Tapi tantangannya adalah:

Komunitas-komunitas ini tumbuh berdampingan, tapi tidak selalu saling terhubung.

Ketua satu komunitas belum tentu mengenal ketua yang lain. Sinergi belum optimal.



Satu hal yang akan menyatukan komunitas dalam waktu dekat ini—dan bahkan sudah mulai dilakukan—adalah pembuatan buku bersama.

Baik komunitas menulis, komunitas bisnis, maupun komunitas parenting, semuanya akan disatukan dalam satu proyek kolaborasi menulis dan di-launching secara serentak.



Dari proses menulis bersama inilah, akan tumbuh rasa kebersamaan, kolaborasi, dan saling kenal.

Akhirnya, komunitas saling mendekat, saling menguatkan.



Karena itulah, kami mulai menyusun sebuah gagasan besar:

Membangun struktur organisasi induk komunitas—sebuah holding community yang akan menyatukan seluruh komunitas di bawah naungan INDSCRIPT.



Satu visi. Satu arah. Satu kekuatan.

Insya Allah, ini akan menjadi awal dari gerakan komunitas yang lebih solid, lebih berdampak, dan lebih membawa kebaikan bagi Indonesia.



Doakan kami, semoga lancar.

Totalitas Melahirkan Kesan Mendalam


Menghadiri Milad Nulis Jadi Duit (NJD) yang ke-1 sekaligus peluncuran buku Aksi Nyata untuk Negeri benar-benar menjadi momen yang membuat saya surprise, sekaligus terharu.

Saya menyaksikan sendiri bagaimana begitu banyak orang-orang luar biasa terlibat dengan penuh semangat dalam kegiatan ini. Ketua umum dan panitia benar-benar memperlihatkan totalitas yang menggetarkan hati. Dari persiapan hingga pelaksanaan, semuanya terasa sangat tulus, sangat serius, dan dilakukan dengan cinta.

Bagi saya, ini adalah bukti nyata bahwa sebuah komunitas—jika dijalankan dengan sepenuh hati—mampu menciptakan kekuatan besar. Kekuatan untuk bergerak bersama, menyatukan langkah, hingga melakukan hal-hal yang mungkin terasa mustahil jika dijalani sendirian.

Yang membuat saya makin haru, adalah mereka yang datang dari berbagai penjuru: dari Jambi, Jombang, Magelang, dan kota-kota lainnya. Bahkan, mereka datang membawa buah tangan—bukan hanya untuk saya, tapi untuk semua peserta yang hadir. Sebuah bentuk cinta yang tak bisa dibeli dengan apapun.

Hampir 80++ peserta ditambah panitia. Atmosfernya hangat, penuh semangat, dan berkesan di hati.

Dan inilah inti dari semua itu: silaturahmi. Melalui komunitas ini, saya menyaksikan sendiri bagaimana silaturahmi yang dijalani dengan hati mampu mempertemukan jiwa-jiwa baik dalam satu ikatan. Bukan sekadar rekan menulis, tapi sahabat belajar, sahabat bertumbuh, sahabat dalam berjuang di jalan kebaikan.

Saya yakin, ketika niat baik disatukan dalam komunitas seperti ini, maka Allah izinkan terbentuknya persahabatan yang bukan hanya indah di dunia, tapi juga menjadi pemberat amal di akhirat.

Terima kasih, sahabat NJD. Teruslah menebar kebaikan. InsyaAllah langkah kita selalu dalam keberkahan.




#StorytellerMuslimah

#NulisJadiDuit

#AksiNyataUntukNegeri

#SilaturahmiBerbuahBarakah

#SahabatDuniaAkhirat

#IndscriptCreative

Kelahiran Penulis Lintas Negara


Di tengah jarak yang membentang, kami tidak melihat batas. Kami melihat peluang.

Dari Turki, Dubai, Madinah, hingga Jerman, lahirlah para founding member yang kini tergabung dalam komunitas baru: Penulis Lintas Negara bersama INDSCRIPT.

Inilah wadah yang menyatukan para penulis yang tinggal di luar negeri—bukan karena tempat tinggal yang sama, melainkan karena semangat yang serupa: menulis sebagai jalan kebaikan.

Saya menyatukan kembali para penulis INDSCRIPT yang tersebar di berbagai belahan dunia, dengan keyakinan bahwa menulis tidak mengenal jarak dan tidak dibatasi ruang.

Menulis adalah ibadah. Menulis adalah ladang amal. Dan menulis bisa menjadi jalan surga, selama Anda menjadikannya sarana untuk menebar manfaat.

Tidak penting di mana Anda berada. Yang penting adalah di mana hati Anda bertaut.

Ketika hati bertaut kepada Allah, maka tulisan Anda akan sampai kepada mereka yang membutuhkan cahaya.


