JANGAN ANGGAP REMEH BATUK PADA ANAK


JANGAN ANGGAP REMEH BATUK PADA ANAK

Ah cuman batuk
Ah cuman pilek
Dan kita mengabaikannya, termasuk saya dan suami termasuk jarang banget main ke dokter, merasa batuk pilek itu biasa pada anak
Tapi, berbeda dengan kejadian Aisyah, tiba-tiba kami tersadar ini bukan batuk biasa
Pergilah kami ke bidan, dikasih obat
Pergilah kami ke dokter, dikasih obat
Tiga hari kemudian, kenapa ini, batuknya semakin membuat Aisyah tercekik
Kami panik luar biasa!
"Sudah pergilah ke Rumah Sakit" ujar mertua
Rumah sakit? Selalu terbayang jarum infus yang membuat saya merinding
"Belum tentu Aisyah harus rawat inap, kita cek saja dulu" suami saya menenangkan
Baiklah, dengan rasa takut (yang berlebihan) saya membawa Aisyah ke Rumah Sakit
Sebelum berangkat suami ngegoogling dulu dokter yang direkomendasikan di rumah sakit tersebut
"Dokter ini bagus, Bun. Ramah, mau jawab konsul by sms, tidak selalu pakai obat, bla bla bla"
Alhamdulillah...
Dokternya memang ramah, kami memperlihatkan video saat Aisyah batuk
"Pertusis" katanya, sambil memperlihatkan video anak batuk dengan kondisi tercekik keabisan nafas
Iya, Aisyah terkena pertussis atau batuk rejan yang mengakibatkan saat dia batuk akan kehabisan nafas sehingga wajahnya membiru #menakutkan
Untuk lebih jelas saya posting hasil googling saya tentang pertusis:

Batuk rejan atau pertusis adalah infeksi bakteri pada paru-paru dan saluran pernapasan yang mudah sekali menular. Penyakit ini dapat mengancam nyawa bila terjadi pada lansia dan anak-anak, khususnya bayi yang belum cukup umur untuk mendapat vaksin pertusis.

Batuk rejan dapat dikenali dari rentetan batuk keras secara terus-menerus yang diawali tarikan napas panjang lewat mulut (whoop). Seseorang bisa menderita batuk rejan hingga tiga bulan lamanya, sehingga penyakit ini juga biasa disebut “batuk seratus hari”.

Pertusis lebih sering terjadi pada bayi kurang dari satu tahun dan anak-anak kecil berusia satu sampai enam tahun.

Tahapan infeksi batuk rejan
Tanda-tanda dan gejala batuk rejan biasanya baru muncul sekitar 10 hari setelah terinfeksi. Proses infeksi pertusis dibagi menjadi tiga fase. Pertama diawali dengan fase katarhal yang ditandai dengan gejala flu umum (hidung tersumbat, hidung berair, batuk, bersin-bersin, mata merah, dan demam ringan). Meski tampaknya sepele, fase ini merupakan masa yang paling menular. Fase ini dapat berlangsung hingga beberapa minggu setelah gejala batuk muncul.

Fase selanjutnya adalah paroksismal, yang ditandai dengan gejala batuk terus menerus yang berlangsung selama beberapa menit. Pada anak yang sudah agak besar, batuk akan disertai napas mengi yang keras saat menarik napas. Gejala pertusis selama fase ini juga bisa disertai dengan muntah setelah batuk. Pada fase ini, batuk terutama terjadi di malam hari.

Fase terakhir adalah konvalesens, di mana anak akan tetap mengalami batuk kronis yang bertahan sampai beberapa minggu setelah fase paroksismal terlewati. Gejala batuk pertusis bertahan dalam jangka waktu panjang dan butuh waktu yang lama untuk sembuh. Itu sebabnya batuk rejan juga dikenal dengan istilah batuk 100 hari — walaupun lama sakitnya tidak benar-benar 100 hari.

Jika tidak ditangani, komplikasi batuk rejan bisa berakibat fatal
Fase pertama dari perkembangan batuk pertusis adalah masa di mana infeksi sangat rentan menular. Namun begitu, di fase kedualah orangtua perlu sangat berhati-hati dan jangan sampai menunda pengobatan medis. Fase paroksismal memiliki tingkat risiko kematian yang paling tinggi.

Pasalnya, batuk keras yang terjadi terus menerus selama beberapa menit dapat menyebabkan paru anak kelelahan. Ada kemungkinan besar anak dapat mengalami sesak napas atau bahkan hingga sulit bernapas (apnea). Pada akhirnya, paru yang kelelahan bisa membuat anak kekurangan oksigen (hipoksia) dan berujung pada gagal napas yang berakibat fatal.

Sekitar setengah dari jumlah bayi berusia kurang 1 tahun yang terinfeksi batuk pertusis harus menjalani perawatan rumah sakit untuk komplikasi pernapasan serius seperti pneumonia, atau kelainan otak. Sebuah penelitian dari Denmark melaporkan bahwa bayi yang mengalami batuk pertusis berisiko lebih tinggi untuk mengalami epilepsi pada masa kanak-kanak.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 30-50 juta kasus batuk rejan per tahum di dunia dan menyebabkan 300.000 kematian. Di Amerika Serikat, kasus penyakit ini diperkirakan sekitar 800.000 sampai 3,3 juta kasus per tahun.

Batuk rejan dapat dicegah dengan vaksin
Batuk rejan mudah menular. Namun vaksin DtaP dan Tdap dapat membantu mencegah penyebaran infeksi. Risiko penularan bahkan bisa ditekan drastis hingga 55 persen hanya dengan vaksin.

Sedangkan untuk penanganannya, yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah terapi yang diberikan lebih bersifat suportif, perhatikan asupan nutrisi dan kebutuhan cairan anak. Kedua adalah mencegah terjadinya gagal napas dan kekurangan oksigen.

Ketiga, anak berusia kurang dari 1 bulan yang mengalami batuk rejan akan dirawat di ruang isolasi serta diberikan antibiotik (erythromycin dan azithromycin).

Saya copas dari artikel alodokter dan hellosehat.com agar lebih bagus penjelasannya karena saya bukan dokter tak pandai menjelaskan penyakit :)

Inti dari sharing saya adalah JANGAN ABAIKAN BATUK PADA ANAK, OBATI ATAU CEGAH SEJAK DINI

Aisyah terpapar Pertusis karena tubuhnya belum kebal penyakit, dimana pertusis sendiri sebetulnya ada imunisasinya di usia bayi 2 bulan

Pelajaran bagi saya dalam hal ini melindungi Aisyah dari segala penyakit dengan meminimalisir membawanya ke luar dari rumah hingga kekebalannya cukup menangkis segala paparan penyakit

Aisyah lekas sembuh ya, Bunda disini bersamamu

No comments:

Post a Comment