TERNYATA, SAYA HANYA BUTUH SAHABAT!



Rumah saya seperti sebuah rumah semua orang.
Dan saya senang dengan kondisi ini.
Datang dan pergi tamu, memberikan makna tersendiri.
Kebahagiaan saya paling besar adalah tamu yang datang menangis akan pulang dengan senyum dan optimis.

Beberapa waktu lalu, saya kedatangan suami istri yang akan berpisah.
Saat kedatangan mereka saya melihat redup di matanya.
Istrinya duduk dan mulai merasa sakit fisik.
Saya menduga sejak awal bukan fisik yang sakit tapi hati yang sakit.
Saya mendengarkan ceritanya.
Saya menyiapkan telinga.
Memandang dengan penuh cinta.

"Apa yang harus saya lakukan?" ujarnya.
Saya balik bertanya, "Punya sahabat?"
Dia menggeleng dan mengatakan bahwa hidupnya dihabiskan di rumah, kehilangan sahabat, dan tersiksa dengan kondisi yang ada.
"Baiklah, kini saya sahabatmu. Menangislah hingga bebanmu meringan" saya memeluknya dan dia menangis sepuasnya di pelukan saya :')

Setelah puas menangis, baru saya mengajaknya mengobrol, meluangkan waktu hingga jam 12 malam.
Beliau yang awalnya rebahan karena sakit, sedikit demi sedikit beranjak duduk pelan-pelan, lalu mengikuti goresan tangan saya di kertas membuatkan sebuah PLANNING baru dalam hidupnya.
"Saya tadi sangat lemas, sama sekali tidak bertenaga, kini saya merasa lebih sehat dan optimis" dia memandang saya lekat dan saya memberinya senyum.
Kami merancang hidup baru, semangat baru, kekuatan baru.

Di pagi hari....
Saya melepas pasangan itu dengan penuh haru: Mereka Tak Jadi BERPISAH dan mereka memiliki KEKUATAN BARU untuk menerjang badai bersama-sama.
Perempuan hanya butuh sahabat untuk menenangkan tangisnya, untuk melegakan dadanya, untuk berbagi dukanya, dan untuk menjadi PARTNER diskusinya.
Persahabatan mampu mengubah pesimis menjadi optimis.

No comments:

Post a Comment