Bersama INDSCRIPT, kami mengukir sejarah baru:

Bahwa para penulis Indonesia di luar negeri memiliki satu rumah, satu arah, dan satu tujuan—berkarya untuk ummat, dari mana pun Anda menulis.


Selamat datang di Penulis Lintas Negara.

Sebuah gerakan menulis penuh makna dari hati yang jauh, tapi selalu dekat dalam kebaikan.



#PenulisLintasNegara

#Indscript

#BerkisahSampaiKeSurga

#MenulisAdalahIbadah

#StorytellerMuslimah

Ibu Mien Uno; Menjadi Perempuan Indonesia itu Perjalanan Hidup


Saya lahir di Indramayu, 23 Mei 1941. Dari keluarga guru yang sederhana, saya belajar bahwa pendidikan bukan sekadar jalan hidup, tetapi napas kehidupan itu sendiri. Sejak kecil, saya percaya bahwa perempuan memiliki hak yang sama untuk tumbuh, belajar, dan berkontribusi.

Ketika mengikuti suami ke Riau setelah menikah, saya sempat sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga.

Namun, gairah untuk mendidik tak pernah padam. Setelah pindah ke Jakarta pada 1973, saya kembali mengajar, bahkan tampil di layar kaca dalam program Dunia Wanita di TVRI. Dunia terus berubah, dan saya memilih untuk terus belajar menyesuaikan diri.

Tahun 2000, saya dan keluarga mendirikan Mien R. Uno Foundation (MRUF) untuk memperkuat generasi muda melalui pendidikan kewirausahaan dan pelatihan karakter. Bagi saya, membekali anak muda dengan nilai, etiket, dan keterampilan hidup adalah bagian dari ibadah serta warisan terbaik.

Kini, di usia saya yang tak lagi muda, saya justru semakin haus belajar.

Saya tak malu bertanya kepada anak-anak muda, meminta mereka mengajari saya tren teknologi, pola komunikasi generasi digital, hingga cara membuat konten di media sosial.

Saya percaya, siapa pun yang berhenti belajar, berhenti tumbuh. Bahkan media sosial yang dulu terasa asing, kini menjadi salah satu medium saya berbagi nilai dan inspirasi.

Saya selalu berkata kepada para perempuan: belajarlah terus, jangan pernah menyerah. Sebab, perempuan yang terus belajar adalah perempuan yang tak akan pernah tua oleh zaman.

Penjara Orang Beriman


Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang beriman.

Begitu sabda Rasulullah SAW.


Kenapa disebut penjara?

Karena seorang mukmin hidup dengan batasan.

Terikat oleh hukum Allah,

terikat oleh syariat yang mengatur setiap sisi kehidupan.


Ketika seseorang mengikrarkan keislaman,

maka dia tidak lagi hidup semaunya.

Ia tidak bebas minum khamer.

Tidak bebas berjudi.

Tidak bebas memakan riba.

Tidak bebas menghalalkan segala cara.

Ia diatur—oleh cinta Allah.


Karena Allah sayang, maka Allah atur.

Karena Allah ingin menjaga, maka Allah batasi.

Dan justru dalam keterikatan itulah,

seorang mukmin merasakan kemuliaan.


Berbeda dengan orang yang tidak beriman,

yang seolah bebas, padahal sebenarnya terikat oleh hawa nafsu dan tipu daya dunia.


Jadi jika terasa berat menjalani syariat,

ingatlah:

bukan karena Allah menyulitkan,

tapi karena Allah sedang mendidik kita menjadi mulia.


Sabar dalam menjalani hukum Allah,

adalah jalan menuju kebebasan yang sesungguhnya:

kebebasan di surga.

Beyond Buku dan Teknologi: Perspektif dari Dunia Penerbitan

Kemarin saya diundang  Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta dihadiri Kementerian Ekonomi Kreatif Jakarta. Undangan ini datang dari Ibu Anita, merupakan penulis Indscript di tahun 2009an dan kini menjadi seorang peneliti yang tengah mendalami pola penjualan buku di era digital.

Saya merasa senang sekali hadir di forum tersebut. Rasanya seperti reuni, karena yang hadir adalah para penerbit besar yang pernah menerbitkan buku-buku saya—mulai dari Gramedia Group, Transmedia Group, Mizan Group, hingga media dan para peneliti yang saya melihat luar biasa sekali cara memaparkan gagasannya.

Dalam diskusi itu, dibahas bagaimana industri buku bisa beradaptasi di tengah perkembangan teknologi yang sangat cepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun era digital melahirkan e-book, audiobook, dan sejenisnya—buku cetak tetap tak tergantikan. Sekitar 60 persen lebih orang masih memilih buku fisik, karena pengalaman memegang, membuka lembar demi lembar, bahkan mencium aroma buku itu sendiri, adalah sebuah journey yang tak bisa diganti.

Artinya, kita sebagai penulis tidak perlu takut terhadap teknologi. Yang harus berubah hanyalah cara menjualnya. Dulu, buku-buku best seller ditemukan di rak toko buku. Sekarang, semuanya berpindah ke sosial media dan marketplace. 

Interaksi jadi kunci. Ketika penulis, penerbit, dan tim pemasaran bisa membangun keterlibatan emosional dengan pembaca, maka buku akan menemukan jalannya sendiri ke tangan pembacanya. Ini yang membuat penerbit yang hadir sepakat bahwa mencari penulis yang aktif di social media menjadi kunci pertama agar buku menjadi lebih laku. Jadi, kalau penulis yang saat ini merasa introvert dan malu terkoneksi dengan zaman, bukan lagi pilihan buat mereka.

Oke, memang benar bahwa 1 dari 5 penduduk di Indonesia adalah orang yang suka membaca. Tetapi artinya, ketika penjualan buku menurun, ini bukan karena rendahnya minat baca di Indonesia. Karena tetap ya, serendah-rendahnya orang tetap berminat untuk membeli buku.

Tetapi tugas yang harus dilakukan penggiat literasi itu adalah bagaimana mereka beradaptasi dengan cara mereka jualan. Dan saya menyatakan, saya sendiri sebagai seorang penulis, saya melakukan beberapa hal sehingga saya bisa tetap beradaptasi.

Yang pertama adalah ketika saya menjadi penulis pemula, ya saya belajar, saya mencari guru. Kemudian yang kedua adalah saya take action. Yang ketiga adalah saya sempurnakan action dengan beradaptasi dengan apa yang terjadi sehingga langkah menjadi lebih tepat.

Bukan hanya itu, Indscript dan saya pribadi sangat senang mengembangkan kolaborasi dengan orang-orang yang kemungkinan besar mereka itu memang bisa membantu saya untuk interaksi buku menjadi lebih luas, misal membedah buku, aktif di komunitas, atau pola interaksi lainnya. 

Dan, beradaptasi ini harus saya lakukan dari waktu ke waktu, tak pernah berhenti, dan tak perlu rindu dengan masa lalu sebab tugas kita merancang masa depan di dunia kepenulisan maka kita harus beyond writer.

Yang awalnya saya hanya mengikuti kegiatan dengan penerbit, masuk ke sekolah-sekolah, ke pesantren. Kalau di era digital ya saya harus belajar digital marketing—bagaimana cara jualan yang tepat, meskipun usia saya tidak lagi muda, tidak ada alasan untuk mengatakan _saya tertinggal_ atau _saya gaptek_ terus belajar adalah DNA seorang penulis bisa beradaptasi dengan zaman.

Dalam proses belajar inilah sejak tahun 2010 hingga saat ini saya memilih niche market buku saya ada di dalam komunitas, sehingga saya membentuk komunitas sendiri dan pembaca sendiri. Penulis buku tidak bisa mengatakan semua orang pembacanya, dia harus menentukan niche market yang tepat sesuai dengan dirinya dan bukunya.

Sebagai penulis, saya merasa bahwa penulis itu tidak boleh berhenti untuk menyempurnakan diri, menyesuaikan dengan zamannya.




#StorytellerMuslimah

#IndscriptWriterAgency

#MenulisJalanKebaikan

Buku: Hadiah Terindah untuk Orang Tua, di Dunia Maupun Setelah Tiada

Apa hadiah terbaik untuk orang tua?

Ada yang menjawab: waktu.

Ada yang menjawab: doa.

Dan kami tambahkan bahwa salah satu hadiah terbaik yang bisa diberikan kepada orang tua—baik yang masih ada maupun yang telah tiada—adalah buku biografi karena buku adalah jejak sejarah.

Bukan hanya tentang siapa mereka, tapi tentang nilai-nilai hidup yang mereka wariskan, tentang kebaikan-kebaikan kecil yang tak pernah mereka ceritakan, dan tentang perjalanan hidup yang layak dikenang oleh generasi selanjutnya.

Beberapa waktu lalu, kami diberi amanah mengerjakan proyek yang sangat istimewa.

Sepuluh anak bersatu, patungan, menuliskan kisah hidup ibu dan ayah mereka dalam dua buku biografi yang berbeda, masing-masing mengupas perjalanan hidup mereka.

Bukan karena orang tua mereka tokoh terkenal. Tapi karena mereka adalah pahlawan di rumah.

Dan anak-anak ini tak ingin jejak kebaikan itu hilang begitu saja.

Saat buku itu selesai, air mata haru tak tertahankan.

Bukan hanya karena kenangan yang dihidupkan kembali, tapi juga karena keyakinan bahwa, "Ini akan menjadi amal jariyah. Ini akan memperpanjang usia kebaikan mereka meski jasad telah tiada."

Dan kami di INDSCRIPT, merasa sangat terhormat bisa menjadi bagian dari kisah ini.

Kami percaya, buku bukan hanya karya—tapi hadiah yang bisa sampai ke surga.


#BiografiOrangTua

#HadiahTerindah

#JejakKebaikan

#LegacyLewatTulisan

#MenulisUntukOrangTua

#IndscriptWritingJourney

#StorytellerMuslimah

#JurnalisMuslimah

JEJAK ILMU SEORANG AYAH


Saya baru saja bertemu dengan seorang perempuan luar biasa—anak dari seorang profesor, satu-satunya profesor di sebuah desa kecil di Bogor.

Beliau adalah satu dari tujuh bersaudara. Ketika bercerita tentang ayahnya, sorot matanya menyala. Ada semangat, kebanggaan, dan cinta yang begitu kuat.

Ayahnya adalah tokoh utama dalam kisah ini. Seorang pemuda desa yang merantau ke Bandung demi mengejar pendidikan.

Perjalanan panjangnya, dari kampung sederhana hingga akhirnya menjadi seorang profesor, adalah kisah perjuangan yang tak biasa. Lebih dari sekadar pencapaian akademik, beliau menanamkan nilai kerja keras, semangat belajar tanpa henti, dan keramahan yang menjadi ciri khasnya. 

Ia dikenal sebagai pribadi yang senang menyapa, akrab dengan siapa pun, tanpa melihat latar belakang. Temannya beragam, dari rakyat jelata hingga kalangan elite.

Dan nilai-nilai itu tidak berhenti di dirinya. Ia wariskan kepada ketujuh anaknya—semua berhasil menempuh pendidikan hingga jenjang tinggi, bahkan S3. Perempuan yang saya temui ini adalah salah satunya. 

Saat berbincang dengannya, saya bisa merasakan bahwa darah pembelajar itu benar-benar mengalir kuat dalam dirinya.

Semangat belajarnya menyala, dan ketekunannya begitu terasa. Ia bukan hanya mewarisi kecerdasan sang ayah, tapi juga semangat juangnya.

Saat kami membahas rencana penulisan biografi sang ayah, ia sempat bertanya: “Lebih baik saya tulis sendiri atau dituliskan orang lain?” Saya jawab dengan yakin: lebih baik Anda menulis sendiri.

Kenapa saya menjawab demikian? Karena dengan ilmu dan pengalaman yang dimilikinya, tulisan-tulisan itu kelak bisa menjadi banyak buku. Bukan hanya tentang ayahnya, tapi juga tentang dirinya, ilmunya, dan jejak hidupnya yang bisa menginspirasi banyak orang.


Kisah ini bukan hanya tentang seorang profesor dari desa. Tapi tentang bagaimana satu jiwa besar menyalakan obor ilmu, dan anak-anaknya kini membawa nyala itu ke dunia yang lebih luas.

MENGINSPIRASI LEWAT TULISAN

 Menulis bukan hanya tentang tinta dan kata.

Bagi saya, menulis adalah ibadah, jurnalisme jiwa, dan jalan berbagi inspirasi yang bisa mengantar hingga ke surga.

Sebagai penulis buku biografi, saya mendengarkan kisah demi kisah dengan hati. Saya tidak sekadar mencatat peristiwa, tetapi menggali makna. Sebab setiap tokoh memiliki perjalanan yang layak dikenang, dicatat, dan diwariskan.

Sebagai storyteller Muslimah, saya percaya: suara perempuan harus hadir, bukan hanya di ruang publik, tetapi juga di lembar demi lembar sejarah.
Kisah-kisah itu bukan hanya untuk dibaca—melainkan untuk menggerakkan.

Untuk menginspirasi.
Untuk menguatkan.
Untuk membangkitkan semangat orang lain agar percaya: aku juga bisa.

Jurnalisme yang saya jalani bukan untuk sensasi.
Namun untuk menyuarakan nilai. Untuk menyampaikan kisah dengan rasa.
Sebab setiap cerita adalah ladang dakwah, dan setiap tulisan adalah amal yang terus mengalir.

Hari ini, saya terus belajar, terus mendengar, terus menulis.
Karena saya tahu, dalam setiap hidup yang pernah goyah… ada cahaya yang bisa menyinari orang lain.

Mari terus berbagi inspirasi.
Bukan karena kita sempurna, melainkan karena kita pernah jatuh, pernah bangkit, dan kini ingin membagikan pelajaran itu… lewat tulisan.